Hukum Bekerja di Militer yang Memerangi Kaum Muslimin Menurut Syaikh Al-Qardhawi
loading...
A
A
A
Syaikh Yusufal-Qardhawi mengatakan seorang muslim tidak halal bekerja sebagai pegawai atau prajurit dalam ketenteraan yang memerangi kaum muslimin atau bekerja sebagai pegawai dalam suatu pabrik yang memproduksi senjata untuk memerangi kaum muslimin.
"Dan tidak boleh seorang muslim bekerja sebagai pegawai suatu lembaga yang melawan Islam dan memerangi umatnya," tulis Al Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).
Ia mencontohkan termasuk juga pegawai yang membantu kepada perbuatan zalim dan haram, seperti pekerjaan yang meribakan uang, tempat arak, tempat dansa atau di tempat-tempat permainan yang kosong dan sebagainya.
Mereka ini semua, menurutnya, tidak dapat dibebaskan dari dosa . Tidak berarti mereka tidak bersekutu dan tidak berbuat haram. Sebab menolong perbuatan haram berarti haram.
"Justru itulah Rasulullah SAW melaknat juru tulis riba dan dua orang saksinya sebagaimana dilaknatnya orang yang makan riba. Pembuat dan pelayan yang menuangkan arak dilaknat seperti dilaknat orang yang minum," jelasnya.
Menurutnya, ini semua berlaku dalam keadaan yang tidak terpaksa (normal) di mana seorang muslim harus memasukinya demi mencari rezeki .
"Kalau ternyata dalam keadaan yang memaksa, maka dapat dinilai menurut keperluannya itu, yaitu menjadi makruh dengan syarat dia harus tetap berusaha untuk mencari pekerjaan lain yang halal dan jauh dari dosa-dosa," ujarnya.
Setiap muslim harus menjaga dirinya dari hal-hal yang masih syubhat, karena syubhat itu dapat menipiskan agama dan melemahkan keyakinan, betapapun besarnya gaji dan berharganya pekerjaan tersebut.
Rasulullah SAW bersabda:
"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, beralih kepada sesuatu yang tidak meragukanmu." (Riwayat Ahmad. Tarmizi, Nasa'i, Ibnu Hibban dalam sahihnya dan Hakim, Tarmizi berkata: hadis ini hasan sahih).
Dan sabdanya pula: "Seseorang tidak akan mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang taqwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang mubah karena takut kepada berbuat sesuatu yang dilarang." (Riwayat Tarmizi)
"Dan tidak boleh seorang muslim bekerja sebagai pegawai suatu lembaga yang melawan Islam dan memerangi umatnya," tulis Al Qardhawi dalam bukunya yang diterjemahkan H. Mu'ammal Hamidy berjudul "Halal dan Haram dalam Islam" (PT Bina Ilmu, 1993).
Ia mencontohkan termasuk juga pegawai yang membantu kepada perbuatan zalim dan haram, seperti pekerjaan yang meribakan uang, tempat arak, tempat dansa atau di tempat-tempat permainan yang kosong dan sebagainya.
Mereka ini semua, menurutnya, tidak dapat dibebaskan dari dosa . Tidak berarti mereka tidak bersekutu dan tidak berbuat haram. Sebab menolong perbuatan haram berarti haram.
"Justru itulah Rasulullah SAW melaknat juru tulis riba dan dua orang saksinya sebagaimana dilaknatnya orang yang makan riba. Pembuat dan pelayan yang menuangkan arak dilaknat seperti dilaknat orang yang minum," jelasnya.
Menurutnya, ini semua berlaku dalam keadaan yang tidak terpaksa (normal) di mana seorang muslim harus memasukinya demi mencari rezeki .
"Kalau ternyata dalam keadaan yang memaksa, maka dapat dinilai menurut keperluannya itu, yaitu menjadi makruh dengan syarat dia harus tetap berusaha untuk mencari pekerjaan lain yang halal dan jauh dari dosa-dosa," ujarnya.
Setiap muslim harus menjaga dirinya dari hal-hal yang masih syubhat, karena syubhat itu dapat menipiskan agama dan melemahkan keyakinan, betapapun besarnya gaji dan berharganya pekerjaan tersebut.
Rasulullah SAW bersabda:
"Tinggalkanlah sesuatu yang meragukanmu, beralih kepada sesuatu yang tidak meragukanmu." (Riwayat Ahmad. Tarmizi, Nasa'i, Ibnu Hibban dalam sahihnya dan Hakim, Tarmizi berkata: hadis ini hasan sahih).
Dan sabdanya pula: "Seseorang tidak akan mencapai derajat muttaqin (orang-orang yang taqwa) sehingga ia meninggalkan sesuatu yang mubah karena takut kepada berbuat sesuatu yang dilarang." (Riwayat Tarmizi)
(mhy)