Haji Itu Arafah, Inilah Makna Sebenarnya Ibadah Wukuf di Arafah
loading...
A
A
A
Memaknai wukuf di Arafah yang akan dijalani jutaan jemaah haji seluruh dunia termasuk termasuk dari Indonesia, yang akan dilaksanakan Sabtu 15 Juni 2024, besok. Dimulai pada saat tergelincirnya matahari hingga jelang terbenam, setelah mendengar khotbah wukuf serta melaksanakan salat zuhur dan asar secara jamak, semua jamaah mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui berbagai ritual yang bisa mereka jalankan. Mulai dari salat, berzikir, melantunkan kalimat salawat, serta bermunajat.
Momen ini begitu sakral. Sebab, di fase inilah, para jemaah haji diajak untuk berkomunikasi langsung dengan sang pencipta di waktu dan tempat yang sangat mustajab. Bahkan, prosesi ini lah yang disebut sebagai inti haji. "Sebab, Al Hajju Arafah. Haji itu Arafah," kata pembimbing ibadah (PPIH) Arab Saudi Daker Madinah, Prof Aswadi Syuhada.
Menurut guru besar asal Gresik itu, keutamaan wukuf tak lepas dari makna yang begitu mendalam dari prosesi ini.
Apa saja? Yang pertama, wukuf adalah sebuah simbol kebulatan tekad manusia untuk menghentikan semua keburukan yang pernah dia buat agar jangan dilakukan lagi. Juga sebagai momen mengabadikan nilai kebaikan sehingga menjadikannya bibit yang berkembang. "Ibarat tanah yang subur lalu ditanami hal-hal yang baik. Sehingga menjadikan manusia menjadi lebih baik," katanya.
Makna kedua wukuf terletak pada waktu pelaksanannya yang dimulai pada ba'da zawal atau setelah matahari mulai tergelincir. Ini memiliki makna bawa sinar matahari ibarat mata hati kita yang berusaha untuk menghilangkan semua keburukan, serta selalu menumbuhkan hal-hal baik demi selalu bisa mendekat kepada sang pencipta. "Bagaikan matahari yang tengah condong dan mendekat pada kebaikannya. condongan utk selalu mendekat," katanya.
Jika jtu terwujud, tujuan utama wukuf sebagiai puncak kesadaran untuk selalu berbuat kebajikan itu muncul. Baik untuk diri agar bertakwa, untuk sesama dan alam semesta. Karena itu, demi kesempurnaan wukuf, selain mendekatkan diri kepada sang khalik, jamaah juga tak boleh melakukan larangan wukuf. "
Seperti memotong tanaman di Arafah, menyiksa hewan dan lainnya. Ini sebagai latihan agar kesadaran diri terbentuk" katanya.
Lihat Juga: Komisi VIII Fraksi PKB Maman Imanul Haq Blak-blakan ke Menag Nasaruddin Umar, Ini Katanya
Momen ini begitu sakral. Sebab, di fase inilah, para jemaah haji diajak untuk berkomunikasi langsung dengan sang pencipta di waktu dan tempat yang sangat mustajab. Bahkan, prosesi ini lah yang disebut sebagai inti haji. "Sebab, Al Hajju Arafah. Haji itu Arafah," kata pembimbing ibadah (PPIH) Arab Saudi Daker Madinah, Prof Aswadi Syuhada.
Menurut guru besar asal Gresik itu, keutamaan wukuf tak lepas dari makna yang begitu mendalam dari prosesi ini.
Apa saja? Yang pertama, wukuf adalah sebuah simbol kebulatan tekad manusia untuk menghentikan semua keburukan yang pernah dia buat agar jangan dilakukan lagi. Juga sebagai momen mengabadikan nilai kebaikan sehingga menjadikannya bibit yang berkembang. "Ibarat tanah yang subur lalu ditanami hal-hal yang baik. Sehingga menjadikan manusia menjadi lebih baik," katanya.
Makna kedua wukuf terletak pada waktu pelaksanannya yang dimulai pada ba'da zawal atau setelah matahari mulai tergelincir. Ini memiliki makna bawa sinar matahari ibarat mata hati kita yang berusaha untuk menghilangkan semua keburukan, serta selalu menumbuhkan hal-hal baik demi selalu bisa mendekat kepada sang pencipta. "Bagaikan matahari yang tengah condong dan mendekat pada kebaikannya. condongan utk selalu mendekat," katanya.
Jika jtu terwujud, tujuan utama wukuf sebagiai puncak kesadaran untuk selalu berbuat kebajikan itu muncul. Baik untuk diri agar bertakwa, untuk sesama dan alam semesta. Karena itu, demi kesempurnaan wukuf, selain mendekatkan diri kepada sang khalik, jamaah juga tak boleh melakukan larangan wukuf. "
Seperti memotong tanaman di Arafah, menyiksa hewan dan lainnya. Ini sebagai latihan agar kesadaran diri terbentuk" katanya.
Lihat Juga: Komisi VIII Fraksi PKB Maman Imanul Haq Blak-blakan ke Menag Nasaruddin Umar, Ini Katanya
(aww)