Menteri Nasaruddin Umar: Hormati Orang Tua Meski Beda Agama

Minggu, 15 Desember 2024 - 05:15 WIB
loading...
Menteri Nasaruddin Umar:...
Islam memang telah menuntun para pemeluknya yang kebetulan berlainan agama dengan orang tua agar tetap menjalin hubungan baik dengan mereka. Ilustrasi: AI
A A A
Menteri Agama Nasaruddin Umar menekankan pentingnya anak menghormati orang tua, bahkan jika terdapat perbedaan agama .

"Dalam keadaan seperti apa pun, anak wajib hukumnya untuk menghormati dan menghargai kedua orang tuanya. Perbedaan agama tidak menjadi penghalang dalam hal ini. Seorang anak tetap wajib menghormati dan menghargai kedua orang tua," ungkap Menag, Sabtu (14/12/2024).

Hal ini Menag sampaikan saat menghadiri pernikahan antara Riyan Israyudin dan Mega Dewi di Kabupaten Klungkung, Bali. Mega Dewi merupakan putri dari Kepala Kanwil Kemenag Bali, Komang Sri Marheni. Mega menjadi muslim (muallaf) pada 2 Desember 2024, setelah sebelumnya merupakan pemeluk agama Hindu seperti ibunya.

Menag mengajak pasangan pengantin untuk selalu meminta doa dari orangtua mereka, serta mendoakan mereka, tanpa memandang latar belakang agama atau budaya. Menurut Menag, doa dari orang tua memiliki kekuatan spiritual yang luar biasa.



"Apa pun agama atau adat istiadat mereka, doa yang dipanjatkan oleh bapak atau ibu akan diijabah Tuhan. Sebaliknya, doa yang dipanjatkan seorang anak untuk orang tuanya juga akan diterima oleh Tuhan Yang Maha Kuasa," pesan Menag.

Menurutnya, manakala kita mendoakan orang tua, tidak ada perbedaan dalam makna spiritual antara agama-agama, seperti Islam dan Hindu, karena nilai universal menghormati orang tua ini ada pada keduanya.

KisahSahabat Nabi

Islam memang telah menuntun para pemeluknya yang kebetulan berlainan agama dengan orang tua agar tetap menjalin hubungan baik dengan mereka.

Kisah para sahabat menjadi contohnya. Ada sahabat Handhalah radhiyallâhu ‘anhu dari suku Aus yang memilih masuk Islam, sementara ayahnya Abu Amir bin Shaifi Ar-Rahib justru mendeklarasikan permusuhan kepada Rasulullah SAW, pindah ke Makkah bergabung dengan suku Quraisy dan berperang melawan umat Islam.

Handhalah radhiyallâhu ‘anu pun meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk membunuhnya, akan tetapi dilarang olehnya.



Demikian pula Abdullah bin Abdullah bin Ubay radhiyallâhu ‘anu juga meminta izin untuk membunuh ayahnya yaitu Abdullah bin Ubay bin Salul, pimpinan kaum munafiqin dari suku Khazraj, namun juga dilarang oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wasallam, bahkan diperintahkan untuk tetap berperilaku baik kepadanya.

Jauh sebelum mereka juga Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallâhu ‘anu, sahabat ketujuh yang masuk Islam dan salah satu dari sepuluh sahabat yang diberitakan akan masuk surga.

Setelah mengikrarkan keislamannya di usia cukup muda, 19 tahun, ibunya tidak terima dan menentangnya. Demi menggoyahkan keimanan anaknya, ia nekat mogok makan, minum dan bicara.

Namun setelah tiga hari merasa upayanya sia-sia, ia menghentikannya. Dalam kondisi seperti ini turunlah tiga ayat sekaligus yang memerintahkan Sa’d untuk tetap berbakti kepadanya

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا، وَإِنْ جَاهَدَاكَ لِتُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا، إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (العنكبوت: 8)


Artinya, “Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya.” ( QS Al-Ankabût : 8)



وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ، حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ (14) وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا، وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ، ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (15) (لقمان: 14-15)


Artinya, “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang tuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang tuamu, hanya kepada-Kulah kembalimu. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” ( QS Luqman : 14-15)

Secara substansial ayat-ayat ini memberi pengertian bahwa bagi seorang muslim yang punya orang tua berlainan agama diperintahkan untuk tetap berbakti kepada mereka.

Bahkan secara jelas dalam surat Luqman ayat 15 disampaikan secara gamblang dengan frasa: وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.

"Perintah berbakti kepada orang tua meski berlainan agama tersebut sifatnya wajib," tulis Ali bin Khalaf bin Abdul Malik bin Batthal Al-Bakri Al-Qurthubi dalam Syarh Shahîh Al-Bukhâri, [Riyadh, Maktabatur Rusyd: 1423 H/2003 M].



Kebaktian anak kepada orang tua yang berlainan agama terwujud melayani mereka sebaik mungkin, tidak meninggikan suara kepadanya, tidak berkata kasar kepadanya, memenuhi keinginan-keinginannya, mencukupi kebutuhan hidupnya semampu mungkin, dan tidak mencelakakan mereka dan semisalnya, selama tidak mengajak kemaksiatan dan kekufuran, sebagaimana tersirat dalam frasa:

وَإِنْ جَاهَدَاكَ عَلَى أَنْ تُشْرِكَ بِي مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا.


Karena tidak ada kewajiban taat kepada makhluk dalam kemaksiatan. Wallâhu a’lam.
(mhy)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1256 seconds (0.1#10.140)