Kisah Khalifah Sulaiman Menangis saat Mendengar Nasihat Salamah bin Dinar
loading...
A
A
A
Ia terdiam dan tidak menjawab.
Khalifah lantas mengulang perkataannya “Sampaikan hajatmu kepada kami wahai Abu Hazim, niscaya kami akan menunaikannya untukmu, seberapa pun besarnya.”
Ia menjawab, “Hajatku adalah agar engkau menyelamatkan saya dari neraka dan memasukkan saya ke dalam surga.”
“Itu bukan wewenangku wahai Abu Hazim,” kata khalifah.
Abu Hazim berkata, “Saya tidak memiliki hajat selain itu wahai Amirul Mukminin.”
Maka khalifah berkata, “Doakanlah aku wahai Abu Hazim.”
Ia pun berdoa, “Ya Allah, apabila hambamu Sulaiman termasuk wali-waliMu, maka permudahkanlah ia untuk (mengerjakan) kebaikan dunia dan akhirat…Namun, apabila ia termasuk musuh-musuhMu, maka perbaikilah ia dan tunjukilah ia kepada apa yang Engkau cintai dan ridlai.”
Maka, seseorang di kalangan para hadirin ada yang berkata, “Alangkah buruknya apa yang kamu katakan sejak kamu masuk menemui Amirul Mukminin…Kamu telah menjadikan khalifah muslimin termasuk musuh-musuh Allah dan kamu telah menyakitinya.”
Abu Hazim berkata, “Bahkan, alangkah buruknya apa yang kamu katakan, sungguh Allah telah mengambil janji dari para ulama agar mereka selalu mengatakan kalimatul haq, Allah berfirman, “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan kamu menyembunyikannya.” ( Surat Ali Imran : 187)
Kemudian ia menoleh kepada khalifah dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang sebelum kita dari umat-umat terdahulu selalu dalam kebaikan dan keselamatan selama para umara (pemimpin) mereka mendatangi para ulamanya dalam rangka mengharap (ilmu/nasihat) yang ada pada mereka. Kemudian didapatilah suatu kaum dari para orang-orang bodoh yang mempelajari ilmu dan mereka mendatangi para umara dengan ilmunya.”
“Mereka mengharapkan bisa memperoleh sedikit dari bagian dunia dengan ilmu tersebut, sehingga para umara tidak butuh kepada ulama, sehingga mereka menjadi hancur dan tak berdaya serta jatuh dari mata (penilaian) Allah Azza wa Jalla.
Kalau para ulama berbuat zuhud terhadap (harta) yang di miliki para umara, niscaya para umara akan cinta dan senang kepada ilmu mereka. Akan tetapi mereka (ulama) mengharap dan senang terhadap apa yang di miliki para umara, sehingga mereka (umara) bersikap tidak membutuhkan (ilmu) mereka dan meremehkan mereka.”
Khalifah berkata, “Kamu benar…tambahkan nasihatmu kepadaku wahai Abu Hazim. Aku tidak pernah melihat seseorang yang mana hikmah lebih dekat dengan ucapannya dari pada kamu.”
Ia menjawab, “Kalau engkau termasuk ahli istijabah (orang yang menerima dan melaksanakan permintaan), sungguh telah cukup bagimu apa yang telah saya katakan. Tetapi apabila engkau bukan termasuk ahlinya, maka tidaklah pantas bagiku untuk melepaskan anak panah dari busur yang tidak ada talinya.”
Khalifah berkata, “Aku bersumpah atasmu agar kamu memberikan wasiat kepadaku wahai Abi Hazim.”
Ia menjawab, “Ya…saya akan memberikan wasiat kepada anda dan akan menyingkatnya…(yaitu) agungkanlah Rabbmu Azza wa Jalla dan sucikalah Dia dari melihat anda (melakukan) apa yang Dia larang…dan (dari) Dia tidak mendapatimu (melaksanakan) apa yang anda diperintahkan-Nya.”
Kemudian dia pamit sembari mengucapkan salam.
Khalifah berkata, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan sebagai seorang alim yang bisa memberikan nasihat.”
