Kiamat Sudah Dekat: Lautan Api di Bumi Hijaz Terus Bergolak
loading...
A
A
A
Tanda-tanda kiamat sudah dekat yang disebut Rasulullah SAW satu per satu sudah tampak. Tanda-tanda alam yang sebelumnya tidak pernah terjadi pun, kini juga mulai menjadi kenyataan. Salah satu tanda alam yang disebut Nabi SAW adalah keluarnya api di tanah Hijaz .
Dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu , Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَخْرُجَ نَارٌ مِنْ أَرْضِ الحِجَازِ تُضِيءُ أَعْنَاقَ الإِبِلِ بِبُصْرَى
Kiamat tidak akan terjadi sampai keluar api di tanah Hijaz, yang akan menerangi leher unta daerah Bushra. (HR. Bukhari 7118 & Muslim 2902)
Hijaz adalah wilayah sepanjang pantai barat bagian utara dari wilayah jazirah arab. Termasuk di dalamnya, Makkah dan Madinah. Berbatasan dengan Ashir di sebelah selatan dan Nejd di sebelah timur. Kota utama Hijaz adalah Jeddah.
Sementara Bushra adalah nama sebuah kota yang cukup tekenal di Syam. Sekarang namanya Hauran. Jaraknya dengan Damaskus sekitar 72 mil.
Hadis ini memberi isyarat mengenai fakta ilmiah yang sangat penting terkait Hijaz. Adapun fakta tersebut baru ditemukan di pertengahan abad ke-20, ketika para ahli geologi mulai menggambar peta Semenanjung Arab.
Dalam peta tersebut menunjukkan semburan vulkanik dan lava, di sepanjang pantai barat Semenanjung Arab. Mulai dari Teluk Aden di selatan, memanjang sampai ke Dataran Tinggi Suriah di utara, melintasi negeri Hijaz, Yordania , dan Palestina .
Diperkirakan luasnya mencapai 180.000 kilometer persegi dan membentuk salah satu kawasan aktivitas gunung berapi paling aktif di dunia. Setengah dari kawasan ini berpotensi mengeluarkan letusan vulkanik, yakni terletak di negeri Hijaz yaitu sekira 90.000 kilometer persegi. Letusan itu tersebar di 13 titik kawasan lava.
Sebagian besar kawasan lava ini membentang di sepanjang pantai timur Laut Merah, dengan kedalaman bervariasi antara 150 sampai 200 kilometer di kawasan negeri Hijaz.
Diyakini bahwa hasil letusan vulkanik tersebut akan terbang melintasi sejumlah daerah (pergeseran geologis), yang sejajar dengan arah Laut Merah. Diyakini pula bahwa pergeseran geologis dan gunung berapi tersebut masih aktif hingga saat ini.
Selain itu, selama periode aktivitasnya, gunung-gunung api ini menyebabkan banyak terjadinya gempa. Gas dan uap panas terlihat keluar dari beberapa kawah vulkanik, tempat di mana terdapat banyak sumber air panas di sekitarnya.
Ada 13 kawasan lava yang tersusun dari selatan ke utara, salah satunya dinamakan lava Raht dan lava Khaibar. Kota Madinah terletak di antara kawasan lava Raht di selatan dan kawasan lava Khaibar di utara.
Studi ilmiah yang dilakukan di daerah Hijaz menunjukkan bahwa letusan gunung api yang membentuk bidang lava Raht, bermula setidaknya 10 juta tahun yang lalu. Daerah ini ditandai dengan rangkaian letusan gunung api yang diselingi oleh periode jeda (dormant) yang relatif mirip dengan yang terjadi di masa hidup manusia saat ini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah ini sedang bergerak aktif menuju periode letusan gunung api, tempat lava akan keluar dari kawah dan celah-celahnya. Sebagaimana letusan-letusan sebelumnya dengan mengeluarkan jutaan ton lava.
Selanjutnya, daerah tersebut akan dipenuhi cahaya dan nyala api sebagai bukti akan kebenaran berita yang disampaikan dalam hadis tersebut.
Pernah terjadi
Sejatinya, api telah muncul pada pertengahan abad ke tujuh Hijriyyah, tepatnya pada tahun 654 H. Api tersebut sangat besar dan para ulama yang hidup pada masa itu juga setelahnya banyak mengomentari sifat api tersebut.
An-Nawawi rahimahullah berkata, "Pada masa kami muncul api di Madinah pada tahun 654 H. Api tersebut sangat besar, muncul dari arah timur Madinah di belakang al-Harrah. Telah beredar berita tentangnya secara mutawatir di kalangan penduduk Syam juga negeri-negeri lainnya, dan telah memberikan kabar kepadaku seseorang yang menyaksikannya dari penduduk Madinah."
Ibnu Katsir rahimahullah menukil lebih dari satu orang badui di kalangan orang Bushra bahwa mereka dapat melihat leher-leher unta dengan cahaya api yang muncul di tanah Hijaz.
