Kisah Hasan bin Ali, Cucu Nabi Muhammad yang Mengorbankan Kekuasaan demi Perdamaian
loading...
A
A
A
Hasan bin Ali , cucu tercinta Nabi Muhammad, dikenal bukan hanya karena garis keturunan mulianya, tetapi juga karena kebijaksanaan luar biasa yang ditunjukkannya dalam memimpin umat.
Dalam perjalanan sejarah Islam , Hasan bin Ali mengambil keputusan besar yang mengubah arah kekhalifahan, yaitu mengorbankan kekuasaan demi perdamaian.
Kisahnya mengajarkan kita pentingnya mengedepankan keselamatan umat dan menghindari konflik yang merugikan banyak pihak.
Artikel ini mengulas perjalanan hidup Hasan bin Ali, dari pengambilalihan kekhalifahan hingga pengunduran dirinya demi menjaga stabilitas umat Islam.
Saat kelahiran Hasan bin Ali, Rasulullah datang ke rumah putrinya (Fatimah) untuk mengumandangkan adzan sebagai rasa syukur atas kelahiran cucunya.
setelah itu Rasulullah melaksanakan aqiqah dengan mengorbankan 1 ekor domba jantan dan Fatimah mencukur rambut anaknya, Hasan bin Ali dimana perak akan disumbangkan yang memiliki sama berat dengan rambut cukuran Hasan bin Ali.
Terdapat riwayat bahwa Hasan dan Husain (saudara Hasan) duduk di bahu Nabi Muhammad saat berdoa dan adapun riwayat dimana Rasulullah memperpanjang sujudnya saat Hasan dan Husain menaiki punggungnya saat Rasulullah sedang sholat.
Riwayat lainnya juga menceritakan bagaimana kedua cucu Rasulullah masuk ke masjid saat beliau sedang berpidato tetapi melainkan menegur mereka, Rasulullah turun dan memeluk kedua dari cucunya.
Dari riwayat ini dapat diketahui bahwa walaupun anak-anak dapat mengganggu ibadah, mereka tidak boleh menjadi hambatan saat beribadah dan tidak boleh dimarahi melainkan mengajarkan larangan mereka untuk mengganggu ibadah seseorang dengan kasih sayang dan secara lembut.
Pada saat Hasan akan dilaksanakan baiat (upacara pelantikan), Qais bin Sa’ad yaitu pendukung setia Ali dan komandan pasukannya yang terpercaya menetapkan syarat-syarat dari baiat dimana harus berdasarkan Al-Quran, Sunnah, Muhammad, dan memerangi mereka yang menghalalkan sesuatu yang sebenarnya diharamkan. Tetapi Hasan ingin menghindari kondisi terakhir dimana beliau berkata secara implisit termasuk dalam dua yang pertama.
Dengan menghindari kondisi terakhir dalam syarat baiat tersebut, Hasan ingin “menghindari komitmen pada pendirian ekstrem yang dapat menyebabkan bencana total”.
Menurut al-Baladhuri, Sumpah yang diambil oleh hasan dimana "harus memerangi mereka yang berperang dengan Hasan, dan harus hidup damai dengan mereka yang berada di damai dengannya." mengakibatkan pendukung Hasan bertanya jika Hasan berbicara tentang perdamaian, apakah karena dia ingin berdamai dengan Muawiyah?
Selama 50 hari sebelum kematian ayahnya, Hasan tidak mengambil tindakan terkait perang atau perdamaian selama hampir 50 hari. Tetapi setelah kematian Ali bin Abi Thalib, Muawiyah mengirim mata-mata ke Irak, Kufah, dan Basra. Hasan menangkap dan mengeksekusi mata mata tersebut dan memerintahkan gubernur Basra untuk melakukan hal serupa.
Hasan dan Ibn Abbas mengirimkan sebuah surat kepada Muawiyah, mengecam tindakan yang dilakukannya, serta mengancam akan memulai perang jika perilakunya tidak berubah.
