Apakah Amal Kita Diterima Allah SWT? Kenali Tanda-tandanya

Jum'at, 26 Februari 2021 - 19:00 WIB
loading...
Apakah Amal Kita Diterima Allah SWT? Kenali Tanda-tandanya
Ketika amalan shaleh yang menimbulkan ketakwaan dan memberikan kekuatan untuk senantiasa beramal shaleh setelahnya, itu tanda Allah menerima amalan kita. Foto ilustrasi/ist
A A A
Sejatinya, semua amal ibadah kita baik itu diterima ataupun tidak, akan sulit untuk diukur . Akan tetapi setiap hamba sebaiknya tidak putus asa saat menghadapi pertanyaan dalam hati apakah amal ibadahnya diterima ataupun tidak.

Akan tetapi, ketika seseorang semakin giat melakukan amal ibadah, kemudian setelah melakukan suatu ibadah itu ia akan merasa senang dan menikmati. Sehingga ia akan terus meningkatkan amal ibadahnya lagi. Hal tersebut, menurut Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, bahwa sesungguhnya di antara tanda diterimanya amal kita adalah menimbulkan amalan shaleh yang lainnya.



Dai yang juga pendiri kanal jaringan dakwah muslim Rodja ini, mengutip kalimat Al-Hasan Al-Bashri yang mengatakan:

إن من جزاء العمل العمل الصالح بعدها

“Sesungguhnya balasan amal shalih yang dilakukan oleh seorang hamba adalah diberikan oleh Allah kekuatan untuk mengamalkan amalan shaleh yang lainnya.”

Maka ketika seorang hamba beramal shaleh, ia sholat, ia berdzikir, ia membaca Al-Qur’anul Karim, ternyata amal shalehnya menimbulkan ibadah yang lainnya, menyebabkan ia lebih kuat untuk beramal shaleh dan mengamalkan ibadah-ibadah yang lainnya. Maka itu pertanda bahwasannya amal-amal shaleh kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.



Sebagaimana ‘Abdullah bin ‘Umar berkata: “Kalaulah aku mengetahui ada satu shalatku yang diterima oleh Allah, itu lebih aku sukai daripada dunia dan seisinya,” karena Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah hanyalah menerima dari orang-orang yang bertakwa saja.” (QS. Al-Maidah : 27)



Itu menunjukkan bahwasanya amalan shaleh yang menimbulkan ketakwaan dan memberikan kekuatan untuk senantiasa beramal shaleh setelahnya, itu tanda adalah amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan diterima olehNya.

Karena sesungguhnya disyariatkan amal shaleh dan ibadah kepada Allah adalah menimbulkan ketakwaan kepada Allah. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai manusia, beribadahlah kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan menciptakan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)



Allah memerintahkan kita untuk beribadah kepada Allah, lalu Allah menyebutkan tentang hikmah dan tujuan daripada amal shalih dan ibadah, yaitu agar kalian bertakwa kepada Allah.

Maka apabila amal shaleh kita, ibadah kita, tidak menimbulkan ketakwaan kepada Allah, itu pertanda bahwasanya amal shaleh itu tidak diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika kita beribadah kepada Allah namun tidak memberikan kekuatan untuk beribadah kepada Allah setelahnya, itu pertanda bahwasannya amal tersebut dimasuki oleh sesuatu.

Sebuah contoh, ketika kita telah sholat fardhu lalu kemudian diberikan oleh Allah kekuatan untuk berdzikir setelahnya, setelah itu kemudian Allah berikanlah kekuatan untuk sholat sunah setelahnya, maka itu menunjukkan mudah-mudahan bahwasanya sholat fardhu kita diterima oleh Allah Jalla wa ‘Ala.



Ketika kita membaca Al-Qur’anul Karim, kemudian ketika membaca Al-Qur’an membuat kita ingat kepada Allah, membuat kita ingat kepada kehidupan akhirat kemudian setelahnya menimbulkan rasa rindu untuk berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu pertanda bahwasannya bacaan Al-Qur’an kita diterima oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Namun ketika kita shalat, ternyata tidak ada keinginan untuk berusaha menjaga shalat sunnah kita, ketika kita shalat ternyata tidak memberikan kekuatan di hati kita untuk meninggalkan maksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu pertanda shalat kita belum diterima oleh Allah Jalla wa ‘Ala. Karena bukankah Allah mengatakan:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ

“Sesungguhnya sholat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. Al-Ankabut : 45)



Ternyata ia sholat tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Apakah ada sesuatu yang memasuki hatinya saat ia sholat? Bisa jadi riya’ yang masuk ke dalam hatinya, bisa jadi ketika shalat tidak pernah khusyuk, pikirannya pergi kesana-kemari, tidak bisa ia khusyuk di dalam sholatnya, sehingga akhirnya Allah tidak menerima shalatnya. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabarkan:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفَ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشُرُ صَلاَتِهِ تُسُعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا

“Sesungguhnya seseorang hamba setelah selesai dari shalatnya ternyata hanya ditulis oleh Allah pahala sepersepuluh shalatnya saja, ada yang sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, dan setengah.” (HR Abu Dawud)



Maka setiap kita segera introspeksi diri, ketika kita telah beribadah kepada Allah, apakah ibadah itu menimbulkan kekuatan kita untuk beribadah kepada Allah yang lainnya? Ketika kita telah selesai beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, segera kita introspeksi dan periksa hati kita, apakah ibadah itu menimbulkan ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atau tidak? Apabila tidak, maka ucapkan inna lillahi wa inna ilaihi rojiun. Karena itu adalah musibah yang menimpa diri kita.

Wallahu A'lam
(wid)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4325 seconds (0.1#10.140)