Catatan Haji, Syaikh M A Kholwadia: Ziarah Bukan Monopoli Islam

Minggu, 16 Juni 2024 - 18:07 WIB
loading...
Catatan Haji, Syaikh M A Kholwadia: Ziarah Bukan Monopoli Islam
Syaikh M A Kholwadia. Foto: Ist
A A A
Syaikh M A Kholwadia mengatakan ziarah – praktik ibadah berupa perjalanan menuju suatu tempat yang dianggap suci dan secara kolektif melakukan ibadah dan keyakinan di sana – telah menjadi bagian mendasar dari pengalaman manusia sejak dahulu kala.

"Ini adalah praktik yang tersebar luas dan penting di banyak agama. Umat Hindu , Buddha , Sikh, Yahudi , Kristen , dan Muslim semuanya melakukan ziarah sebagai bagian dari ibadah agama mereka," tulisnya dalam artikel berjudul "Hajj proves religion can inspire peace" yang dilansir Al Jazeera pada 14 Juni 2024.

Syaikh M A Kholwadia adalah pendiri dan direktur Darul Qasim College, sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam yang berbasis di Chicago, Illinois. Beliau seorang teolog, pemimpin komunitas Muslim, dan guru yang terkenal secara internasional. Ia juga secara luas dianggap sebagai otoritas di bidang filsafat Islam .



Menurutnya, hak dan kebutuhan untuk berkumpul demi tujuan bersama memang merupakan fitrah dan hakikat manusia. Bahkan Konstitusi Amerika menganggap hak untuk berkumpul sebagai hak hukum dan fundamental yang diperlukan dalam Amandemen Pertama.

Ziarah, yang mempertemukan ribuan – dan terkadang jutaan – umat manusia di satu tempat, biasanya berlangsung dengan damai. Berbeda dengan peserta pertemuan sekuler besar seperti acara olahraga dan festival musik, jemaah haji jarang melakukan kekerasan atau merusak lingkungan mereka.

"Tentu saja ada beberapa orang fanatik yang mengumpulkan orang-orang untuk tujuan keagamaan dan membujuk mereka untuk melakukan kampanye kekerasan, namun tindakan mereka tidak mewakili ibadah haji, atau nilai-nilai inti dari agama mana pun," ujar Syaikh M A Kholwadia.

Dunia kita saat ini dilanda perang, kekerasan, pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, rasisme, kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, ketergantungan narkoba, perdagangan seks, kelaparan, tunawisma, penipuan di setiap industri, korupsi di institusi dan pemerintahan, krisis kesehatan mental, dan darurat iklim yang semakin meningkat.



Nilai kehidupan manusia dan tenaga kerja terlupakan karena sebagian besar jasa dan industri beralih ke otomatisasi dan didominasi oleh mesin ala A Brave New World.

Sementara itu, sebagian besar bentuk perkumpulan dan organisasi sekuler telah terbukti menjadi resep bukan untuk persatuan dan perdamaian, namun untuk kebencian, kerusakan dan kekacauan.

Dalam konteks ini, katanya, kita mungkin harus beralih ke ziarah keagamaan untuk menemukan cara menghidupkan kembali interaksi antarmanusia yang damai dan membuka jalan baru yang damai bagi umat manusia.

Sebagaimana dikemukakan Patrick Deneen dalam bukunya yang terbit tahun 2018, Why Liberalism Failed, misi modernitas dan masyarakat liberal, yakni menciptakan dunia damai yang berlandaskan pembebasan dan kebebasan individu, terbukti gagal besar-besaran.

Oleh karena itu, pandangan baru terhadap konvensi yang sudah ada sejak zaman Adam mungkin bisa menyelamatkan kita. Barangkali modernitas dapat dan harus digantikan dengan zaman kuno secara harafiah!

Hak umat manusia untuk berkumpul untuk beribadah dan hak untuk melindungi tempat ibadah dengan tegas disuarakan dalam Al-Quran:



“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentu telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Allah pasti akan menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sungguh, Allah Mahakuat, Mahaperkasa." ( Surah al-Hajj (22) : 40)
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1638 seconds (0.1#10.140)
pixels