Al-Qurthubi rahimahullah telah menyebutkan munculnya api ini, dan beliau menjelaskan dengan rinci dalam kitab at-Tadzkirah. Lalu beliau menuturkan bahwa api tersebut bisa dilihat dari Makkah dan dari gunung Bushra.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Dan yang nampak bagiku (kebenarannya) bahwa api yang disebutkan adalah api yang nampak di pinggiran kota Madinah, sebagaimana dipahami oleh al-Qurthubi dan selainnya."
Imam Al-Hafizh Syihabuddin Abu Syamah Al-Maqdisi juga mengisahkan peristiwa tersebut secara panjang lebar dalam kitabnya, Adz-Dzail wa Syarhuhu. Abu Syamah Al-Maqdisi menyebutkan kisahnya berdasarkan surat-surat yang datang dari Madinah ke Damaskus.
Pada malam Rabu, 3 Jumadil Akhir 654 H, terjadi gempa hebat di Madinah. Gempa itu berlangsung sampai hari Jumat tanggal 5 Jumadil Akhir. Dalam sehari, gempa terjadi sekitar sepuluh kali. Pada tanggal 5 gempa berhenti disertai suara letusan keras seperti suara guntur. Saat itulah muncul api yang sangat besar di dekat Harrah, tidak jauh dari pemukiman Quraizhah, jaraknya kira-kira setengah hari perjalanan dari kota Madinah.
Para penduduk dapat melihat tingginya kobaran api tersebut tiga kali lebih tinggi dari tinggi menara seakan menjilat-jilat angkasa. Api yang terbesar adalah letupan api sebesar gunung yang berwarna merah. Api itu menyebar membakar lembah-lembah dan perbukitan. Namun, salah satu penulis surat menuturkan bahwa api tersebut tidak panas, "Kami berada di rumah kami, dan seakan masing-masing rumah memiliki lentera. Meski begitu besar, namun api itu tidak terasa panas dan tidak sampai menimbulkan kebakaran. Karena api itu hanyalah salah satu di antara sekian banyak tanda kebesaran Allah."
Abu Syamah menuturkan bahwa dalam surat lainnya, penduduk Madinah menyebutkan pada hari Jumat itu api muncul di sebelah timur Madinah, lalu menjalar hingga menjangkau gunung Uhud, kemudian berhenti dan kembali lagi ke tempat semula. Ketika pertama kali api muncul, seluruh penduduk Madinah beramai-ramai masuk ke dalam Masjid Nabawi seraya beristigfar kepada Allah. Mereka berpikir kiamat akan tiba.
Api dahsyat terus muncul selama beberapa hari dan selalu terdengar suara letusan. Sementara matahari dan bulan tertutup seakan-akan terjadi gerhana.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu , Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَخْرُجَ نَارٌ مِنْ أَرْضِ الحِجَازِ تُضِيءُ أَعْنَاقَ الإِبِلِ بِبُصْرَى
Kiamat tidak akan terjadi sampai keluar api di tanah Hijaz, yang akan menerangi leher unta daerah Bushra. (HR. Bukhari 7118 & Muslim 2902)
Hijaz adalah wilayah sepanjang pantai barat bagian utara dari wilayah jazirah arab. Termasuk di dalamnya, Makkah dan Madinah. Berbatasan dengan Ashir di sebelah selatan dan Nejd di sebelah timur. Kota utama Hijaz adalah Jeddah.
Sementara Bushra adalah nama sebuah kota yang cukup tekenal di Syam. Sekarang namanya Hauran. Jaraknya dengan Damaskus sekitar 72 mil.
Hadis ini memberi isyarat mengenai fakta ilmiah yang sangat penting terkait Hijaz. Adapun fakta tersebut baru ditemukan di pertengahan abad ke-20, ketika para ahli geologi mulai menggambar peta Semenanjung Arab.
Dalam peta tersebut menunjukkan semburan vulkanik dan lava, di sepanjang pantai barat Semenanjung Arab. Mulai dari Teluk Aden di selatan, memanjang sampai ke Dataran Tinggi Suriah di utara, melintasi negeri Hijaz, Yordania , dan Palestina .
Diperkirakan luasnya mencapai 180.000 kilometer persegi dan membentuk salah satu kawasan aktivitas gunung berapi paling aktif di dunia. Setengah dari kawasan ini berpotensi mengeluarkan letusan vulkanik, yakni terletak di negeri Hijaz yaitu sekira 90.000 kilometer persegi. Letusan itu tersebar di 13 titik kawasan lava.
Sebagian besar kawasan lava ini membentang di sepanjang pantai timur Laut Merah, dengan kedalaman bervariasi antara 150 sampai 200 kilometer di kawasan negeri Hijaz.
Diyakini bahwa hasil letusan vulkanik tersebut akan terbang melintasi sejumlah daerah (pergeseran geologis), yang sejajar dengan arah Laut Merah. Diyakini pula bahwa pergeseran geologis dan gunung berapi tersebut masih aktif hingga saat ini.
