Tahun Musibah: Habil Terbunuh, Qabil Kawin Lari Dengan Iqlima
loading...
A
A
A
Kisah berikut dinukil dari karya Syaikh Muhammad bin Ahmad bin Iyas yang diterjemahkan oleh Abdul Halim berjudul “Kisah Penciptaan dan Tokoh-tokoh Sepanjang Zaman”. (
)
Ats-Tsa’labi mengatakan, setelah Qabil tumbuh menjadi besar, dia diserahi tanggung jawab oleh Nabi Adam AS untuk mengurusi pertanian, sedangkan urusan peternakan domba diserahkan kepada Habil.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Adam untuk mengawinkan Iqlima dengan Habil, Layutsa dengan Qabil. Akan tetapi, Qabil menolak untuk menikah dengan Layutsa. Dia berkata, “Aku tidak akan kawin kecuali dengan Iqlima karena dia dilahirkan bersamaku dalam satu kandungan. Aku lebih mencintainya daripada saudara sekandung Habil.”
Pada waktu itu, menikahi saudara perempuan diperbolehkan untuk memperbanyak keturunan.
Atas perkataan Qabil ini, Adam berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau menentang Allah dalam urusan yang telah diperintahkan oleh-Nya kepadaku.”
Qabil berkata, “Aku tidak akan membiarkan saudara laki-lakiku untuk mengambil Iqlima (sebagai istrinya).”
Maka, Adam berkata, “Pergilah engkau bersama saudara laki-lakimu (Habil); lalu persembahkanlah kurban kepada Allah. Kurbankanlah barang yang terbaik yang ada pada kalian, kemudian kalian diam dan tunggulah. Siapa yang kurbannya diterima, paling berhak mendapatkan Iqlima.”
Maka, keduanya setuju. Mereka berdua pergi dan berangkat menuju Makkah. Sesampainya di sana, mereka berdua naik ke gunung yang ada di sana. Habil mengurbankan domba yang paling bagus, sementara Qabil mengurbankan gandum yang paling jelek, sudah terlepas dari tangkainya.
Qabil dan Habil diam dan menunggu apa yang akan terjadi kepada mereka. Tidak lama kemudian, dari langit turun awan putih. Awan tersebut mendekati kurban dari Qabil, tetapi kemudian berpaling darinya, lalu ia condong kepada kurban dari saudaranya, Habil. Selanjutnya, awan itu mengambil kurban Habil tersebut, lalu naik membawanya ke langit.
. وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS Al-Ma’idah : 27)
. لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
(QS Al-Maa’idah : 28).
Qabil berkata kepada saudaranya (Habil), “Seandainya engkau mengambil Iqlima, pasti aku akan membunuhmu. Aku tidak akan meninggalkan saudara perempuan kandungku yang cantik, dan aku tidak akan mengambil saudara perempuan sekandungmu yang jelek.”
Qabil berniat membunuh Habil, tetapi dia masih bingung bagaimana cara membunuhnya. Dalam keadaan demikian, si Iblis terlaknat datang kepadanya dalam bentuk salah seorang saudaranya. Kemudian dia mengambil dua buah batu dari tanah dan memukulkan yang satu kepada yang lainnya. Akibatnya batu terbelah dua.
Qabil melihatnya seraya berkata, “Mengapa tidak aku praktekkan hal itu kepada Habil.”
Ketika waktunya tiba, Qabil pergi mendatangi Habil dan dia mendapatinya sedang tidur di bawah sebuah gunung. Kemudian Qabil mengambil sebuah batu. Dia bawa batu itu dan kemudian dia lemparkan ke kepala saudaranya. Batu tersebut mengenai Habil dan membuatnya mati terbunuh.
Dialah, Qabil, anak Adam yang pertama kali melakukan tindakan pembunuhan. Ketika itu, dia berumur 20 tahun. Setelah membunuh Habil, Qabil bingung harus diapakan saudaranya itu.
Kemudian mayat Habil dia masukkan ke dalam sebuah wadah (sejenis kantong); dia pikul di atas pundaknya dan dibawa berkeliling ke berbagai tempat. Ketika itu, binatang-binatang buas dan burung berkeliling di sekitarnya, menunggu kapan dia meninggalkannya, untuk memakannya.
Sampai akhirnya Allah mengutus dua ekor gagak kepada Qabil. Salah satu dari dua gagak itu membunuh yang lainnya. Setelah membunuhnya, gagak yang membunuh menggali tanah dengan paruh dan cakarnya. Lalu kawannya yang terbunuh ia letakkan dalam lubang galian tersebut dan kemudian ditimbun kembali dengan tanah.
