Kisah Hasan bin Ali, Cucu Nabi Muhammad yang Mengorbankan Kekuasaan demi Perdamaian
loading...
A
A
A
Hasan menerima tawaran itu secara prinsip, namun dengan syarat tertentu, termasuk agar Muawiyah mematuhi Kitab Allah, Sunnah Nabi, dan perilaku khalifah sebelumnya. Muawiyah juga setuju untuk tidak menunjuk penggantinya dan memastikan keamanan rakyat.
Surat perjanjian ini disaksikan oleh beberapa utusan dan mengatur berbagai hak yang harus diterima Hasan, termasuk pendapatan tahunan dan amnesti untuk pengikut Ali.
Namun, ada berbagai versi mengenai kondisi perjanjian ini, dengan beberapa sejarawan menyebutkan syarat yang berbeda. Pada akhirnya, Hasan menandatangani perjanjian ini dengan harapan bahwa Muawiyah akan menepati janji-janjinya.
Saat Hasan pensiun di Madinah, beliau berusaha menghindari dan menjauhkan diri dari masalah politik untuk mendukung atau menentang Muawiyah. walaupun begitu, beliau tetap dianggap sebagai kepala rumah tangga Muhammad oleh Bani Hasyim dan pendukungnya.
Banyak penduduk Kufah yang datang kepada Hasan dalam kelompok-kelompok kecil, memintanya untuk menjadi pemimpin mereka. Namun, Hasan menolak untuk menanggapi permintaan tersebut, karena dia telah menandatangani perjanjian damai dengan Mu'awiyah dan berkomitmen untuk menjaga kesepakatan tersebut.
Vaglieri berpendapat bahwa sebab kematian Hasan adalah penyakit kronis, atau mungkin juga karena keracunan.
Dikatakan bahwa Muawiyah menjanjikan sejumlah besar uang dan perjanjian menikah dengan putranya, Yazid, agar kematiannya bisa diatur. Namun, Al-Tabari tidak mencatat hal tersebut, sehingga Madelung berpendapat bahwa Al-Tabari mungkin sengaja menutupi informasi ini untuk melindungi perasaan rakyat.
Sebagai seorang pemimpin yang penuh kebijaksanaan, Hasan bin Ali mengajarkan kita pentingnya memilih perdamaian dan menghindari pertumpahan darah demi kepentingan umat.
Meskipun ia mewarisi kekhalifahan dari ayahnya, ia lebih memilih untuk mengedepankan harmoni dan kesejahteraan masyarakat daripada kekuasaan pribadi.
Keputusannya untuk berdamai dengan Muawiyah, meskipun kontroversial, mencerminkan sikap seorang pemimpin yang paham akan kondisi yang lebih besar.
Kepergian Hasan yang penuh misteri, ditambah dengan warisan yang ia tinggalkan, menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang dalam menghadapi tantangan kepemimpinan dan politik.
Semoga kisah hidup Hasan bin Ali terus menginspirasi kita untuk menempatkan kepentingan umat di atas segalanya.MG/ Raffirabbani Panatamahdi Adizaputra
Baca juga: 15 Ramadhan, Hari Kelahiran Hasan Cucu Pertama Rasulullah SAW
Surat perjanjian ini disaksikan oleh beberapa utusan dan mengatur berbagai hak yang harus diterima Hasan, termasuk pendapatan tahunan dan amnesti untuk pengikut Ali.
Namun, ada berbagai versi mengenai kondisi perjanjian ini, dengan beberapa sejarawan menyebutkan syarat yang berbeda. Pada akhirnya, Hasan menandatangani perjanjian ini dengan harapan bahwa Muawiyah akan menepati janji-janjinya.
Pengunduran Diri Hasan dan Pensiun di Madinah
Setelah perjanjian damai dengan Hasan, Muawiyah berangkat bersama pasukannya menuju Kufah, di mana sebuah upacara penyerahan umum diadakan. Dalam kesempatan tersebut, Muawiyah meminta Hasan untuk berdiri dan meminta maaf. Namun, setelah bantahan pertama, Hasan bangkit dan mengingatkan hadirin bahwa dia dan Husain adalah satu-satunya cucu Nabi Muhammad. Hasan menegaskan bahwa dia telah menyerahkan kekuasaan kepada Muawiyah demi kepentingan terbaik masyarakat, dan bukan karena keinginan pribadi.Saat Hasan pensiun di Madinah, beliau berusaha menghindari dan menjauhkan diri dari masalah politik untuk mendukung atau menentang Muawiyah. walaupun begitu, beliau tetap dianggap sebagai kepala rumah tangga Muhammad oleh Bani Hasyim dan pendukungnya.
Banyak penduduk Kufah yang datang kepada Hasan dalam kelompok-kelompok kecil, memintanya untuk menjadi pemimpin mereka. Namun, Hasan menolak untuk menanggapi permintaan tersebut, karena dia telah menandatangani perjanjian damai dengan Mu'awiyah dan berkomitmen untuk menjaga kesepakatan tersebut.
Kematian Hasan bin Ali
Hasan wafat pada tanggal 5 Rabiul Awal tahun 50 H (2 April 670 M). Beberapa sumber awal mencatat bahwa ia diracuni oleh istrinya, Ja'dah binti al-Asy'ats.Vaglieri berpendapat bahwa sebab kematian Hasan adalah penyakit kronis, atau mungkin juga karena keracunan.
Dikatakan bahwa Muawiyah menjanjikan sejumlah besar uang dan perjanjian menikah dengan putranya, Yazid, agar kematiannya bisa diatur. Namun, Al-Tabari tidak mencatat hal tersebut, sehingga Madelung berpendapat bahwa Al-Tabari mungkin sengaja menutupi informasi ini untuk melindungi perasaan rakyat.
Sebagai seorang pemimpin yang penuh kebijaksanaan, Hasan bin Ali mengajarkan kita pentingnya memilih perdamaian dan menghindari pertumpahan darah demi kepentingan umat.
Meskipun ia mewarisi kekhalifahan dari ayahnya, ia lebih memilih untuk mengedepankan harmoni dan kesejahteraan masyarakat daripada kekuasaan pribadi.
Keputusannya untuk berdamai dengan Muawiyah, meskipun kontroversial, mencerminkan sikap seorang pemimpin yang paham akan kondisi yang lebih besar.
Kepergian Hasan yang penuh misteri, ditambah dengan warisan yang ia tinggalkan, menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang dalam menghadapi tantangan kepemimpinan dan politik.
Semoga kisah hidup Hasan bin Ali terus menginspirasi kita untuk menempatkan kepentingan umat di atas segalanya.MG/ Raffirabbani Panatamahdi Adizaputra
Baca juga: 15 Ramadhan, Hari Kelahiran Hasan Cucu Pertama Rasulullah SAW
(wid)