Di Mana Posisi Kita? Begini Jawaban Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani

Rabu, 13 Januari 2021 - 17:46 WIB
loading...
Di Mana Posisi Kita? Begini Jawaban Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani
Hadrat Syaikh Abdul Qadir/Foto/Ilustrasi/Ist
A A A
SETIAP orang berada dalam salah satu dari kedua hal ini: pengupaya atau yang diupayakan.

"Bila kau seorang pengupaya, maka kau terbebani dan penanggung beban yang memikul segala yang sulit dan berat. Hal ini dikarenakan kau adalah seorang pengupaya," tutur Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani dalam kitabnya Futuh Al-Ghaib , risalah ke-71. ( )

Seorang pengupaya, katanya, mesti bekerja keras dan disalahkan, hingga ia memperoleh yang dikehendakinya. "Tak patut bagimu mengelak dari kesulitan-kesulitan yang merundungmu sampai deritamu sirna. Maka kau akan diselamatkan dari segala macam suara, noda, kekejian, kehinaan, rasa sakit, derita dan kertergantungan kepada orang. Maka kau akan dimasukkan ke dalam kelompok orang yang dicintai Allah," lanjutnya.

Di sisi lain, bila kau adalah yang diupayakan, Syaikh Abdul Qadir mengatakan, maka jangan salahkan Allah jika Dia menimpakan musibah atasmu. "Juga, jangan kau ragukan kedudukanmu di hadapan-Nya, sebab Dia telah mengujimu agar kau meraih kedudukan tinggi. Dia hendak meningkatkan kedudukanmu ke tingkat wali dan badal," ujarnya.

Syaikh Abdul Qadir lalu bertanya, "Sukakah kau bila kedudukanmu berada di bawah kedudukan mereka, atau bila busana kemuliaan, nur dan rahmatmu tak seperti busana kemuliaan, nur dan rahmat mereka?" ( )

Meski kau puas dengan kedudukan rendahmu, katanya, tapi Allah SWT tak menyukainya.

Dalam hal ini Dia berfirman: “Dan Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.” (QS.2:232)

Dia telah memilihkan untukmu sesuatu yang lebih tinggi, lebih cerah, lebih baik dan lebih mulia, sedang kau menampiknya.

Jika kau berkata: bagaimana benar pengabdi sempurna mesti diuji, sedang kau berkata bahwa ujian dimaksudkan bagi sang pencinta, padahal pilihan Allah adalah orang yang dicintai-Nya?

Pertama kami sebutkan aturannya, kata Syaikh Abdul Qadir, kemudian pengecualian yang mungkin. Tiada dua pendapat bahwa Nabi SAW adalah yang paling dicintai dan yang paling banyak diuji.

Rasulullah SAW bersabda: “Aku telah demikian takut karena Allah, tiada seorang pun yang terancam sepertiku dan aku telah demikian menderita karena Allah, tiada seorang pun yang menderita sepertiku. Telah datang padaku tiga puluh hari dan malam yang di dalamnya kami tak punya makanan sebanyak yang diapit di bawah ketiak Bilal.”



“Sesungguhnya kami, para nabi, adalah yang paling banyak diuji; kemudian mereka yang kedudukannya lebih rendah dan seterusnya.”

“Aku adalah yang paling tahu tentang Allah dan yang paling takut kepada-Nya di antara kamu semua.”

Nah, bagaimana bisa sang tercinta diuji dan takut, padahal ia adalah orang pilihan dan pengabdi sempurna? Syaikh Abdul Qadir menjelaskan, hal ini dikarenakan Dia hendak membuat mereka meraih, sebagaimana telah kami tunjukkan, kedudukan-kedudukan kehidupan surgawi takkan meningkat kecuali melalui amal-amal saleh di kehidupan duniawi ini.

"Kehidupan duniawi merupakan tanah garapan kehidupan ukhrawi, dan amal-amal saleh para Nabi dan wali, setelah menunaikan perintah-perintah dan menghindari larangan-larangan, berada dalam kesabaran dan keridhaan di tengah-tengah cobaan," tuturnya.



"Kemudian", lanjutnya, "cobaan dijauhkan dari mereka dan mereka dianugrahi rahmat-rahmat Allah, karunia-Nya dan kasih-sayang-Nya sampai mereka menghadap Tuhan mereka di akhirat yang abadi," demikian Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1486 seconds (0.1#10.140)