Raja Paling Berpengaruh di Dunia: Harun al-Rasyid di Timur, Charlemagne di Barat
loading...
A
A
A
Harun al-Rasyid menjadi Khalifah pada Dinasti Abbasiyah pada tahun 786-809 M atau 170-194 H. Dia memerintah selama 23 tahun. Dengan naiknya Harun menduduki jabatan Khalifah, maka Daulah Abbasiyah memasuki era baru yang sangat gemilang.
"Dia adalah seorang penguasa yang paling cakap dan paling mulia di antara Daulah Abbasiyah," tulis Syamruddin Nasution dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013).
Dalam sejarah, pada “abad kesembilan ada dua nama Raja besar yang gemilang dalam urusan-urusan dunia; Charlemagne di barat dan Harun al-Rasyid di timur”. Charlemagne disebut juga Charles (Karel) Agung, raja Franka yang kemudian menjadi kaisar Romawi .
Di antara kedua raja itu, Harun merupakan raja yang paling gemilang dan paling berkuasa yang dapat mengembangkan kebudayaan yang lebih tinggi.
Kedua raja tersebut juga mengadakan hubungan persahabatan yang didorong oleh kepentingan masing-masing.
Charles mengharapkan Harun menjadi sekutunya menghadapi Byzantium yang juga merupakan musuh Abbasiyah, juga Harun mengharapkan Charles menjadi sekutunya menghadapi penguasa Bani Umayyah di Spanyol, juga musuh Charles.
Memperindah Kota Baghdad
Harun al-Rasyid memperindah dan mempercantik kota Baghdad yang dibangun oleh kakeknya al-Mansur sebelumnya. Puncak keindahan, kemegahan dan kecemerlangan kota Baghdad sebagai ibu kota Daulah Abbasiyah terjadi pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid. Kala itu, Baghdad menjadi kota terindah di dunia.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Itulah sebabnya Philip K. Hitti dalam "History of the Arab", (London: The Mahmillah Press Limitted, 1981) menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya di antara kota-kota di dunia, Baghdad adalah professor masyarakat Islam.
Para peminat ilmu pengetahuan dan kesusastraan secara berbondong-bondong datang ke kota itu.
Sebagai gambaran, bahwa kota Baghdad muncul sebagai kota yang terindah dan termegah di dunia waktu itu dapat dilihat dari yang dilukiskan oleh penyair cemerlang Anwari, di antaranya dia bersenandung:
Selamat, selamatlah kota Baghdad, kota ilmu dan seni.
Tiada kota lain menandinginya di seluruh dunia.
Iklimnya yang sehat menyamai hembusan angin.
Temboknya kemilau laksana permata dan batu delima.
Tanahnya subur berbaur ambar.
Taman-taman penuh bidadari, menari kemilau.
Laksana sinar mentari di angkasa.
Kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi, karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam, sehingga banyak para ilmuwan dari berbagai penjuru datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang ingin mereka tuntut.
Pada masa puncak keemasan kota Baghdad di masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (786 – 809 M), dan anaknya al-Makmun (813 – 833 M), dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia.
Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaban dan kebudayaan yang tertinggi di dunia.
Ada tiga keistimewaan kota ini, yaitu: pertama, prestise politik, kedua, supremasi ekonomi, ketiga, aktivitas intelektual.
Tidak mengherankan jika ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat di wilayah ini. Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah “mati” dihidupkan kembali dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Syamruddin Nasution mengatakan betapa indahnya kota Baghdad yang dijadikan sebagai kota intelektual, maha guru masyarakat Islam, pusat perkembangan ilmu pengetahuan yang diminati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia.
"Dia adalah seorang penguasa yang paling cakap dan paling mulia di antara Daulah Abbasiyah," tulis Syamruddin Nasution dalam bukunya berjudul "Sejarah Peradaban Islam" (Yayasan Pusaka Riau, 2013).
Dalam sejarah, pada “abad kesembilan ada dua nama Raja besar yang gemilang dalam urusan-urusan dunia; Charlemagne di barat dan Harun al-Rasyid di timur”. Charlemagne disebut juga Charles (Karel) Agung, raja Franka yang kemudian menjadi kaisar Romawi .
Di antara kedua raja itu, Harun merupakan raja yang paling gemilang dan paling berkuasa yang dapat mengembangkan kebudayaan yang lebih tinggi.
Kedua raja tersebut juga mengadakan hubungan persahabatan yang didorong oleh kepentingan masing-masing.
Charles mengharapkan Harun menjadi sekutunya menghadapi Byzantium yang juga merupakan musuh Abbasiyah, juga Harun mengharapkan Charles menjadi sekutunya menghadapi penguasa Bani Umayyah di Spanyol, juga musuh Charles.
Memperindah Kota Baghdad
Harun al-Rasyid memperindah dan mempercantik kota Baghdad yang dibangun oleh kakeknya al-Mansur sebelumnya. Puncak keindahan, kemegahan dan kecemerlangan kota Baghdad sebagai ibu kota Daulah Abbasiyah terjadi pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid. Kala itu, Baghdad menjadi kota terindah di dunia.
Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Itulah sebabnya Philip K. Hitti dalam "History of the Arab", (London: The Mahmillah Press Limitted, 1981) menyebutnya sebagai kota intelektual. Menurutnya di antara kota-kota di dunia, Baghdad adalah professor masyarakat Islam.
Para peminat ilmu pengetahuan dan kesusastraan secara berbondong-bondong datang ke kota itu.
Sebagai gambaran, bahwa kota Baghdad muncul sebagai kota yang terindah dan termegah di dunia waktu itu dapat dilihat dari yang dilukiskan oleh penyair cemerlang Anwari, di antaranya dia bersenandung:
Selamat, selamatlah kota Baghdad, kota ilmu dan seni.
Tiada kota lain menandinginya di seluruh dunia.
Iklimnya yang sehat menyamai hembusan angin.
Temboknya kemilau laksana permata dan batu delima.
Tanahnya subur berbaur ambar.
Taman-taman penuh bidadari, menari kemilau.
Laksana sinar mentari di angkasa.
Kota Baghdad menjadi lebih masyhur lagi, karena perannya sebagai pusat perkembangan peradaban dan kebudayaan Islam, sehingga banyak para ilmuwan dari berbagai penjuru datang ke kota ini untuk mendalami ilmu pengetahuan yang ingin mereka tuntut.
Pada masa puncak keemasan kota Baghdad di masa pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid (786 – 809 M), dan anaknya al-Makmun (813 – 833 M), dari kota inilah memancar sinar kebudayaan dan peradaban Islam ke seluruh dunia.
Kebesarannya tidak terbatas pada negeri Arab, tetapi meliputi seluruh negeri Islam. Baghdad ketika itu menjadi pusat peradaban dan kebudayaan yang tertinggi di dunia.
Ada tiga keistimewaan kota ini, yaitu: pertama, prestise politik, kedua, supremasi ekonomi, ketiga, aktivitas intelektual.
Tidak mengherankan jika ilmu pengetahuan dan sastra berkembang sangat pesat di wilayah ini. Banyak buku filsafat yang sebelumnya dipandang sudah “mati” dihidupkan kembali dengan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
Syamruddin Nasution mengatakan betapa indahnya kota Baghdad yang dijadikan sebagai kota intelektual, maha guru masyarakat Islam, pusat perkembangan ilmu pengetahuan yang diminati oleh para ulama dari berbagai penjuru dunia.
(mhy)