5 Tanda Haji Mardud, Kebalikan Haji Mabrur

Senin, 24 Juni 2024 - 14:21 WIB
loading...
5 Tanda Haji Mardud, Kebalikan Haji Mabrur
5 Tanda haji mardud atau haji yang tertolak, yakni tidak diterima Allah Taala sudah pasti kebalikan dari tanda haji mabrur. Foto/Ilustrasi: Anadolu
A A A
5 Tanda haji mardud atau haji yang tertolak, yakni tidak diterima Allah Taala sudah pasti kebalikan dari tanda haji mabrur .

Sebelum mengetahui ciri-ciri haji mardud, apa sesungguhnya haji mardud itu? Haji mardud atau haji maz’ur adalah lawan kata dari haji makbul atau haji yang dikabulkan, yang sering kita sebut dengan istilah haji mabrur.

Menukil buku "Yang Tersembunyi di Balik Ritual Haji" karya M. Sadat Ismail, mardud berasal dari akar kata radda-yaruddu yang berarti menolak dan mengembalikan. Kata mardud sebagai maf'ul berarti ditolak. Maka dari itu, haji mardud dapat diartikan sebagai haji yang ditolak oleh Allah SWT.

KH Ahmad Chodri Romli dalam bukunya yang berjudul "Ensiklopedi Haji dan Umrah" menjelaskan beberapa hal yang mungkin membuat Allah tak menerima ibadah hajinya.



Pengertian ini juga bisa menjadi tolak ukur untuk mengenali ciri-ciri haji mardud, meskipun hal ini tak dijelaskan secara jelas dan lengkap. Berikut ulasannya:

1. Kemungkinan niatnya salah, misal niatnya hanya untuk status sosial dalam masyarakat atau riya yaitu ingin dipuji dan dihormati dan bahkan untuk mencari popularitas.

2. Kemungkinan bekalnya yang kurang bersih dari perkara haram, seperti yang disebutkan dalam penjelasan di atas.

3. Kemungkinan dalam menjalankan manasik haji tak sesuai dengan syariat, seperti tidak belajar menasik, juga tidak rajin dalam mengikuti bimbingan.

4. Atau mungkin selama menunaikan ibadah haji, masih membawa kebiasaan bermuatan dosa dan maksiat juga lain sebagainya.



Menurut Kiai Chodri, sebelum berangkat memenuhi undangan Nabi Ibrahim AS ini, sebaiknya disimak dan dihayati dulu sabda Nabi Muhammad SAW sebagaimana keterangan di al-Khatib yang bersumber dari Anas bin Malik ra.

“Apabila sudah tiba akhir zaman, ada empat jenis orang menjalankan ibadah haji. Mereka ada para penguasa menjalankan ibadah haji berhaji untuk berpesiar dan rekreasi. Orang kaya para hartawan berhaji untuk kepentingan peringat perniagaan. Orang miskin menunaikan haji untuk mengemis, para ulama menunaikan haji untuk mendapatkan popularitas.”

Menurutnya, sebagian dari prediksi Rasulullah SAW tersebut sudah menjadi kenyataan. Banyak jamaah setibanya di Makkah atau Madinah, pertama yang menjadi perhatian adalah fasilitas.

Lima belas abad yang lampau khalifah Umar Bin Khattab mengatakan. “Yang betul-betul menunaikan ibadah haji itu sedikit sekali sedangkan yang berjalan-jalan sungguh amat banyak.”

5 tanda-tanda haji mardud adalah:

Pertama, harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang haram. Karena Allah tidak menerima kecuali yang halal.

Orang yang ingin hajinya mabrûr harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama bagi mereka yang selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan bank.



Kedua, amalan-amalan haji tidak dilakukan dengan baik atau tidak sesuai dengan tuntunan Nabi SAW.

Haji yang mabrûr memperhatikan keikhlasan hati, sedangkan haji mardud sebaliknya. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qâdhi: “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jama`ah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah Azza wa Jalla.”

Ketiga, hajinya kering dari amalan baik seperti zikir, salat di Masjidil Haram, salat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.

Ibnu Rajab berkata: “Maka haji mabrûr adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa.

Keempat, tetap berbuat maksiat selama ihram. Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan jika dilanggar, maka dapatlah haji mardud.

Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusûq dan jidâl. Ketiga hal ini dilarang selama ihrâm. Adapun di luar waktu ihrâm, bersenggama dengan pasangan kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain tetap tidak boleh.



Kelima, pulang dari haji tidak lebih baik. Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah Azza wa Jalla adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal saleh melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah Azza wa Jalla tidak menerima amalannya.

Ibnu Hajar al-Haitami dalam Qutul Qulub mengatakan: “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.”
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 6.2973 seconds (0.1#10.140)
pixels