Bersikap Jujur dalam Amalan-amalan Hati
loading...
A
A
A
Orang ini mengira dan meyakini bahwa dia mati syahid, maka Allah pun menyanggahnya dengan berkata:
كَذَبْتَ
“Kamu bohong, kamu tidak jujur.”
Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala menafikan kejujuran hati dari orang ini, bahwa niatnya tidak jujur dan lisan mengungkapkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di dalam hati. “Sebenarnya tujuanmu berperang agar dipuji, kamu lakukan semua itu agar kamu dikatakan pemberani, kamu dikatakan pahlawan, kamu dikatakan begini dan begitu,” yaitu dia melakukan itu untuk mendapatkan pujian dari manusia
(Baca juga : Teh Hijau dan Cokelat Hitam Membantu Mencegah Infeksi COVID-19 )
“Dan kamu sudah mendapatkan pujian itu,” itulah yang kamu kejar dan kamu telah mendapatkannya. Ini sesuatu yang tidak dia kira. Rahasia ini Allah bongkar pada hari kiamat. Orang-orang tidak tahu, tapi Allah Maha Tahu.
Ini sesuatu yang kadang-kadang luput dari perhatian kita. Apalagi zaman sekarang ini, zaman medsos. Manusia kadang-kadang tidak sadar bahwa dia memamerkan amal-amal ibadahnya di medsos; di Facebook, di Instagram, di WhatsApp atau media-media sosial lainnya, dia pamerkan di situ amal-amal akhiratnya. Tanpa dia sadari sebenarnya dia jatuh di dalam perkara riya’, riya’ menggerogoti hatinya. Sehingga tujuan dia ketika beramal adalah agar mendapatkan komentar manusia.
(Baca juga : Di Tengah Polemik RKT, Anggota DPRD DKI Ini Malah Lunasi Tunggakan Siswi SMK Tak Mampu )
Pamer itu akan membangkitkan rasa sombong, takabur dan berbangga-bangga dengan apa yang dimiliki serta jatuh dalam hasad, tamak dan yang lainnya. Itu kalau kita memamerkan dunia yang kita miliki di media-media sosial itu. Ketika kita melihat orang lain berkompetisi dengan kita di dalam urusan dunia tersebut, saling pamer di media sosial, hingga tanpa terasa muncullah hasad, muncul sombong dan penyakit-penyakit hati yang bisa mematikan hati itu, membuat hati sekarat dan kritis. Sehingga kadang-kadang segala sesuatu harus ditampilkan di media sosial.
Di dalam urusan akhirat, itu lebih parah. Karena berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit hati yang kita sebutkan tadi; riya’, sum’ah, ‘ujub. Dan itu semua akan menggerogoti amal seseorang. Maka hati-hati ketika kita selalu memerkan apa yang ada pada kita di media-media sosial tersebut.
(Baca juga : Zionis Mulai Khawatir Iran Akan Serang Kepentingan Israel di Luar Negeri )
Kita lihat itu menjadi ajang sekarang ini untuk berbangga-bangga, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Tidak ada satu aktivitas pun yang luput dari pemberitaan, semuanya diupload. Hingga kadang-kadang seseorang itu merasa tidak lengkap hidupnya kalau belum memamerkan sesuatu dari dirinya. Dan dia senantiasa menunggu apa komentar manusia, apa kata manusia. Hatinya akan berbunga-bunga kalau dia mendapatkan pujian, minimal dapat apresiasi dalam bentuk gambar sekalipun, dia sudah merasa puas. Dan besok dia berusaha untuk melakukan sesuatu yang lain untuk itu.
Ini adalah perkara yang sangat membahayakan bagi hati. Sekarang manusia tidak tahu, tapi nanti Allah akan bongkar rahasia itu. Sampai rahasia yang terdalam yang mungkin Si Hamba tersebut tidak menyadari rahasia itu.
Wallahu A'lam
كَذَبْتَ
“Kamu bohong, kamu tidak jujur.”
Jadi Allah Subhanahu wa Ta’ala menafikan kejujuran hati dari orang ini, bahwa niatnya tidak jujur dan lisan mengungkapkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada di dalam hati. “Sebenarnya tujuanmu berperang agar dipuji, kamu lakukan semua itu agar kamu dikatakan pemberani, kamu dikatakan pahlawan, kamu dikatakan begini dan begitu,” yaitu dia melakukan itu untuk mendapatkan pujian dari manusia
(Baca juga : Teh Hijau dan Cokelat Hitam Membantu Mencegah Infeksi COVID-19 )
“Dan kamu sudah mendapatkan pujian itu,” itulah yang kamu kejar dan kamu telah mendapatkannya. Ini sesuatu yang tidak dia kira. Rahasia ini Allah bongkar pada hari kiamat. Orang-orang tidak tahu, tapi Allah Maha Tahu.
Ini sesuatu yang kadang-kadang luput dari perhatian kita. Apalagi zaman sekarang ini, zaman medsos. Manusia kadang-kadang tidak sadar bahwa dia memamerkan amal-amal ibadahnya di medsos; di Facebook, di Instagram, di WhatsApp atau media-media sosial lainnya, dia pamerkan di situ amal-amal akhiratnya. Tanpa dia sadari sebenarnya dia jatuh di dalam perkara riya’, riya’ menggerogoti hatinya. Sehingga tujuan dia ketika beramal adalah agar mendapatkan komentar manusia.
(Baca juga : Di Tengah Polemik RKT, Anggota DPRD DKI Ini Malah Lunasi Tunggakan Siswi SMK Tak Mampu )
Pamer itu akan membangkitkan rasa sombong, takabur dan berbangga-bangga dengan apa yang dimiliki serta jatuh dalam hasad, tamak dan yang lainnya. Itu kalau kita memamerkan dunia yang kita miliki di media-media sosial itu. Ketika kita melihat orang lain berkompetisi dengan kita di dalam urusan dunia tersebut, saling pamer di media sosial, hingga tanpa terasa muncullah hasad, muncul sombong dan penyakit-penyakit hati yang bisa mematikan hati itu, membuat hati sekarat dan kritis. Sehingga kadang-kadang segala sesuatu harus ditampilkan di media sosial.
Di dalam urusan akhirat, itu lebih parah. Karena berpotensi menimbulkan penyakit-penyakit hati yang kita sebutkan tadi; riya’, sum’ah, ‘ujub. Dan itu semua akan menggerogoti amal seseorang. Maka hati-hati ketika kita selalu memerkan apa yang ada pada kita di media-media sosial tersebut.
(Baca juga : Zionis Mulai Khawatir Iran Akan Serang Kepentingan Israel di Luar Negeri )
Kita lihat itu menjadi ajang sekarang ini untuk berbangga-bangga, baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat. Tidak ada satu aktivitas pun yang luput dari pemberitaan, semuanya diupload. Hingga kadang-kadang seseorang itu merasa tidak lengkap hidupnya kalau belum memamerkan sesuatu dari dirinya. Dan dia senantiasa menunggu apa komentar manusia, apa kata manusia. Hatinya akan berbunga-bunga kalau dia mendapatkan pujian, minimal dapat apresiasi dalam bentuk gambar sekalipun, dia sudah merasa puas. Dan besok dia berusaha untuk melakukan sesuatu yang lain untuk itu.
Ini adalah perkara yang sangat membahayakan bagi hati. Sekarang manusia tidak tahu, tapi nanti Allah akan bongkar rahasia itu. Sampai rahasia yang terdalam yang mungkin Si Hamba tersebut tidak menyadari rahasia itu.
Wallahu A'lam
(wid)