Selain itu, selama periode aktivitasnya, gunung-gunung api ini menyebabkan banyak terjadinya gempa. Gas dan uap panas terlihat keluar dari beberapa kawah vulkanik, tempat di mana terdapat banyak sumber air panas di sekitarnya.
Ada 13 kawasan lava yang tersusun dari selatan ke utara, salah satunya dinamakan lava Raht dan lava Khaibar. Kota Madinah terletak di antara kawasan lava Raht di selatan dan kawasan lava Khaibar di utara.
Studi ilmiah yang dilakukan di daerah Hijaz menunjukkan bahwa letusan gunung api yang membentuk bidang lava Raht, bermula setidaknya 10 juta tahun yang lalu. Daerah ini ditandai dengan rangkaian letusan gunung api yang diselingi oleh periode jeda (dormant) yang relatif mirip dengan yang terjadi di masa hidup manusia saat ini.
Hal tersebut menunjukkan bahwa daerah ini sedang bergerak aktif menuju periode letusan gunung api, tempat lava akan keluar dari kawah dan celah-celahnya. Sebagaimana letusan-letusan sebelumnya dengan mengeluarkan jutaan ton lava.
Selanjutnya, daerah tersebut akan dipenuhi cahaya dan nyala api sebagai bukti akan kebenaran berita yang disampaikan dalam hadis tersebut.
Pernah terjadi
Sejatinya, api telah muncul pada pertengahan abad ke tujuh Hijriyyah, tepatnya pada tahun 654 H. Api tersebut sangat besar dan para ulama yang hidup pada masa itu juga setelahnya banyak mengomentari sifat api tersebut.
An-Nawawi rahimahullah berkata, "Pada masa kami muncul api di Madinah pada tahun 654 H. Api tersebut sangat besar, muncul dari arah timur Madinah di belakang al-Harrah. Telah beredar berita tentangnya secara mutawatir di kalangan penduduk Syam juga negeri-negeri lainnya, dan telah memberikan kabar kepadaku seseorang yang menyaksikannya dari penduduk Madinah."
Ibnu Katsir rahimahullah menukil lebih dari satu orang badui di kalangan orang Bushra bahwa mereka dapat melihat leher-leher unta dengan cahaya api yang muncul di tanah Hijaz.
Al-Qurthubi rahimahullah telah menyebutkan munculnya api ini, dan beliau menjelaskan dengan rinci dalam kitab at-Tadzkirah. Lalu beliau menuturkan bahwa api tersebut bisa dilihat dari Makkah dan dari gunung Bushra.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata, "Dan yang nampak bagiku (kebenarannya) bahwa api yang disebutkan adalah api yang nampak di pinggiran kota Madinah, sebagaimana dipahami oleh al-Qurthubi dan selainnya."
Imam Al-Hafizh Syihabuddin Abu Syamah Al-Maqdisi juga mengisahkan peristiwa tersebut secara panjang lebar dalam kitabnya, Adz-Dzail wa Syarhuhu. Abu Syamah Al-Maqdisi menyebutkan kisahnya berdasarkan surat-surat yang datang dari Madinah ke Damaskus.
Pada malam Rabu, 3 Jumadil Akhir 654 H, terjadi gempa hebat di Madinah. Gempa itu berlangsung sampai hari Jumat tanggal 5 Jumadil Akhir. Dalam sehari, gempa terjadi sekitar sepuluh kali. Pada tanggal 5 gempa berhenti disertai suara letusan keras seperti suara guntur. Saat itulah muncul api yang sangat besar di dekat Harrah, tidak jauh dari pemukiman Quraizhah, jaraknya kira-kira setengah hari perjalanan dari kota Madinah.
Para penduduk dapat melihat tingginya kobaran api tersebut tiga kali lebih tinggi dari tinggi menara seakan menjilat-jilat angkasa. Api yang terbesar adalah letupan api sebesar gunung yang berwarna merah. Api itu menyebar membakar lembah-lembah dan perbukitan. Namun, salah satu penulis surat menuturkan bahwa api tersebut tidak panas, "Kami berada di rumah kami, dan seakan masing-masing rumah memiliki lentera. Meski begitu besar, namun api itu tidak terasa panas dan tidak sampai menimbulkan kebakaran. Karena api itu hanyalah salah satu di antara sekian banyak tanda kebesaran Allah."
Abu Syamah menuturkan bahwa dalam surat lainnya, penduduk Madinah menyebutkan pada hari Jumat itu api muncul di sebelah timur Madinah, lalu menjalar hingga menjangkau gunung Uhud, kemudian berhenti dan kembali lagi ke tempat semula. Ketika pertama kali api muncul, seluruh penduduk Madinah beramai-ramai masuk ke dalam Masjid Nabawi seraya beristigfar kepada Allah. Mereka berpikir kiamat akan tiba.
Api dahsyat terus muncul selama beberapa hari dan selalu terdengar suara letusan. Sementara matahari dan bulan tertutup seakan-akan terjadi gerhana.
(mhy)