Jasa Besar Sunan Giri, Jadi Hakim Kasus Syeikh Siti Jenar

Jum'at, 22 Januari 2021 - 17:02 WIB
loading...
Jasa Besar Sunan Giri, Jadi Hakim Kasus Syeikh Siti Jenar
Ilustrasi/Ist
A A A
JASA Sunan Giri dalam penyebaran Islam di Nusantara sungguh sangat besar. Beliau menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa bahkan ke Nusantara, baik dilakukannya sendiri sewaktu masih muda sambil berdagang ataupun melalui murid-muridnya yang ditugaskan keluar pulau.

Buku " Kisah dan Ajaran Wali Sanga " karya H Lawrens Rasyidi menyebutkan Sunan Giri adalah hakim dalam perkara pengadilan Syekh Siti Jenar , seorang wali yang dianggap murtad karena menyebarkan paham pantheisme dan meremehkan syariat Islam yang disebarkan para wali lainnya.

Dengan demikian Sunan Giri ikut menghambat tersebarnya aliran yang bertentangan dengan paham Ahlussunnah wal jama’ah.

Keteguhannya dalam menyiarkan agama Islam secara murni dan konsekwen berdampak positif bagi generasi Islam berikutnya. Islam yang disiarkannya adalah Islam sesuai ajaran Nabi, tanpa dicampuri kepercayaan atau adat istiadat lama.

Di bidang kesenian, beliau juga berjasa besar, karena beliaulah yang pertama kali menciptakan tembang dan tembang dolanan anak-anak yang bernapas Islam antara lain: Jamuran, Cublak-ublak Suweng, Jithungan dan Delikan.

Di antara permainan anak-anak yang diciptakannya ialah sebagai berikut: Di antara anak-anak yang bermain ada yang menjadi pemburu, dan yang lainnya menjadi obyek buruan. Mereka akan selamat dari kejaran pemburu bila telah berpegang pada tonggak atau batang pohon yang telah ditentukan lebih dulu.

Inilah permainan yang disebut Jelungan. Arti permainan tersebut adalah seseorang yang sudah berpegang teguh kepada agama Islam Tauhid maka ia akan selamat dari ajakan setan atau iblis yang dilambangkan sebagai pemburu.

Sembari melakukan permainan yang disebut jelungan itu biasanya anak-anak akan menyanyikan lagu Padhang Bulan: “Padhang-padhang bulan, ayo gage dha dolanan, dolanane na ing latar, ngalap padhang gilar-gilar, nundhung begog hangetikar.”

Artinya adalah sebagai berikut: “Malam terang bulan, marilah lekas bermain, bermain di halaman, mengambil di halaman, mengambil manfaat benderangnya rembulan, mengusir gelap yang lari terbiritbirit.”

Maksud lagu dolanan tersebut ialah: Agama Islam telah datang, maka marilah kita segera menuntut penghidupan, di muka bumi ini, untuk mengambil manfaat dari agama Islam, agar hilang lenyaplah kebodohan dan kesesatan.

Sunan Giri jauh-jauh sudah memperingatkan umat agar berhati-hati terhadap perubahan zaman. Beliau pernah meramalkan bahwa pada masa yang akan datang akan banyak orang yang mengaku mendapat wahyu Tuhan tetapi sebetulnya mereka sangat jauh dari agama. Bahkan sama sekali tak mengerti ilmu agama.

Mereka dipuja-puja ummat padahal menjadi benalu atau pemeras ummat. Mereka tidak lagi menghiraukan syariat agama, bahkan menginjak-nginjak syariat tersebut dengan mendakwakan dirinya sudah tidak perlu melakukan salat, tidak perlu berpuasa dan berzakat karena dirinya sudah baik, sudah sempurna.

Itulah orang yang tergelincir ilmunya. Mereka sesat dan menyesatkan ummat pengikutnya. Di masa yang akan datang juga akan muncul guru-guru ilmu yang merasa ilmunya sudah tinggi, sudah sempurna, mereka mengaku mendapat wangsit dari Tuhan dan karenanya bebas berbuat apa saja.

Guru semacam ini justru dipuja-puja para pengikutnya sampai-sampai masyarakat rela mengorbankan harta, harga diri dan jiwanya demi kesenangan sang guru.

Dalam kenyataannya ramalan Sunan Giri itu memang sudah sering terbukti. Sudah berapa kalikah masyarakat dibodohi guru-guru semacam itu, mulai dari dukun cabul hingga orang-orang yang mengaku dirinya Wali ternyata adalah bajingan.

Pengganti
Sunan Giri atau Raden Paku lahir pada tahun 1442, memerintahkan kerajaan Giri selama kurang lebih dua puluh tahun. Mulai tahun 1487 hingga tahun 1506.

Sewaktu memerintah Giri Kedaton beliau bergelar Prabu Satmata . Pengaruh Sunan Giri sangat besar terhadap kerajaan-kerajaan Islam di Jawa maupun di luar Jawa. Sebagai bukti adalah adanya kebiasaan bahwa apabila seorang hendak dinobatkan menjadi raja haruslah memerlukan pengesahan dari Sunan Giri.

Giri Kedaton atau Kerajaan Giri berlangsung selama hampir 200 tahun. Sesudah Sunan Giri yang pertama meninggal dunia beliau digantikan anak keturunannya yaitu: Sunan Dalem, Sunan Sedomargi, Sunan Giri Prapen, Sunan Kawis Guwa, Panembahan Ageng Giri, Panembahan Mas Witana Sideng Rana, Pangeran Singonegoro (bukan keturunan Sunan Giri), Pangeran Singosari.

Pangeran Singosari ini berjuang gigih mempertahankan diri dari serbuan Sunan Amangkurat II yang dibantu oleh VOC dan Kapten Jonker.

Serbuan ke Giri itu adalah dalam rangka penumpasan pemberontakan yang dilakukan oleh Trunojoyo seorang murid dari Pesantren Giri yang pernah menjungkir balikkan Surakarta dan bahkan pernah menjadi Raja di Kediri.

Pemberontakan Trunojoyo itu dilakukan karena tindakan sewenang-wenang dari Sunan Amangkurat I yang pernah menumpas dan membunuh 6000 ulama’ Ahlusunnah yang dituduh menyebarkan isu ketidakpuasan rakyat terhadap raja. Padahal itu hanya fitnah dari orang-orang yang menjadi kaki tangan Sunan Amangkurat I, mereka adalah para pengikut paham Manunggaling Kawula Gusti, paham yang diajarkan oleh Syekh Siti Jenar yang ditentang Wali Sanga.

Sesudah Pangeran Singosari wafat pada tahun 1679, habislah kekuasaan Giri Kedaton. "Yang tinggal hanyalah makam-makam dan peninggalan Sunan Giri. Yang dirawat oleh juru kunci makam Sunan Giri," demikian H Lawrens. (Selasai)
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2368 seconds (0.1#10.140)