Khatmul-Qur’an Dilakukan di Era Khalifah Usman bin Affan

Senin, 13 April 2020 - 09:29 WIB
loading...
Khatmul-Qur’an Dilakukan di Era Khalifah Usman bin Affan
Tak banyak perubahan tradisi salat di malam Ramadhan pada era Usman bin Affan. Foto/Ilustrasi: Ist
A A A
TATA cara salat malam di bulan Ramadhan pada era Usman bin Affan radhiyallahu 'anhu (RA) melanjutkan tradisi yang telah dikembangkan Sayyidina Umar bin Khattab. Kala itu, para sahabat tidak ada yang menolak. Tidak sedikit ulama yang menyebut bahwa format tarawih dengan berjamaah dan 20 rakaat ditambah menjadi 23 rakaat plus witir itu adalah sebuah ijma’ alias konsensus.

Menurut Ahmad Zarkasih Lc, penulis buku "Sejarah Tarawih", perbedaan yang ada antara Utsman RA dan Umar hanyalah terjadi pada posisi imam. Yang pada zaman Utsman RA , posisi imam lebih banyak ditempati oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA, ya walaupun tidak di semua malam Ramadhan. Beliau menjadi Imam pada masa Utsman hanya 20 malam saja. Sisanya beliau menyendiri memaksimalkan malam 10 akhir ramadhan. Dan di masjid, 10 malam terakhir dipimpin oleh Abu Halimah Muadz al-Qari’.

Begitu riwayat yang direkam oleh Imam al-baihaqi dalam kitab Sunannya: Dari Hasan, beliau berkata: Ali bin Abi Thalib menjadi Imam pada zaman Utsman bin ‘Affan selama 20 malam. Kemudian menyendiri. Beberapa orang menyebut, beliau (Ali) beribadah sendiri. Kemudian (10 malam terakhir) diteruskan oleh Abu Halimah Mu’adz al-Qari’ , dan beliau membaca Qunut (di salat witir). (Hr al-baihaqi).

Jika tadinya Umar RA mengumpulkan banyak imam untuk saling bergantian menjadi imam, sedangkan Utsman RA tidak melelang posisi imam. Beliau hanya memberikan posisi itu kepada 2 orang, yakni Ali bin Abi Thalib sebagai Imam utama dan penggantinya di 10 terakhir adalah Abu Halimah Mu’adz al-Qari’.

Hal yang juga menjadi corak khas zaman Utsman RA menjadi khalifah dan menjadi pembeda serta juga bisa dikatakan sebagai tradisi baru yang dijalankan; adanya doa Khatmul-Qur’an di ujung salat tarawih. Dan di akhir rakaat, yakni rakaat ke 20, dibacakan surat terakhir; al-Naas yang kemudian disusul dengan doa khatam Qur’an sebelum ruku’.

Ini yang kita dapati dari beberapa riwayat termasuk riwayat yang disebutkan oleh Imam Ibn Qudamah; salah satu ulama al-Hanabilah, dalam kitabnya yang Masyhur; al-Mughni (2/125).

Hanbal mengatakan: aku mendengar Imam Ahmad berkata pada masalah Khatam Qur’an: “Jika kalian selesai membaca qul ‘Audzu birabbinNaas, angkatlah tangamu untuk berdosa sebelum ruku’. Aku mengatakan: kepada siapa kau mengikuti hal ini?

Beliau (Imam Ahmad) menjawab: aku melihat orang-orang Makkah mengerjakan ini. dan Sufyan bin ‘Uyaynah juga mengerjakannya di Mekkah.

Abbas bin Abdul ‘Adzim mengatakan: seperti itu kami mendapati orang Makkah dan juga orang Bashrah. Dan orang-orang Madinah mencontoh itu karena disebutkan itu dilakukan sejak zaman Utsman bin ‘Affan.

Itu juga berarti bahwa apa yang dianjurkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal itu adalah sesuatu yang memang sudah dikerjakan oleh penduduk 3 kota ulama-ulama Islam; Makkah, Madinah dan Bashrah.

Dan ketiganya itu melakukan sebab didahului oleh apa yang dikerjakan dan terjadi di zaman Sayyidina Utsman bin ‘Affan. Hanya saja memang tidak diketahui dengan pasti, apakah khatam Quran itu dilakukan di setiap malam atau hanya dikerjakan di akhir Ramadhan, yakni di malam terakhir tarawih.
(mith)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2452 seconds (0.1#10.140)