Muhammadiyah Meniru Kaum Nasrani? Begini Konsep Welas Asih Kiai Ahmad Dahlan
loading...
A
A
A
Pengalaman Kaum Kristiani
Pandangan demikian tercermin dalam judul artikel “Kesatuan Hidup Manusia” yang diduga merupakan transkrip pidato terakhirnya dalam kongres Muhammadiyah bulan Desember pada 1922 yang baru terbit pada 1923, beberapa bulan sesudah wafat pada Februari 1923.
Gagasan utama Kiai Ahmad Dahlan tersebut juga tercermin dalam rekomendasi pendidikan Islam dalam Kongres Islam pertama di Cirebon pada 1921.
Pandangan tersebut menjelaskan sikap Kiai Dahlan menerima pengalaman kaum Kristiani sebagai dasar pengembangan sekolah modern, rumah sakit, penyantunan kaum tertindas dan terlantar, pemberdayaan perempuan di ruang publik.
Dari pandangan serupa Kiai Dahlan mempergunakan jasa manajemen modern dalam mengelola dan menerapkan hampir seluruh praktik ritual Islam, seperti; salat (Khotbah Jumat dan Hari Raya dengan bahasa Indonesia), puasa (segera berbuka saat maghrib tiba, makan sahur 10 menit sebelum waktu Subuh.
Salat Tarawih disertai ceramah, mengatur perjalanan ibadah haji, mengelola zakat harta dan fitrah serta ibadah kurban dengan panitia yang peruntukkannya bagi pemberdayaan si Ma’un, fakir-miskin dan berbagai kepentingan sosial lain.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, tujuan utamanya ialah bagaimana penerapan semua bentuk ajaran ritual Islam benar-benar berfungsi bagi kebaikan hidup sebanyak mungkin manusia dan bisa memecahkan problem kehidupan yang mereka hadapi secara pragmatis dan praktis.
Kunci pengembangan sikap hidup seperti itu dan pengembangan kemampuan menggunakan akal pikiran dan hati suci menurut Kiai Dahlan hanya mungkin diperoleh melalui pendidikan.
Ilmu pengetahuan yang dikuasai dan dimiliki seseorang bukanlah hadiah atau hidayah dari Tuhan, tapi merupakan perolehan dari kegiatan belajar.
Untuk itu, semua orang harus memiliki dan terus mengembangkan etos pendidikan dan belajar dengan cara menjadikan dirinya sebagai murid sekaligus guru.
Saat seseorang menjadi murid ia belajar dan menjadikan seluruh kegiatan hidupnya sebagai aktivitas belajar pada semua orang dalam tiap kesempatan.
Ketika seseorang menjadi guru ia mengajar dan menyebar ilmu yang ia miliki pada siapa saja dalam kesempatan apa saja.
Selanjutnya, pengetahuan tentang kebenaran dan kebaikan bagi Ahmad Dahlan ialah pengetahuan yang diperoleh dari kerja akal-pikiran.
Tujuan utama pemikiran tidak sekadar mengetahui dan memahami kebaikan dan kebenaran, tapi bagaimana kebaikan dan kebenaran itu diterapkan dalam hidup keseharian.
Pengetahuan bagi Kiai Ahmad Dahlan ialah alat untuk memecahkan berbagai problem kehidupan umat manusia, sehingga kebenaran pengetahuan ajaran Islam sebagai hasil kerja akal-suci, harus bisa memecahkan dan menjawab berbagai problem kehidupan umat manusia.
Selalu dicari hubungan antara kebenaran dan kebaikan ajaran Islam dengan fungsinya bagi kehidupan umat manusia. Karena itu, pemahaman dan penemuan kebenaran dan kebaikan ajaran Islam tidak semata-mata diperoleh dari tafsir deduktif atas ayat-ayat dalam kitab suci Al-Quran, tapi bisa diperoleh melalui induksi pengalaman empirik beragam komunitas pemeluk agama lain.
Dari sini pula Kiai Ahmad Dahlan memandang bahwa capaian keluhuran di dalam kehidupan duniawi sebagai jalan bagi pencapaian keluhuran kehidupan sesudah mati di alam kehidupan akhirat.
