Kisah Urwah Jadikan Salat Sebagai Obat Bius Saat Diamputasi

Kamis, 21 Januari 2021 - 05:01 WIB
loading...
Kisah Urwah Jadikan Salat Sebagai Obat Bius Saat Diamputasi
Kisah Urwah Bin Zubair ketika sakit adalah satu dari banyak kisah yang menjadikan sabar dan salat sebagai penolong. Foto ilustrasi/dok wikimedia
A A A
Kisah putra sahabat terkemuka ini benar-benar luar biasa. Ujian sakit yang dialaminya layak dijadikan hikmah dan pelajaran berharga. Beliau adalah Urwah bin Zubair rahimahullah, putra sahabat Nabi bernama Zubair bin Awwam radhiyalahu 'anhu.

Ayahnya Zubair bin Awwam adalah pembela Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan termasuk satu dari 10 orang yang mendapat kabar gembira masuk surga. Urwah bin Zubair ini saudara Abdullah bin Zubair radhiyallahu 'anhu. Urwah tidak seberuntung kakaknya yang sempat melihat Nabi صلى الله عليه وسلم. Karena selisih umurnya sekitar 20 tahun, beliau tidak berkesempatan bertemu dengan Baginda Nabi yang mulia.



Yang paling membanggakan, Allah Ta'ala menakdirkan beliau lahir dari rahim seorang shahabiah ternama yakni Asma binti Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anha yang digelari Dzatun Nithaqain.

Urwah kecil dibesarkan dalam nuansa yang sarat dengan nilai-nilai ketakwaan, keilmuan, dan akhlak yang mulia. Bibinya ialah Ummul Mukminin 'Aisyah, perempuan paling brilian dalam sejarah manusia. Kakeknya ialah Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu 'anhu, khalifah Rasulullah dan sahabat karibnya di dunia dan akhirat.

Urwah bin Zubair termasuk salah seorang hafizh dan faqih dalam urusan agama. Beliau menghafal hadis dari ayahnya. Beliau dikenal rajin shaum, bahkan tatkala ajal menjemputpun beliau dalam keadaan berpuasa.

Beliau mengkhatamkan seperempat Al-Qur'an setiap harinya, selalu bangun-malam dan tak pernah meninggalkannya kecuali sekali saja, yaitu malam ketika kakinya harus diamputasi (operasi).

Dilansir dari Dakwah Islamiyyah, ketika itu para tabib kewalahan mengobati kanker kulit yang dideritanya. Penyakit itu menjalar dari kaki sampai ke betis. Sedikit demi sedikit kakinya mulai membusuk.

Mereka khawatir jika dibiarkan, pembusukan itu akan merebak ke seluruh kakinya bahkan ke tubuhnya. Akhirnya mereka memutuskan untuk memotong saja bagian yang membusuk tadi.

Dengan lemah lembut, mereka menawarkan kepadanya agar mau meminum khamr supaya tidak kesakitan selama proses amputasi dilakukan. Namun, jawaban Urwah bin Zubair sangat mengejutkan. Urwah berkata: "Tak pantas rasanya bila aku menenggak barang haram sambil mengharap kesembuhan dari Allah."

"Kalau begitu, kami akan memberimu obat bius," demikian saran para tabib.

'Aku tak ingin salah satu anggota badanku diambil tanpa terasa sakit sedikitpun. Aku justru berharap pahala yang besar dari rasa sakit itu," ujar Urwah.

Sesaat kemudian masuklah sejumlah orang yang tak dikenalnya. "Siapa mereka?" tanya Urwah.

"Mereka orang-orang yang siap memegangimu, karena rasa sakitnya boleh jadi membuatmu tak sabar dan lepas kontrol," kata para tabib.

"Kurasa kalian tak perlu melakukannya, Insya Allah aku sanggup mengendalikan diriku," kata Urwah meyakinkan.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Urwah akhirnya berkata kepada para tabib: "Jika memang tak ada cara lain, maka baiklah, aku akan salat, dan silakan tuan-tuan mengamputasi kakiku ketika itu!"

Akhirnya proses amputasi dilakukan. Mereka memotong kakinya pada bagian lutut, sedangkan Urwah diam dan tak merintih sedikitpun ketika itu. Beliau benar-benar tersibukkan oleh salatnya sampai-sampai gesekan-gesekan gerigi gergaji itu seakan tak terasa baginya, Subhanallah!

Usai pemotongan, para tabib mendidihkan minyak zaitun dan menyiram bagian yang terpotong dengan minyak tadi. Sontak Urwah pun jatuh tak sadarkan diri.

Setelah siuman, ia berkata lirih sambil menyitir firman Allah berikut yang artinya: "...Sungguh kita benar-benar merasa letih karena perjalanan ini." (QS. Al-Kahfi: 62)

Namun cobaannya tak berhenti sampai di situ. Diriwayatkan bahwa pada malam kakinya diamputasi itu, salah seorang anak kesayangannya bernama Muhammad, jatuh terpeleset dari atap rumah dan wafat seketika!

Para tetangga dan handaitaulan pun berdatangan memberikan takziyah kepadanya. Namun, orang alim ini justru memanjatkan ujian kepada Allah. "Segala puji bagi-Mu ya Allah, mereka adalah tujuh bersaudara yang satu di antaranya telah Engkau ambil, namun Engkau masih menyisakan enam bagiku. Sebelumnya aku juga memiliki empat anggota badan, lalu Engkau ambil satu dari padanya, dan Engkau sisakan yang tiga bagiku. Meski Engkau telah mengambilnya, namun Engkau jualah pemberinya, dan meski Engkau telah mengujiku, namun Engkau jualah yang selama ini memberiku kesehatan."

Qadarullah, Urwah wafat pada tahun 93 Hijriyah dalam usianya yang ke-70 tahun dalam keadaan sedang berpuasa. Hisyam bin ‘Urwah mengatakan: "Dahulu ayahku berpuasa terus-menerus (banyak berpuasa) dan meninggal dalam keadaan berpuasa. Ketika ajal menjelang, dia sedang berpuasa, lalu keluarganya memintanyanya agar berbuka saja namun dia menolak. Sungguh dia telah menolak, karena dia berharap kalau kelak dia bisa berbuka dengan seteguk air dari sungai Kautsar di dalam bejana emas dan di tangan bidadari. Alangkah tabahnya Urwah bin Zubair ini."



Referensi:
1. Al-Bidayah Wan Nihayah
2. Siyar A'lamin Nubala'
3. Tadzkiratul Huffazh
4. Tahdzibut Tahdzib
5. Basya'ir Al-Farh bi Taqribi Fawa'idi Al-Imam Al-Wadi’i fi 'Ilmi Ar-Rijal Wal Mushthalah.
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2159 seconds (0.1#10.140)