Ide Sholat Tarawih Bergelombang, Prof Abdul Mu’ti: Muhammadiyah Tidak Menyarankan

Rabu, 31 Maret 2021 - 05:00 WIB
loading...
Ide Sholat Tarawih Bergelombang, Prof Abdul Mu’ti: Muhammadiyah Tidak Menyarankan
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Muti/Foto Ist
A A A
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah , Prof Dr Abdul Mu’ti mengatakan ide salat tarawih bergelombang yang diusulkan Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla tak masalah dilakukan, hanya saja Muhammadiyah lebih menyukai tidak melakukannya.



“Saya cenderung pada pendapat sebaiknya tidak usah 2 shif, karena persiapannya lebih sulit dan kemungkinan-kemungkinan pelaksanaan salat itu terjadi transmisi virus Covid-19. Karena itu dengan segala hormat sebaiknya salat tarawih itu satu gelombang saja, dan umat Islam lebih baik melakukan Tarawih di rumah dengan keluarga," ujarnya, sebagaimana disiarkan laman resmi Muhammadiyah, Selama (30/3/2021).

Di sisi lain, Abdul Mu’ti juga mengingatkan agar pemerintah tidak perlu mengeluarkan tuntunan ibadah karena masyarakat lebih mendengar fatwa-fatwa dari organisasi keagamaan.

Terkait adanya perbedaan di dalam fatwa maupun tuntunan ibadah Ramadan 2021 oleh berbagai organisasi maupun komunitas keagamaan, Mu’ti mendorong untuk saling menghormati karena fatwa terkait adalah masalah cabang (furu’iyah) yang tidak prinsip dan bernilai ijtihad.



“Karena itu saya menghimbau betapapun fatwa berbeda-beda, marilah kita bersama-sama bermunajat agar pandemi Covid-19 ini dapat segera berakhir dan kita bangsa Indonesia bisa selamat dari pandemi,” pesannya.

“Karena itu saling menghormati, dan kita berusaha agar umat Islam ini menjadi komunitas yang peduli dan berkomitmen untuk bagaimana bersama dengan komunitas lain mengatasi dan menyelesaikan pandemi Covid-19 ini,” ujarnya.



Fatwa Muhammadiyah
Sekadar mengingatkan menyambut Ramadan 1442 Hijriyah, PP Muhammadiyah melalui Majelis Tarjih dan Tajdid telah mengeluarkan edaran terkait tuntunan ibadah di masa pandemi Covid-19.

Salah satu poin yang menarik adalah terkait salat berjamaah di masjid. Majelis Tarjih menyatakan salat di masjid boleh dilaksanakan dan hanya berlaku bagi suatu daerah yang sedang tidak memiliki penularan Covid-19.

Dalam pelaksanaannya pun, salat berjamaah dilakukan dengan menjaga jarak antar shaf, memakai masker, masjid digunakan terbatas hanya untuk warga sekitar, jumlah jamaah maksimal 30% ruangan, takmir secara berkala menerapkan sterilisasi dan protokol kesehatan.

Sebagai tambahan, anak-anak, lansia, orang yang sedang sakit maupun yang memiliki comorbid dilarang untuk datang ke masjid atas pertimbangan risiko.

“Kami cenderung pelaksanaan di rumah. Tapi bagi masyarakat yang memang sudah memiliki berbagai macam persiapan, baik sudah divaksin, masjidnya sudah disterilisasi, protokol dipenuhi, maka dengan pertimbangan yang sangat hati-hati, maka sebaiknya batasi yang datang ke masjid, maksimal 30% dari ruang yang tersedia,” jelas Abdul Mu’ti.



Tuntunan Ibadah Ramadan menurut Mu’ti patut dipatuhi oleh warga Persyarikatan, apalagi angka penularan Covid-19 di Indonesia masih berkisar di angka 12%, atau lebih tinggi 7% dari batas yang ditetapkan oleh WHO.

“Salat berjamaah itu bagus, tapi di situasi sekarang menghindari mafsadat itu lebih diutamakan,” jelasnya sambil membawakan hadis bahwa Nabi Muhammad lebih banyak melakukan salat tarawih di rumah bersama keluarganya.

Enam Syarat
Prinsipnya, PP Muhammadiyah menyampaikan apabila masyarakat yang di sekitar tempat tinggalnya tidak ada penularan Covid-19, salat berjamaah baik salat fardu termasuk salat Jum’at maupun salat qiyam Ramadan (tarawih, dapat dilaksanakan di masjid, musala, langgar, atau tempat lainnya.

Meski begitu tetap harus memperhatikan dan menunaikan beberapa hal, pertama salat dengan saf berjarak. Adapun dalam kondisi belum normal di mana sesungguhnya masih belum terbebas dari covid-19, perenggangan jarak saf dapat dilakukan demi menjaga diri dari bahaya.

Kedua, salat menggunakan masker. Pada dasarnya salat dalam keadaan tertutup wajah tidaklah dianjurkan. Namun kembali lagi, mengingat masih dalam kondisi darurat covid-19 maka menutup sebagian wajah dengan masker ketika salat berjamaah di masjid atau musala tidak dilarang dan tidak merusak keabsahan surat.



Ketiga, jamaah salat terbatas hanya bagi masyarakat di sekitar masjid, musala atau langgar dengan pembatasan kuantitas/jumlah jamaah maksimal 30% dari kapasitas tempat atau sesuai dengan arahan pihak yang berwenang.

Keempat, Anak-anak, lansia, orang yang sedang sakit dan orang yang memiliki penyakit comorbid tidak dianjurkan mengikuti kegiatan berjamaah di masjid, musala atau langgar.

Kelima, Menerapkan protokol kesehatan lainnya seperti mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk masjid, memakai perlengkapan salat seperti sarung, peci, mukena dan sajadah milik sendiri (membawa dari rumah) dan lain-lain, dalam rangka melakukan pencegahan penularan Covid-19.

Keenam, Takmir hendaknya menjaga kebersihan masjid/musala setiap hari sebelum dan sesudah digunakan untuk ibadah. Takmir hendaknya pula menyiapkan segala perlengkapan pelindung diri untuk mendukung pelaksanaan ibadah secara bersih dan aman di masjid/musala, seperti penyediaan masker dan sabun cuci tangan atau hand sanitizer.

Keenam hal itu wajib ditunaikan para jamaah khususnya di masjid-masjid Muhammadiyah agar tetap menciptakan suasana aman dan nyaman juga sehat bagi semua jamaah.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1753 seconds (0.1#10.140)