Kisah Harun Al-Rasyid Pamer Kemegahan Istana Abbasiyah kepada Raja Konstantin VII
loading...
A
A
A
Harun al-Rasyid menjadi Khalifah pada Dinasti Abbasiyah pada tahun 786-809 M atau 170-194 H. Dia memerintah selama 23 tahun. Dengan naiknya Harun menduduki jabatan Khalifah, maka Daulah Abbasiyah memasuki era baru yang sangat gemilang. Kota Baghdad menjadi kota termegah di dunia.
Baghdad dijadikan sebagai kota intelektual, maha guru masyarakat Islam, pusat perkembangan ilmu pengetahuan yang diminati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Syamruddin Nasution dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) memaparkan kota ini memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh penjuru dunia.
Gambar kemegahan kota Baghdad dapat dilihat ketika khalifah Harun menerima duta Raja Konstantin VII untuk membicarakan soal tawaran-tawaran perang.
Pengawal khalifah terdiri dari 16.000 orang pasukan berjalan kaki dan berkuda, 7.000 orang pelayan, kurang lebih seratus ekor Singa dan 700 orang pegawai istana.
Di dalam istana terdapat 38.000 buah tirai, di antaranya 12.000 bersadur benang emas, dan permadani sebanyak 22.000 helai.
Juga dalam istana terdapat sebatang pohon yang dibuat dari emas dan perak seberat 500.000 gram.
Di atas cabangnya bertengger berbagai burung yang dibuat dari bahan emas yang juga dapat bernyanyi secara otomatis.
Syamruddin Nasution mengatakan melihat kemegahan itu, menunjukkan bahwa perekonomian Daulah Abbasiyah pada saat itu berkembang pesat. Harun al-Rasyid menjadikan kota Baghdad sebagai kota perdagangan.
Juga sebagai kota terindah dan termegah. Hal itu dapat dilihat dari pembangunan sarana-prasarana yang serba lux untuk ukuran saat itu.
Pada sisi lain khalifah Harun selalu berusaha dengan gigih memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya. Dia berkeliling ke sana-kemari menelusuri daerah kekuasaannya untuk mengetahui keadaan rakyat yang sebenarnya.
Mereka diberi pelayanan yang semestinya, sehingga melalui kemajuan ekonomi, rakyatnya pun merasakan kesejahteraan sebagaimana mestinya.
Pusat Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan ekonomi Daulah Abbasiyah yang pesat tidak saja berpengaruh besar terhadap pembangunan untuk memperindah kota Baghdad, tetapi juga dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektual sekaligus.
Dapat lebih ditegaskan kemegahan kota Baghdad dan kemewahan hidup di istana merupakan sumber inspirasi tersendiri yang merangsang berkembangnya ilmu pengetahuan dan intelektual di tangan para ilmuwan.
Seni tari dan seni suara di tangan penari-penari dan penyanyi-penyanyi terkenal pada masa itu. Juga berkembang seni sajak di tangan penyair-penyair yang sangat masyhur dalam kesusastraan Islam.
Istana Harun al-Rasyid yang megah dijadikannya sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai cabang ilmu. Di situ berkumpul para ilmuwan dan orang-orang terpelajar dari berbagai penjuru dunia.
Dana besar disumbangkan Harun untuk melayani mereka sekaligus disumbangkannya untuk pengembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kesenian.
Syamruddin Nasution mengatakan bukan saja kemegahan Baghdad yang menjadi perangsang bagi pengembangan ilmu, intelektual dan seni, tetapi juga turut di dalamnya istana khalifah yang dijadikan pusat perkumpulan para cendekiawan dari berbagai penjuru dunia yang ditunjang oleh dana besar.
Keluarga bangsawan Persia, yaitu Barmaki menjadi penyokong utama bagi Harun, baik dalam mengelola urusan pemerintahan maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
Dalam mengelola urusan pemerintahan, Yahya bin Khalid (dari keluarga Barmaki diangkat Harun menjadi Wazir dan penasihatnya.
Empat orang anaknya, yaitu: Fazal, Ja’far, Musa dan Muhammad diangkat Harun menjadi pejabat negara. Mereka sangat cekatan dan memiliki kemampuan administrasi yang tinggi.
Dalam memajukan ilmu pengetahuan, mereka ini berlomba-lomba memberikan hadiah yang mahal kepada para penyair dan pencipta karya.
Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektual di Baghdad dapat ditunjang oleh kesejahteraan hidup para cendekiawan.
Kaum sarjana itu telah dapat berpola hidup mewah. Pola hidup mereka sehari-hari pergi ke pemandian umum. Para pelayan telah siap menimbakan air untuk mereka. Selesai mandi, pergi minum, makan, dan berleha-leha tidur. Habis istirahat dapat membakar wangi-wangian untuk mengharumkan tubuh.
Habis itu dapat memesan makanan malam yang terdiri atas sup daging, roti yang dilengkapi dengan beberapa gelas anggur tua dan buah-buahan.