Ketika itu Qabil berkata: “’Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini; lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?’ Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.” (QS Al-Maa’idah:32).
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa Qabil tidak menyesal karena telah membunuh, tetapi dia menyesal karena membawa mayatnya, harus dibawa ke mana mayat saudaranya itu.
Menurut sebuah riwayat, Qabil membawa-bawa mayat itu selama setahun dan dia tidak tahu harus dibagaimanakan mayat saudaranya itu.
Pengarang kitab Mir’at az-Zaman mengatakan bahwa para ahli nujum mengatakan bintang berekor belum pernah muncul di dunia kecuali ketika terbunuhnya Habil, Ibrahim al-Khalil dilemparkan ke dalam api, hancurnya kaum ‘Ad, dan tenggelamnya Fir’aun.
Dan semenjak itu belum pernah muncul lagi kecuali ketika muncul kejadian seperti menyebarnya wabah penyakit atau terbunuhnya seorang raja. Bintang tersebut pernah muncul di awal perkembangan Islam, ketika Perang Badar Kubra, ketika terbunuhnya Utsman bin Affan, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Demikianlah menurut penelitian. Wallahu a’lam.
Ats-Tsa’labi mengatakan, setelah Habil terbunuh, bumi berguncang. Itulah guncangan yang pertama kali terjadi di muka bumi. Di waktu itu, bumi berguncang sebanyak 7 kali hingga tujuh hari sejak terbunuhnya Habil.
Pada saat itu, terjadi gerhana matahari. Itulah gerhana matahari pertama yang terjadi di dunia. Ats-Tsa’labi menambahkan, setelah Habil terbunuh, dalam beberapa jenis pohon tumbuh duri; rasa buah-buahan berubah, dan rasa air ada yang menjadi asin.
Ketika itu, Adam berada di tanah Hindi (India). Dia tidak mengetahui anak tercintanya (Habil) terbunuh.
Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, setelah Qabil membunuh saudaranya, Habil, di Gunung Qasiyun, bumi menelan darahnya. Kemudian Allah bertanya kepada Qabil, “Di mana saudaramu?”
Qabil menjawab, “Saya tidak tahu.”
Maka, Allah berfirman kepadanya, “Sesungguhnya darah saudaramu mengatakan dari bumi bahwa engkau telah membunuhnya.”
Qabil bertanya, “Wahai Tuhanku, di mana darahnya?”
Maka, sejak saat itu Allah mengharamkan bumi untuk menyerap semua jenis darah.
Ketika Adam merasakan kesumpekan dalam dadanya, dia pergi ke tanah tersebut untuk mengetahui apa yang telah terjadi di sana. Setelah sampai ke tempat anak-anaknya, dia tahu bahwa anaknya, Habil, telah terbunuh.
Selanjutnya, Qabil mengambil domba-domba Habil dan menikah dengan Iqlima. Ketika Adam datang kepadanya, dia kabur. Kemudian dia pindah ke tempat lain karena takut kepada bapaknya.
Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, setelah Adam merasa yakin anaknya telah terbunuh, dia menangis. Begitu juga Hawa. Ketika telah mengetahui kejadian itu, dia berteriak. Dan tahun itu menjadi tahun musibah bagi anak-anak mereka. Adam meratapi anaknya dengan syair berikut:
Negeri dan orang yang ada di atasnya telah berubah,
sebab permukaan bumi berdebu dan jelek.
Semua yang berasa dan berwarna berubah,
dan keceriaan wajah yang manis berkurang.
Bagaimana aku tidak meratapi darah yang tertumpah,
sementara mata tidak bisa tidur dan terluka.
Qabil telah membunuh Habil, saudaranya.
Oh, betapa malangnya wajah yang tampan.
Inilah syair yang pertama kali digubah di muka bumi. Para pakar sejarah sepakat akan kebenaran syair tersebut dari Adam as, kecuali Syaikh Abu al-Faraj Ibn al-Jauzi. Menurutnya, Adam tidak pernah melantunkan syair. Salah satu bukti yang menguatkannya adalah bahwa Adam itu termasuk orang yang menggunakan bahasa Suryani.
Seandainya benar syair tersebut berasal dari Adam, maka sebetulnya bait-bait syair tersebut adalah kalimat-kalimat Suryani, dan kemudian diarabkan menjadi bait-bait syair. ( )
Ats-Tsa’labi mengatakan, setelah Qabil tumbuh menjadi besar, dia diserahi tanggung jawab oleh Nabi Adam AS untuk mengurusi pertanian, sedangkan urusan peternakan domba diserahkan kepada Habil.
