Pentingnya Berbaik Sangka Kepada Sesama Muslim

Minggu, 03 Januari 2021 - 06:01 WIB
loading...
Pentingnya Berbaik Sangka Kepada Sesama Muslim
Ingin tahu semua urusan orang lain adalah satu sifat yang buruk. Karena tidak semua yang berkaitan dengan orang lain harus kita ketahui, abaikan saja dan kita tidak perlu mendengar. Foto ilustrasi/ist
A A A
Berbaik sangka (husnudzan) merupakan cerminan kebersihan hati . Salah satu bentuk kebersihan hati seorang muslim adalah dalam hubungannya dengan sesama manusia, terlebih lagi dengan sesama muslim agar dapat menjalin ukhuwah Islamiyah .

Dengan berbaik sangka inilah pintu-pintu kebaikan akan terbuka lebar di hadapan kita. Maka apabila seorang muslim mendengar berita bahwa saudaranya sesama muslim melakukan keburukan misalnya, maka hendaklah ia menyikapinya dengan arif. Yaitu dengan memberi seribu kemungkinan atau alasan mengapa ia sampai melakukan keburukan tersebut. Sebaliknya, jika berita tentang saudaranya itu adalah suatu kebaikan, maka hendaklah ia bahagia karenanya serta mengartikan kebaikan itu dengan kebaikan pula.

(Baca juga : 3 Klasifikasi Hati yang Membuat Manusia Gampang Berubah )

Dinukil dari ceramah Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary, Lc, MA di laman dakwah onlinenya, ia mengatakan seperti itulah yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ketika terjadi fitnah yang menerpa diri ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anhu hingga tuduhan itu menodai rumah tangga Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Nabi Shallallahu alaihi sallam ditanya: “Bagaimana pandanganmu tentang keluargamu (yaitu istrimu) maka Nabi berkata kepada kaum muslimin:

وَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ عَلَى أَهْلِي إِلاَّ خَيْرًا

“Demi Allah, aku tidak tahu tentang keluargaku selain kebaikan.”

(Baca Juga : Ketika Ujian Mendapatkan Suami yang Tidak Saleh )

Jadi di tengah-tengah fitnah yang menerpa ‘Aisyah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengedepankan husnudzan, tidak mengedepankan perasaan atau cemburu atau yang lainnya. Tapi beliau mengedepankan husnudzan kepada seorang muslim, siapapun itu, keluarga kita ataupun orang lain.

(Baca juga: Inilah Lantunan Suara-suara Paling Merdu yang Ada di Surga )

Menurut dai yang menulis buku "Mencetak Generasi Rabbani" ini, seorang mukmin harus menghindari lawan dari husnudzan, yaitu adalah su’udzan (berburuk sangka). Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang-orang yang beriman agar membersihkan hati mereka dari sifat yang bisa membawa dosa ini, yaitu su’udzan kepada saudara kita sesama muslim.

Allah mengatakan dalam surat Al-Hujarat:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّـهَ ۚ إِنَّ اللَّـهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ ﴿١٢﴾

“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari prasangka (y aitu prasangka-prasangka buruk), sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa (salah). Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu akan merasa jijik dengannya. Dan bertakwalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Menerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang kita mengikuti prasangka, karena prasangka itu banyak melahirkan dosa. Mungkin dalam kenyataan hidup sehari-hari kita sering berprasangka buruk terhadap saudara kita atau satu berita yang sampai kepada kita tentangnya. Lalu kita berprasangka buruk terhadap saudara kita itu.

(Baca juga: Ketika Bepergian, Jangan Lupa Perhatikan 7 Adab Ini )

Karena itu, Ustadz Abu Ihsan mengingatkan, kita harus bijak terhadap berita-berita yang sampai kepada kita. Jangan kita langsung menjatuhkan suatu ketentuan hukum atas berita yang kita dengar tentang saudara kita yang boleh jadi nantinya tidak seperti yang kita katakan itu, sehingga kita menyesalinya.

Maka bijaklah kita di dalam menerima berita dan bijak jugalah kita di dalam menyampaikan berita. Batasilah aktivitas kita di media sosial karena itu banyak mendatangkan keburukan-keburukan.

