Maqom Pengetahuan Tertinggi Adalah Diam, Simak Kisah Nabi Musa Ini
loading...
A
A
A
"Inilah akhir perjumpaan antara diriku dan dirimu."
Akhirnya, Khidir menyingkapkan semua hikmah dari setiap peristiwa mulai perahu milik nelayan miskin yang dirusak, ternyata hikmahnya adalah penyelamatan dari perampasan raja zalim yang merampas semua perahu yang masih bagus kondisinya.
Pembunuhan seorang anak itu juga dalam rangka penyelamatan terhadap orang tuanya yang saleh yang kelak akan menjadi petaka bagi keduanya. Semua merupakan rahasia ilmu Allah yang hanya diketahui Khidir.
Pembenahan dan penegakan dinding yang roboh juga dalam rangka isyarat harta warisan yang terpendam di bawah tanahnya yang ditingggalkan oleh seorang yang saleh yang telah wafat terhadap anak-anaknya.
Nabi Musa yang tidak memahami kedalaman ilmu Khidir cenderung tidak bisa diam untuk tidak bertanya atau sekadar berkomentar. Kisah ini bukan sekadar kisah pengajaran di dalam Al-Qur'an untuk kisah masa lalu, tapi merupakan itibar untuk umat hari ini.
Betapa banyak kita akan temui orang-orang yang senang berkomentar dan selalu mengomentari setiap peristiwa apa pun yang dilihat dan di dengarnya. Seakan komentar itu menunjukkan betapa banyaknya pengetahuannya. Padahal, belum tentu demikian adanya.
Padahal dalam perjalanan maqom keilmuannya selanjutnya, manakala ada orang yang memilih untuk lebih banyak diam, lebih banyak merenung, mengamati dan memperhatikan hikmah dibalik setiap peristiwa dan kejadian yang terjadi di sanalah sesungguhnya puncak ilmu akan diketahui.
Ketika seseorang menyadari kelemahan dirinya, maka dia akan terdiam. Manakala seseorang telah terpukau pada keindahan dan keelokan Tuhannya, maka membuatnya akan terdiam. Diam adalah puncak dari pemahaman dan maqom (derajat) mulia di sisi Allah.
Baca Juga: Kisah Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir, Yuk Ambil Hikmahnya!
Wallahu A'lam
Majelis Ahbabul Zahra Walbatul
Akhirnya, Khidir menyingkapkan semua hikmah dari setiap peristiwa mulai perahu milik nelayan miskin yang dirusak, ternyata hikmahnya adalah penyelamatan dari perampasan raja zalim yang merampas semua perahu yang masih bagus kondisinya.
Pembunuhan seorang anak itu juga dalam rangka penyelamatan terhadap orang tuanya yang saleh yang kelak akan menjadi petaka bagi keduanya. Semua merupakan rahasia ilmu Allah yang hanya diketahui Khidir.
Pembenahan dan penegakan dinding yang roboh juga dalam rangka isyarat harta warisan yang terpendam di bawah tanahnya yang ditingggalkan oleh seorang yang saleh yang telah wafat terhadap anak-anaknya.
Nabi Musa yang tidak memahami kedalaman ilmu Khidir cenderung tidak bisa diam untuk tidak bertanya atau sekadar berkomentar. Kisah ini bukan sekadar kisah pengajaran di dalam Al-Qur'an untuk kisah masa lalu, tapi merupakan itibar untuk umat hari ini.
Betapa banyak kita akan temui orang-orang yang senang berkomentar dan selalu mengomentari setiap peristiwa apa pun yang dilihat dan di dengarnya. Seakan komentar itu menunjukkan betapa banyaknya pengetahuannya. Padahal, belum tentu demikian adanya.
Padahal dalam perjalanan maqom keilmuannya selanjutnya, manakala ada orang yang memilih untuk lebih banyak diam, lebih banyak merenung, mengamati dan memperhatikan hikmah dibalik setiap peristiwa dan kejadian yang terjadi di sanalah sesungguhnya puncak ilmu akan diketahui.
Ketika seseorang menyadari kelemahan dirinya, maka dia akan terdiam. Manakala seseorang telah terpukau pada keindahan dan keelokan Tuhannya, maka membuatnya akan terdiam. Diam adalah puncak dari pemahaman dan maqom (derajat) mulia di sisi Allah.
Baca Juga: Kisah Pertemuan Nabi Musa dan Nabi Khidir, Yuk Ambil Hikmahnya!
Wallahu A'lam
Majelis Ahbabul Zahra Walbatul
(rhs)