Kemudian Allah mewahyukan kepada Adam untuk mengawinkan Iqlima dengan Habil, Layutsa dengan Qabil. Akan tetapi, Qabil menolak untuk menikah dengan Layutsa. Dia berkata, “Aku tidak akan kawin kecuali dengan Iqlima karena dia dilahirkan bersamaku dalam satu kandungan. Aku lebih mencintainya daripada saudara sekandung Habil.”
Pada waktu itu, menikahi saudara perempuan diperbolehkan untuk memperbanyak keturunan.
Atas perkataan Qabil ini, Adam berkata, “Wahai anakku, janganlah engkau menentang Allah dalam urusan yang telah diperintahkan oleh-Nya kepadaku.”
Qabil berkata, “Aku tidak akan membiarkan saudara laki-lakiku untuk mengambil Iqlima (sebagai istrinya).”
Maka, Adam berkata, “Pergilah engkau bersama saudara laki-lakimu (Habil); lalu persembahkanlah kurban kepada Allah. Kurbankanlah barang yang terbaik yang ada pada kalian, kemudian kalian diam dan tunggulah. Siapa yang kurbannya diterima, paling berhak mendapatkan Iqlima.”
Maka, keduanya setuju. Mereka berdua pergi dan berangkat menuju Makkah. Sesampainya di sana, mereka berdua naik ke gunung yang ada di sana. Habil mengurbankan domba yang paling bagus, sementara Qabil mengurbankan gandum yang paling jelek, sudah terlepas dari tangkainya.
Qabil dan Habil diam dan menunggu apa yang akan terjadi kepada mereka. Tidak lama kemudian, dari langit turun awan putih. Awan tersebut mendekati kurban dari Qabil, tetapi kemudian berpaling darinya, lalu ia condong kepada kurban dari saudaranya, Habil. Selanjutnya, awan itu mengambil kurban Habil tersebut, lalu naik membawanya ke langit.
. وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ آدَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ
Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS Al-Ma’idah : 27)
. لَئِنْ بَسَطْتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِي مَا أَنَا بِبَاسِطٍ يَدِيَ إِلَيْكَ لأقْتُلَكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
(QS Al-Maa’idah : 28).
Qabil berkata kepada saudaranya (Habil), “Seandainya engkau mengambil Iqlima, pasti aku akan membunuhmu. Aku tidak akan meninggalkan saudara perempuan kandungku yang cantik, dan aku tidak akan mengambil saudara perempuan sekandungmu yang jelek.”
Qabil berniat membunuh Habil, tetapi dia masih bingung bagaimana cara membunuhnya. Dalam keadaan demikian, si Iblis terlaknat datang kepadanya dalam bentuk salah seorang saudaranya. Kemudian dia mengambil dua buah batu dari tanah dan memukulkan yang satu kepada yang lainnya. Akibatnya batu terbelah dua.
Qabil melihatnya seraya berkata, “Mengapa tidak aku praktekkan hal itu kepada Habil.”
Ketika waktunya tiba, Qabil pergi mendatangi Habil dan dia mendapatinya sedang tidur di bawah sebuah gunung. Kemudian Qabil mengambil sebuah batu. Dia bawa batu itu dan kemudian dia lemparkan ke kepala saudaranya. Batu tersebut mengenai Habil dan membuatnya mati terbunuh.
Dialah, Qabil, anak Adam yang pertama kali melakukan tindakan pembunuhan. Ketika itu, dia berumur 20 tahun. Setelah membunuh Habil, Qabil bingung harus diapakan saudaranya itu.
Kemudian mayat Habil dia masukkan ke dalam sebuah wadah (sejenis kantong); dia pikul di atas pundaknya dan dibawa berkeliling ke berbagai tempat. Ketika itu, binatang-binatang buas dan burung berkeliling di sekitarnya, menunggu kapan dia meninggalkannya, untuk memakannya.
Sampai akhirnya Allah mengutus dua ekor gagak kepada Qabil. Salah satu dari dua gagak itu membunuh yang lainnya. Setelah membunuhnya, gagak yang membunuh menggali tanah dengan paruh dan cakarnya. Lalu kawannya yang terbunuh ia letakkan dalam lubang galian tersebut dan kemudian ditimbun kembali dengan tanah.