Ketika Abu Hazim hampir sampai ke rumahnya, Amirul Mukminin telah mengirimkan sekantong penuh berisi dinar, disertai surat yang berbunyi, “Sedekahkanlah, kamu bisa mendapatkan yang seperti itu dari saya dan masih banyak…”
Khalifah lantas mengulang perkataannya “Sampaikan hajatmu kepada kami wahai Abu Hazim, niscaya kami akan menunaikannya untukmu, seberapa pun besarnya.”
Ia menjawab, “Hajatku adalah agar engkau menyelamatkan saya dari neraka dan memasukkan saya ke dalam surga.”
“Itu bukan wewenangku wahai Abu Hazim,” kata khalifah.
Abu Hazim berkata, “Saya tidak memiliki hajat selain itu wahai Amirul Mukminin.”
Maka khalifah berkata, “Doakanlah aku wahai Abu Hazim.”
Ia pun berdoa, “Ya Allah, apabila hambamu Sulaiman termasuk wali-waliMu, maka permudahkanlah ia untuk (mengerjakan) kebaikan dunia dan akhirat…Namun, apabila ia termasuk musuh-musuhMu, maka perbaikilah ia dan tunjukilah ia kepada apa yang Engkau cintai dan ridlai.”
Maka, seseorang di kalangan para hadirin ada yang berkata, “Alangkah buruknya apa yang kamu katakan sejak kamu masuk menemui Amirul Mukminin…Kamu telah menjadikan khalifah muslimin termasuk musuh-musuh Allah dan kamu telah menyakitinya.”
Abu Hazim berkata, “Bahkan, alangkah buruknya apa yang kamu katakan, sungguh Allah telah mengambil janji dari para ulama agar mereka selalu mengatakan kalimatul haq, Allah berfirman, “Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia dan jangan kamu menyembunyikannya.” ( Surat Ali Imran : 187)
Kemudian ia menoleh kepada khalifah dan berkata, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya orang-orang sebelum kita dari umat-umat terdahulu selalu dalam kebaikan dan keselamatan selama para umara (pemimpin) mereka mendatangi para ulamanya dalam rangka mengharap (ilmu/nasihat) yang ada pada mereka. Kemudian didapatilah suatu kaum dari para orang-orang bodoh yang mempelajari ilmu dan mereka mendatangi para umara dengan ilmunya.”
“Mereka mengharapkan bisa memperoleh sedikit dari bagian dunia dengan ilmu tersebut, sehingga para umara tidak butuh kepada ulama, sehingga mereka menjadi hancur dan tak berdaya serta jatuh dari mata (penilaian) Allah Azza wa Jalla.
Kalau para ulama berbuat zuhud terhadap (harta) yang di miliki para umara, niscaya para umara akan cinta dan senang kepada ilmu mereka. Akan tetapi mereka (ulama) mengharap dan senang terhadap apa yang di miliki para umara, sehingga mereka (umara) bersikap tidak membutuhkan (ilmu) mereka dan meremehkan mereka.”
Khalifah berkata, “Kamu benar…tambahkan nasihatmu kepadaku wahai Abu Hazim. Aku tidak pernah melihat seseorang yang mana hikmah lebih dekat dengan ucapannya dari pada kamu.”
Ia menjawab, “Kalau engkau termasuk ahli istijabah (orang yang menerima dan melaksanakan permintaan), sungguh telah cukup bagimu apa yang telah saya katakan. Tetapi apabila engkau bukan termasuk ahlinya, maka tidaklah pantas bagiku untuk melepaskan anak panah dari busur yang tidak ada talinya.”
Khalifah berkata, “Aku bersumpah atasmu agar kamu memberikan wasiat kepadaku wahai Abi Hazim.”
Ia menjawab, “Ya…saya akan memberikan wasiat kepada anda dan akan menyingkatnya…(yaitu) agungkanlah Rabbmu Azza wa Jalla dan sucikalah Dia dari melihat anda (melakukan) apa yang Dia larang…dan (dari) Dia tidak mendapatimu (melaksanakan) apa yang anda diperintahkan-Nya.”
Kemudian dia pamit sembari mengucapkan salam.
Khalifah berkata, “Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan sebagai seorang alim yang bisa memberikan nasihat.”
Ketika Abu Hazim hampir sampai ke rumahnya, Amirul Mukminin telah mengirimkan sekantong penuh berisi dinar, disertai surat yang berbunyi, “Sedekahkanlah, kamu bisa mendapatkan yang seperti itu dari saya dan masih banyak…”