Menurut Syamruddin Nasution, hal itu untuk ukuran saat itu sudah sangat mewah sebagai gambaran betapa sejahteranya hidup para cendekiawan dan para sarjana saat itu. Tidak mengherankan di tangan merekalah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, intelektual, seni, dan agama sekaligus.
Baghdad dijadikan sebagai kota intelektual, maha guru masyarakat Islam, pusat perkembangan ilmu pengetahuan yang diminati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia.
Syamruddin Nasution dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013) memaparkan kota ini memancarkan sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh penjuru dunia.
Gambar kemegahan kota Baghdad dapat dilihat ketika khalifah Harun menerima duta Raja Konstantin VII untuk membicarakan soal tawaran-tawaran perang.
Pengawal khalifah terdiri dari 16.000 orang pasukan berjalan kaki dan berkuda, 7.000 orang pelayan, kurang lebih seratus ekor Singa dan 700 orang pegawai istana.
Di dalam istana terdapat 38.000 buah tirai, di antaranya 12.000 bersadur benang emas, dan permadani sebanyak 22.000 helai.
Juga dalam istana terdapat sebatang pohon yang dibuat dari emas dan perak seberat 500.000 gram.
Di atas cabangnya bertengger berbagai burung yang dibuat dari bahan emas yang juga dapat bernyanyi secara otomatis.
Syamruddin Nasution mengatakan melihat kemegahan itu, menunjukkan bahwa perekonomian Daulah Abbasiyah pada saat itu berkembang pesat. Harun al-Rasyid menjadikan kota Baghdad sebagai kota perdagangan.
Juga sebagai kota terindah dan termegah. Hal itu dapat dilihat dari pembangunan sarana-prasarana yang serba lux untuk ukuran saat itu.
Pada sisi lain khalifah Harun selalu berusaha dengan gigih memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya. Dia berkeliling ke sana-kemari menelusuri daerah kekuasaannya untuk mengetahui keadaan rakyat yang sebenarnya.
Mereka diberi pelayanan yang semestinya, sehingga melalui kemajuan ekonomi, rakyatnya pun merasakan kesejahteraan sebagaimana mestinya.
Pusat Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Kemajuan ekonomi Daulah Abbasiyah yang pesat tidak saja berpengaruh besar terhadap pembangunan untuk memperindah kota Baghdad, tetapi juga dipergunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektual sekaligus.
Dapat lebih ditegaskan kemegahan kota Baghdad dan kemewahan hidup di istana merupakan sumber inspirasi tersendiri yang merangsang berkembangnya ilmu pengetahuan dan intelektual di tangan para ilmuwan.
Seni tari dan seni suara di tangan penari-penari dan penyanyi-penyanyi terkenal pada masa itu. Juga berkembang seni sajak di tangan penyair-penyair yang sangat masyhur dalam kesusastraan Islam.
Istana Harun al-Rasyid yang megah dijadikannya sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dalam berbagai cabang ilmu. Di situ berkumpul para ilmuwan dan orang-orang terpelajar dari berbagai penjuru dunia.
Dana besar disumbangkan Harun untuk melayani mereka sekaligus disumbangkannya untuk pengembangan berbagai cabang ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kesenian.
Syamruddin Nasution mengatakan bukan saja kemegahan Baghdad yang menjadi perangsang bagi pengembangan ilmu, intelektual dan seni, tetapi juga turut di dalamnya istana khalifah yang dijadikan pusat perkumpulan para cendekiawan dari berbagai penjuru dunia yang ditunjang oleh dana besar.
Keluarga bangsawan Persia, yaitu Barmaki menjadi penyokong utama bagi Harun, baik dalam mengelola urusan pemerintahan maupun pengembangan ilmu pengetahuan.
Dalam mengelola urusan pemerintahan, Yahya bin Khalid (dari keluarga Barmaki diangkat Harun menjadi Wazir dan penasihatnya.
Empat orang anaknya, yaitu: Fazal, Ja’far, Musa dan Muhammad diangkat Harun menjadi pejabat negara. Mereka sangat cekatan dan memiliki kemampuan administrasi yang tinggi.
Dalam memajukan ilmu pengetahuan, mereka ini berlomba-lomba memberikan hadiah yang mahal kepada para penyair dan pencipta karya.
Selain itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan intelektual di Baghdad dapat ditunjang oleh kesejahteraan hidup para cendekiawan.
Kaum sarjana itu telah dapat berpola hidup mewah. Pola hidup mereka sehari-hari pergi ke pemandian umum. Para pelayan telah siap menimbakan air untuk mereka. Selesai mandi, pergi minum, makan, dan berleha-leha tidur. Habis istirahat dapat membakar wangi-wangian untuk mengharumkan tubuh.
Habis itu dapat memesan makanan malam yang terdiri atas sup daging, roti yang dilengkapi dengan beberapa gelas anggur tua dan buah-buahan.
Menurut Syamruddin Nasution, hal itu untuk ukuran saat itu sudah sangat mewah sebagai gambaran betapa sejahteranya hidup para cendekiawan dan para sarjana saat itu. Tidak mengherankan di tangan merekalah berkembang berbagai cabang ilmu pengetahuan, intelektual, seni, dan agama sekaligus.
(mhy)