Ketika itu Qabil berkata: “’Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini; lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?’ Karena itu, jadilah dia seorang di antara orang-orang yang menyesal.” (QS Al-Maa’idah:32).
Sebagian ulama tafsir mengatakan bahwa Qabil tidak menyesal karena telah membunuh, tetapi dia menyesal karena membawa mayatnya, harus dibawa ke mana mayat saudaranya itu.
Menurut sebuah riwayat, Qabil membawa-bawa mayat itu selama setahun dan dia tidak tahu harus dibagaimanakan mayat saudaranya itu.
Pengarang kitab Mir’at az-Zaman mengatakan bahwa para ahli nujum mengatakan bintang berekor belum pernah muncul di dunia kecuali ketika terbunuhnya Habil, Ibrahim al-Khalil dilemparkan ke dalam api, hancurnya kaum ‘Ad, dan tenggelamnya Fir’aun.
Dan semenjak itu belum pernah muncul lagi kecuali ketika muncul kejadian seperti menyebarnya wabah penyakit atau terbunuhnya seorang raja. Bintang tersebut pernah muncul di awal perkembangan Islam, ketika Perang Badar Kubra, ketika terbunuhnya Utsman bin Affan, terbunuhnya Ali bin Abi Thalib. Demikianlah menurut penelitian. Wallahu a’lam.
Ats-Tsa’labi mengatakan, setelah Habil terbunuh, bumi berguncang. Itulah guncangan yang pertama kali terjadi di muka bumi. Di waktu itu, bumi berguncang sebanyak 7 kali hingga tujuh hari sejak terbunuhnya Habil.
Pada saat itu, terjadi gerhana matahari. Itulah gerhana matahari pertama yang terjadi di dunia. Ats-Tsa’labi menambahkan, setelah Habil terbunuh, dalam beberapa jenis pohon tumbuh duri; rasa buah-buahan berubah, dan rasa air ada yang menjadi asin.
Ketika itu, Adam berada di tanah Hindi (India). Dia tidak mengetahui anak tercintanya (Habil) terbunuh.
Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, setelah Qabil membunuh saudaranya, Habil, di Gunung Qasiyun, bumi menelan darahnya. Kemudian Allah bertanya kepada Qabil, “Di mana saudaramu?”
Qabil menjawab, “Saya tidak tahu.”
Maka, Allah berfirman kepadanya, “Sesungguhnya darah saudaramu mengatakan dari bumi bahwa engkau telah membunuhnya.”
Qabil bertanya, “Wahai Tuhanku, di mana darahnya?”
Maka, sejak saat itu Allah mengharamkan bumi untuk menyerap semua jenis darah.
Ketika Adam merasakan kesumpekan dalam dadanya, dia pergi ke tanah tersebut untuk mengetahui apa yang telah terjadi di sana. Setelah sampai ke tempat anak-anaknya, dia tahu bahwa anaknya, Habil, telah terbunuh.
Selanjutnya, Qabil mengambil domba-domba Habil dan menikah dengan Iqlima. Ketika Adam datang kepadanya, dia kabur. Kemudian dia pindah ke tempat lain karena takut kepada bapaknya.
Ibnu ‘Abbas ra mengatakan, setelah Adam merasa yakin anaknya telah terbunuh, dia menangis. Begitu juga Hawa. Ketika telah mengetahui kejadian itu, dia berteriak. Dan tahun itu menjadi tahun musibah bagi anak-anak mereka. Adam meratapi anaknya dengan syair berikut:
Negeri dan orang yang ada di atasnya telah berubah,
sebab permukaan bumi berdebu dan jelek.
Semua yang berasa dan berwarna berubah,
dan keceriaan wajah yang manis berkurang.
Bagaimana aku tidak meratapi darah yang tertumpah,
sementara mata tidak bisa tidur dan terluka.
Qabil telah membunuh Habil, saudaranya.
Oh, betapa malangnya wajah yang tampan.
Inilah syair yang pertama kali digubah di muka bumi. Para pakar sejarah sepakat akan kebenaran syair tersebut dari Adam as, kecuali Syaikh Abu al-Faraj Ibn al-Jauzi. Menurutnya, Adam tidak pernah melantunkan syair. Salah satu bukti yang menguatkannya adalah bahwa Adam itu termasuk orang yang menggunakan bahasa Suryani.
Seandainya benar syair tersebut berasal dari Adam, maka sebetulnya bait-bait syair tersebut adalah kalimat-kalimat Suryani, dan kemudian diarabkan menjadi bait-bait syair. ( )
(mhy)