Halal dan Haram, serta Perintah Makan dalam Al-Quran

Senin, 27 Juli 2020 - 11:55 WIB
loading...
Halal dan Haram, serta Perintah Makan dalam Al-Quran
Kue klepon. Foto/Ilustrasi/Unilever Foof Solution
A A A
MAKANAN atau tha'am dalam bahasa Al-Quran adalah segala sesuatu yang dimakan atau dicicipi. Karena itu " minuman " pun termasuk dalam pengertian tha'am. Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 249, menggunakan kata syariba (minum) dan yath'am (makan) untuk objek berkaitan dengan air minum. ( )

Prof Dr M Quraish Shihab dalam Wawasan Al-Quran , Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat menjelaskan kata tha'am dalam berbagai bentuknya terulang dalam Al-Quran sebanyak 48 kali yang antara lain berbicara tentang berbagai aspek berkaitan dengan makanan. Belum lagi ayat-ayat lain yang menggunakan kosa kata selainnya. (

Perhatian Al-Quran terhadap makanan sedemikian besar, sampai-sampai menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar Al-Biqa'i, "Telah menjadi kebiasaan Allah dalam Al-Quran bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa, serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya, kemudian memerintahkan untuk makan (atau menyebut makanan)."



Lebih jauh dapat dikatakan bahwa Al-Quran menjadikan kecukupan pangan serta terciptanya stabilitas keamanan sebagai dua sebab utama kewajaran beribadah kepada Allah. Begitu antara lain kandungan firman-Nya dalam surat Quraisy (106): 3-4,

Hendaklah mereka menyembah Allah, yang memberi mereka makan sehingga terhindar dari lapar dan memberi keamanan dari segala macam ketakutan.



Perintah Makan
Menarik untuk disimak bahwa bahasa Al-Quran menggunakan kata akala dalam berbagai bentuk untuk menunjuk pada aktivitas "makan". Tetapi kata tersebut tidak digunakannya semata-mata dalam arti "memasukkan sesuatu ke tenggorokan", tetapi ia berarti juga segala aktivitas dan usaha. Perhatikan misalnya Surat Al-Nisa : 4:

وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا

Dan serahkanlah mas kawin kepada wanita-wanita (yang kamu kawini), sebagai pemberian dengan penuh ketulusan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepadamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati maka makanlah (ambil/gunakanlah) pemberian itu, (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.



Diketahui oleh semua pihak bahwa mas kawin tidak harus bahkan tidak lazim berupa makanan, namun demikian ayat ini menggunakan kata "makan" untuk penggunaan mas kawin tersebut. Firman Allah dalam Surat Al-An'am : 121.

وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ ۗ

Dan janganlah makan yang tidak disebut nama Allah atasnya (ketika menyembelihnya)



Penggalan ayat ini dipahami oleh Syaikh Abdul Halim Mahmud --mantan Pemimpin Tertinggi Al-Azhar -- sebagai larangan untuk melakukan aktivitas apa pun yang tidak disertai nama Allah. Ini disebabkan karena kata "makan" di sini dipahami dalam arti luas yakni "segala bentuk aktivitas". Penggunaan kata tersebut untuk arti aktivitas, seakan-akan menyatakan bahwa aktivitas membutuhkan kalori, dan kalori diperoleh melalui makanan.



Boleh jadi menarik juga untuk dikemukakan bahwa semua ayat yang didahului oleh panggilan mesra Allah untuk ajakan makan, baik yang ditujukan kepada seluruh manusia: Ya ayyuhan nas, kepada Rasul: Ya ayyuhar Rasul, maupun kepada orang-orang mukmin: ya ayyuhal ladzina amanu, selalu dirangkaikan dengan kata halal atau dan thayyibah (baik).



Ini menunjukkan bahwa makanan yang terbaik adalah yang memenuhi kedua sifat tersebut. Selanjutnya ditemukan bahwa dari sembilan ayat yang memerintahkan orang-orang Mukmin untuk makan, lima di antaranya dirangkaikan dengan kedua kata tersebut. Dua dirangkaikan dengan pesan mengingat Allah dan membagikan makanan kepada orang melarat dan butuh, sekali dalam konteks memakan sembelihan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, dan sekali dalam konteks berbuka puasa.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4297 seconds (0.1#10.140)