Yang sangat menyedihkan, hari ini sedikit orang yang selamat dari hal tersebut. Maka kita harus berhati-hati di dalam bab ini. Jangan sampai kita merusak dan merobek kehormatan orang lain. Seperti yang Allah katakan bahwa ghibah itu seperti kamu memakan daging bangkai saudaramu.

(Baca juga: Vaksin Sinovac Disebut Hanya untuk Uji Coba Klinis, Kemenkes Pastikan Hoaks )

Seseorang menulis komentar di halaman facebook saudaranya yang akhirnya saling jatuh-menjatuhkan dan saling vonis satu sama lain, ini adalah satu hal yang tidak perlu sebenarnya. Tapi begitulah kenyataannya hari ini, seolah-oleh kalau tidak bermedsos ketinggalan zaman.

Kita tidak mengharamkan benda-benda itu dan benar ada manfaatnya juga. Akan tetapi kita harus tahu batas-batasnya. Banyak orang tidak tahu batas-batasnya.

Ingat bahwa apa yang kita tulis di media sosial itu adalah seperti apa yang kita omongkan. Kalaulah yang kita ucapkan itu ditulis dan masuk dalam buku catatan amal kita, bagaimana pula yang memang kita tulis? Tentunya ini akan kita bawa nantinya ke hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk dipertanggungjawabkan. Setiap kata-kata, setiap tulisan yang kita tuliskan di media sosial itu akan kita pertanggungjawabkan. Maka bijaklah dalam menggunakannya.

(Baca juga: Gelombang ke-12 Kartu Prakerja Siap Dibuka, Pantau Terus )

Tidak semua berita harus kita dengar

Ustadz Abu Ihsan menyarankan, kadang-kadang ada beberapa berita-berita, apalagi itu menyangkut saudara kita, maka harus kita abaikan. Karena kadang-kadang hati ini susah untuk kita kendalikan. Ada saja was-was setan untuk berprasangka buruk terhadap saudara kita itu dari berita yang sampai kepada kita. Hati ini sepertinya terusik untuk mengomentarinya atau ikut campur dalam urusan orang lain.

Maka ingin tahu semua urusan orang lain adalah satu sifat yang buruk. Karena tidak semua yang berkaitan dengan orang lain harus kita ketahui, abaikan saja dan kita tidak perlu mendengar.

(Baca juga: Unik dan Bersejarah Masjid Muhammad Cheng Ho Sriwijaya di Kota Palembang )

Dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam juga memerintahkan umat beliau agar menjauhi buruk sangka dan perbuatan-perbuatan buruk lainnya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيثِ

“Hati-hati terhadap berprasangka (terlalu baper) karena prasangka itu adalah sedusta-dusta perkataan.”

وَلَا تَحَسَّسُوا وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا تَبَاغَضُوا، وَكُونُوا عِبَادَ الله إِخْوَانًا

“Maka janganlah kalian saling menguping pembicaraan orang lain, memata-matai orang lain, jangan pula berpura-pura menawar barang dengan harga tinggi untuk mempengaruhi pembeli lainnya agar menawar dengan harga yang lebih tinggi lagi, janganlah saling mendengki, saling membenci, saling membelakangi, akan tetapi hendaklah kalian menjadi hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Muslim)

(Baca juga: Kenali Ragam Manfaat Bawang Putih, Atasi Kolesterol Hingga Hipertensi )

Terkadang kita mencari tahu berita tentang saudara kita, kita telusuri jejak media sosialnya untuk mencari tahu tentang siapa si fulan dan kegiatannya. Kita menyelidiki seseorang ibarat intel menyelidiki seseorang. Pertanyaannya adalah apa perlu seperti itu? Ini seperti kurang pekerjaan.

"Kita melihat masa lalunya, kita temukan hal-hal yang buruk tentangnya lalu kita hakimi dia dan muncul prasangka buruk terhadapnya. Padahal mungkin sekarang sudah tidak seperti itu lagi. Atau mungkin akunnya dibajak orang sehingga muncul hal-hal yang tidak baik di situ, bisa saja. Maka jangan memata-matai suatu kaum,"tandasnya.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2962 seconds (0.1#10.140)