Hari Raya Idul Fitri, Tetap Bahagia dalam Pembatasan

Rabu, 20 Mei 2020 - 07:07 WIB
loading...
Hari Raya Idul Fitri, Tetap Bahagia dalam Pembatasan
Sejumlah pemudik turun dari kapal setibanya di Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi, Jawa Timur, kemarin. Pada H-5 Idul Fitri, arus mudik di Pelabuhan Ketapang terpantau ramai penumpang. Foto/Antara
A A A
JAKARTA - Idul Fitri dirayakan umat Islam setelah sebulan penuh berpuasa. Meski dirayakan di tengah pandemi Covid-19, momentum 1 Syawal 1441 H seyogianya tidak mengurangi makna hari kemenangan sebagai ekspresi rasa syukur atas keagungan Allah SWT.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, Idul Fitri memiliki tiga makna. Pertama, secara fikih, Idul Fitri bisa diartikan sebagai kembali makan. Ini hari di mana makan dan minum kembali diperbolehkan dan bahkan diharamkan berpuasa.

Makna kedua, secara spiritual, berarti hari di mana manusia kembali kepada fitrah sebagai manusia yang bersih dari segala dosa. Bersih seperti bayi yang belum tahu apa-apa ketika pertama kali lahir ke dunia.

Adapun makna ketiga, secara moral, Idul Fitri adalah momentum yang menandai awal kehidupan baru di mana manusia mengisi hidup dengan nilai-nilai utama puasa dan karakter manusia bertakwa seperti sabar, pemaaf, hemat, dermawan, peduli, dan sifat-sifat utama lainnya. (Baca: PBNU Sebut Salat Idul Fitri di Rumah Bagian dari Menjalankan Syariat Agama)

“Idul Fitri adalah momen kemenangan dan kebahagiaan yang diekspresikan dengan mengumandangkan takbir, menggelar salat Idul Fitri, dan saling mendoakan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT,” ujarnya kepada KORAN SINDO kemarin.

Pengajar pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menerangkan, kegembiraan merayakan datangnya Idul Fitri hendaknya dilakukan dengan bersilaturahmi kepada keluarga, handai taulan, karib kerabat, dan sejawat.

Namun dalam situasi pandemi Covid-19, dia menganjurkan silaturahmi tidak dilakukan dengan berkunjung langsung ke rumah keluarga dan kerabat, tetapi menggunakan fasilitas media sosial dan sarana komunikasi lainnya. Ini tidak lain untuk mencegah penularan virus korona yang saat ini masih terus mewabah.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun ini Idul Fitri dilaksanakan dalam situasi pembatasan sosial karena mengikuti protokol kesehatan dari pemerintah. Salat berjamaah tidak bisa dilakukan di masjid atau di lapangan karena menghindari berkumpulnya orang yang bisa memudahkan terjadinya penularan virus.

Jikapun digelar di masjid atau lapangan, Majelis Ulama Indonesia memberikan syarat khusus. Silaturahmi atau bermaaf-maafan dari rumah ke rumah dengan keluarga dan kerabat, juga tidak bisa dilakukan seperti biasanya.

Dai Muda Nahdlatul Ulama Ustaz M Najmi Fathony mengatakan, makna Syawal artinya peningkatan. Oleh karena itu, semestinya makna hadirnya Idul Fitri adalah sebagai ajang meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana tujuan dari Ramadan itu sendiri yang tertulis di Surah Al-Baqarah: 183 bahwa berpuasa Ramadan itu dihadirkan agar orang beriman menjadi bertakwa. (Baca juga: Tolak Pelonggaran PSBB, Lakukan Tes Masif dan Penelusuran Agresif)

Selain itu, kata dia, Idul Fitri juga dapat dimaknai sebagai bentuk ucapan syukur kepada Allah SWT karena sebagai hambanya telah lulus melalui ujian 30 hari dalam Ramadan. Maka itu, pada malam Idul Fitri umat Islam disunahkan banyak mengagungkan nama Allah SWT.

“Kita mengenalnya sebagai malam takbiran. Itu sebagai bentuk rasa syukur mengagungkan nama Allah. Mudah-mudahan Idul Fitri ini kita termasuk yang keimanannya bertambah,” ujarnya. (Neneng Zubaidah)
(ysw)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2071 seconds (0.1#10.140)