Hasan menekankan klaimnya atas posisi kepemimpinan, meminta agar Muawiyah bersikap tunduk, dan mengingatkan tentang akibat yang akan muncul jika situasi ini berlanjut.
Muawiyah membalas dengan ancaman, menawarkan kekayaan, serta membujuk dengan berbagai tipu daya, bahkan menyodorkan tawaran damai dengan beberapa syarat. Sikap Muawiyah, ditambah dengan perpecahan di antara pasukan Hasan, justru menciptakan ketegangan yang meningkatkan kemungkinan terjadinya perang.
Upaya untuk berdialog di antara mereka pun gagal, dan Muawiyah mulai mempersiapkan pertempuran dengan mengumpulkan tentara berjumlah enam puluh ribu.
Walaupun Hasan mencoba meyakinkan Muawiyah agar meninggalkan klaimnya, surat-surat yang mereka tukarkan justru memperburuk keadaan. Dalam salah satu suratnya, Hasan mengingatkan Muawiyah tentang argumen yang diajukan ayahnya, Ali, yang menyatakan bahwa keluarga Muhammad memiliki hak yang lebih besar untuk memimpin.
Namun, Muawiyah menjawab dengan menyatakan pengalaman dalam pemerintahan dan usianya yang lebih tua dari Hasan, serta menegaskan bahwa Hasan seharusnya mengikuti perintahnya jika ingin menghindari konflik.
Jafri menilai bahwa Muawiyah berupaya menekan Hasan agar mundur atau mengambil peluang untuk menyerang pasukan Irak sebelum mereka menjadi kuat.
Dalam perjalanan sejarah Islam , Hasan bin Ali mengambil keputusan besar yang mengubah arah kekhalifahan, yaitu mengorbankan kekuasaan demi perdamaian.
Kisahnya mengajarkan kita pentingnya mengedepankan keselamatan umat dan menghindari konflik yang merugikan banyak pihak.
Artikel ini mengulas perjalanan hidup Hasan bin Ali, dari pengambilalihan kekhalifahan hingga pengunduran dirinya demi menjaga stabilitas umat Islam.
Awal Kisah Hasan bin Ali, Cucu Rasulullah
Hasan bin Ali lahir pada tanggal 1 Desember 624 Masehi atau tanggal 15 Ramadhan 3 AH dalam kalender Islam. Beliau adalah anak dari Ali bin Abi Thalib yaitu bapaknya dan Fatimah yaitu ibunya dimana Nabi Muhammad SAW adalah paman dari Hasan bin Ali.Saat kelahiran Hasan bin Ali, Rasulullah datang ke rumah putrinya (Fatimah) untuk mengumandangkan adzan sebagai rasa syukur atas kelahiran cucunya.
setelah itu Rasulullah melaksanakan aqiqah dengan mengorbankan 1 ekor domba jantan dan Fatimah mencukur rambut anaknya, Hasan bin Ali dimana perak akan disumbangkan yang memiliki sama berat dengan rambut cukuran Hasan bin Ali.
Terdapat riwayat bahwa Hasan dan Husain (saudara Hasan) duduk di bahu Nabi Muhammad saat berdoa dan adapun riwayat dimana Rasulullah memperpanjang sujudnya saat Hasan dan Husain menaiki punggungnya saat Rasulullah sedang sholat.
Riwayat lainnya juga menceritakan bagaimana kedua cucu Rasulullah masuk ke masjid saat beliau sedang berpidato tetapi melainkan menegur mereka, Rasulullah turun dan memeluk kedua dari cucunya.
Dari riwayat ini dapat diketahui bahwa walaupun anak-anak dapat mengganggu ibadah, mereka tidak boleh menjadi hambatan saat beribadah dan tidak boleh dimarahi melainkan mengajarkan larangan mereka untuk mengganggu ibadah seseorang dengan kasih sayang dan secara lembut.
