Profil Tommy Robinson, Biang Kerok Kerusuhan Anti-Muslim di Inggris

Rabu, 07 Agustus 2024 - 05:15 WIB
loading...
Profil Tommy Robinson,...
Stephen Yaxley-Lennon yang populer disebut Tommy Robinson. Foto: MEE
A A A
Ketika kerusuhan sayap kanan terus menimbulkan malapetaka di berbagai wilayah Inggris , banyak pihak yang menuding pihak yang bersalah. Bagi sebagian orang, kesalahan terletak pada kelas politik dan media yang terlalu ingin membesar-besarkan ketakutan akan imigrasi dan Islamisme.

Bagi yang lain, lanskap media sosial rentan terhadap misinformasi dan penyebaran ketakutan.

Namun, satu nama yang secara teratur muncul dalam nyanyian para agitator sayap kanan saat mereka membakar perpustakaan, menyerang masjid, dan memecahkan jendela adalah "Tommy Robinson".

Itu adalah nama samaran bekas pemilik salon penyamakan kulit Stephen Yaxley-Lennon. Robinson selama dua dekade terakhir telah membangun gerakan jalanan yang penuh kekerasan. Gerakan ini berfokus pada intimidasi komunitas Muslim Inggris dan memicu ketakutan akan pengambilalihan Inggris oleh Islam.

Meskipun English Defence League (EDL) miliknya tidak lagi ada dalam bentuk resmi, pengaruh Robinson masih terasa di kalangan sayap kanan negeri itu, bahkan setelah beberapa kali dijatuhi hukuman penjara dan diasingkan ke luar negeri.



Hooligan

Berikut ini ulasan Middle East Eye atau MEE tentang kehidupan pemimpin Islamofobia tersebut.

Lahir di kota Luton pada tahun 1982 dari seorang ibu Irlandia dan ayah Inggris, Robinson sejak awal dikenal sebagai hooliganisme, menjalani hukuman penjara 12 bulan pada tahun 2003 setelah menyerang seorang polisi yang sedang tidak bertugas dalam perkelahian saat mabuk.

Nama "Tommy Robinson" konon berasal dari seorang anggota terkemuka dari sebuah firma hooligan sepak bola di Luton, tempat Yaxley-Lennon menjadi anggotanya dan awalnya digunakan sebagai sarana untuk menyembunyikan identitasnya yang dikombinasikan dengan topeng berbendera Inggris saat berdemonstrasi.

Sebelum mendirikan English Defence League (EDL) pada tahun 2009, Robinson telah keluar masuk kelompok sayap kanan lainnya, termasuk Partai Nasional Inggris (BNP).

Namun, sementara politik BNP berfokus pada supremasi kulit putih dan antisemitisme yang eksplisit - sambil juga mencoba mengeksploitasi sentimen anti-Muslim setelah 9/11 - EDL menjadikan Islamofobia sebagai fokus utamanya.

Luton telah lama menjadi pusat aktivitas sayap kanan, dengan Front Nasional neo-fasis yang khususnya aktif pada tahun 1970-an dan 80-an dalam menargetkan populasi besar kulit hitam dan Asia di kota tersebut.



Namun sejak awal, Robinson berusaha membedakan gerakan barunya dengan mengklaim bahwa mereka berfokus pada "ekstremisme Islam" daripada komunitas non-kulit putih atau bahkan Muslim secara keseluruhan.

"Ada wanita yang tidak mau pergi berbelanja karena ada 20 pria berpakaian Islami panjang yang meneriakkan hal-hal anti-Inggris dan menyerukan jihad serta mengobarkan kebencian agama dan rasial. Itu adalah pusat kota kami, dan kami ingin mereka kembali," Robinson, yang saat itu masih menyembunyikan identitasnya, mengatakan kepada BBC pada tahun 2009.

"Kami ingin mereka kembali, bukan dari kaum Muslim, tetapi dari para ekstremis jihad yang beroperasi di komunitas Muslim. Dan komunitas Muslim perlu berurusan dengan para ekstremis mereka."

Setelah 9/11, perang di Irak dan Afghanistan, serta pemboman oleh pendukung al-Qaeda di London pada tanggal 7 Juli 2005 yang menewaskan 56 orang, banyak yang bersedia mendengar pesannya.

Kontra-Jihad

Apa yang diyakini Robinson dan para pendukungnya?
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2975 seconds (0.1#10.140)