Pandangan demikian tercermin dalam judul artikel “Kesatuan Hidup Manusia” yang diduga merupakan transkrip pidato terakhirnya dalam kongres Muhammadiyah bulan Desember pada 1922 yang baru terbit pada 1923, beberapa bulan sesudah wafat pada Februari 1923.
Gagasan utama Kiai Ahmad Dahlan tersebut juga tercermin dalam rekomendasi pendidikan Islam dalam Kongres Islam pertama di Cirebon pada 1921.
Pandangan tersebut menjelaskan sikap Kiai Dahlan menerima pengalaman kaum Kristiani sebagai dasar pengembangan sekolah modern, rumah sakit, penyantunan kaum tertindas dan terlantar, pemberdayaan perempuan di ruang publik.
Dari pandangan serupa Kiai Dahlan mempergunakan jasa manajemen modern dalam mengelola dan menerapkan hampir seluruh praktik ritual Islam, seperti; salat (Khotbah Jumat dan Hari Raya dengan bahasa Indonesia), puasa (segera berbuka saat maghrib tiba, makan sahur 10 menit sebelum waktu Subuh.
Salat Tarawih disertai ceramah, mengatur perjalanan ibadah haji, mengelola zakat harta dan fitrah serta ibadah kurban dengan panitia yang peruntukkannya bagi pemberdayaan si Ma’un, fakir-miskin dan berbagai kepentingan sosial lain.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, tujuan utamanya ialah bagaimana penerapan semua bentuk ajaran ritual Islam benar-benar berfungsi bagi kebaikan hidup sebanyak mungkin manusia dan bisa memecahkan problem kehidupan yang mereka hadapi secara pragmatis dan praktis.
Kunci pengembangan sikap hidup seperti itu dan pengembangan kemampuan menggunakan akal pikiran dan hati suci menurut Kiai Dahlan hanya mungkin diperoleh melalui pendidikan.
Ilmu pengetahuan yang dikuasai dan dimiliki seseorang bukanlah hadiah atau hidayah dari Tuhan, tapi merupakan perolehan dari kegiatan belajar.
Untuk itu, semua orang harus memiliki dan terus mengembangkan etos pendidikan dan belajar dengan cara menjadikan dirinya sebagai murid sekaligus guru.
Saat seseorang menjadi murid ia belajar dan menjadikan seluruh kegiatan hidupnya sebagai aktivitas belajar pada semua orang dalam tiap kesempatan.
Ketika seseorang menjadi guru ia mengajar dan menyebar ilmu yang ia miliki pada siapa saja dalam kesempatan apa saja.
Selanjutnya, pengetahuan tentang kebenaran dan kebaikan bagi Ahmad Dahlan ialah pengetahuan yang diperoleh dari kerja akal-pikiran.
Tujuan utama pemikiran tidak sekadar mengetahui dan memahami kebaikan dan kebenaran, tapi bagaimana kebaikan dan kebenaran itu diterapkan dalam hidup keseharian.
Pengetahuan bagi Kiai Ahmad Dahlan ialah alat untuk memecahkan berbagai problem kehidupan umat manusia, sehingga kebenaran pengetahuan ajaran Islam sebagai hasil kerja akal-suci, harus bisa memecahkan dan menjawab berbagai problem kehidupan umat manusia.
Selalu dicari hubungan antara kebenaran dan kebaikan ajaran Islam dengan fungsinya bagi kehidupan umat manusia. Karena itu, pemahaman dan penemuan kebenaran dan kebaikan ajaran Islam tidak semata-mata diperoleh dari tafsir deduktif atas ayat-ayat dalam kitab suci Al-Quran, tapi bisa diperoleh melalui induksi pengalaman empirik beragam komunitas pemeluk agama lain.
Dari sini pula Kiai Ahmad Dahlan memandang bahwa capaian keluhuran di dalam kehidupan duniawi sebagai jalan bagi pencapaian keluhuran kehidupan sesudah mati di alam kehidupan akhirat.