Kekhalifahan Hasan bin Ali
Kekhalifahan Hasan bin Ali berawal dari kematian ayahnya yaitu Ali bin Abi Thalib oleh seseorang Khawarij, Abdurrahman bin Muljam saat . Alhasil dari peristiwa tersebut, orang orang yang memberi kesetiaan kepada ali sekarang memberikan kesetiaan kepada anaknya yaitu Hasan.Pada saat Hasan akan dilaksanakan baiat (upacara pelantikan), Qais bin Sa’ad yaitu pendukung setia Ali dan komandan pasukannya yang terpercaya menetapkan syarat-syarat dari baiat dimana harus berdasarkan Al-Quran, Sunnah, Muhammad, dan memerangi mereka yang menghalalkan sesuatu yang sebenarnya diharamkan. Tetapi Hasan ingin menghindari kondisi terakhir dimana beliau berkata secara implisit termasuk dalam dua yang pertama.
Dengan menghindari kondisi terakhir dalam syarat baiat tersebut, Hasan ingin “menghindari komitmen pada pendirian ekstrem yang dapat menyebabkan bencana total”.
Menurut al-Baladhuri, Sumpah yang diambil oleh hasan dimana "harus memerangi mereka yang berperang dengan Hasan, dan harus hidup damai dengan mereka yang berada di damai dengannya." mengakibatkan pendukung Hasan bertanya jika Hasan berbicara tentang perdamaian, apakah karena dia ingin berdamai dengan Muawiyah?
Selama 50 hari sebelum kematian ayahnya, Hasan tidak mengambil tindakan terkait perang atau perdamaian selama hampir 50 hari. Tetapi setelah kematian Ali bin Abi Thalib, Muawiyah mengirim mata-mata ke Irak, Kufah, dan Basra. Hasan menangkap dan mengeksekusi mata mata tersebut dan memerintahkan gubernur Basra untuk melakukan hal serupa.
Hasan dan Ibn Abbas mengirimkan sebuah surat kepada Muawiyah, mengecam tindakan yang dilakukannya, serta mengancam akan memulai perang jika perilakunya tidak berubah.
Hasan menekankan klaimnya atas posisi kepemimpinan, meminta agar Muawiyah bersikap tunduk, dan mengingatkan tentang akibat yang akan muncul jika situasi ini berlanjut.
Muawiyah membalas dengan ancaman, menawarkan kekayaan, serta membujuk dengan berbagai tipu daya, bahkan menyodorkan tawaran damai dengan beberapa syarat. Sikap Muawiyah, ditambah dengan perpecahan di antara pasukan Hasan, justru menciptakan ketegangan yang meningkatkan kemungkinan terjadinya perang.
Perselisihan dengan Muawiyah
Setelah mendengar tentang pemilihan Hasan, Muawiyah, yang sebelumnya berkonflik dengan Ali untuk mendapatkan kekhalifahan, menolak untuk menerima hasil tersebut.Upaya untuk berdialog di antara mereka pun gagal, dan Muawiyah mulai mempersiapkan pertempuran dengan mengumpulkan tentara berjumlah enam puluh ribu.
Walaupun Hasan mencoba meyakinkan Muawiyah agar meninggalkan klaimnya, surat-surat yang mereka tukarkan justru memperburuk keadaan. Dalam salah satu suratnya, Hasan mengingatkan Muawiyah tentang argumen yang diajukan ayahnya, Ali, yang menyatakan bahwa keluarga Muhammad memiliki hak yang lebih besar untuk memimpin.
Namun, Muawiyah menjawab dengan menyatakan pengalaman dalam pemerintahan dan usianya yang lebih tua dari Hasan, serta menegaskan bahwa Hasan seharusnya mengikuti perintahnya jika ingin menghindari konflik.
Jafri menilai bahwa Muawiyah berupaya menekan Hasan agar mundur atau mengambil peluang untuk menyerang pasukan Irak sebelum mereka menjadi kuat.