Kaifiyah Sholat Tarawih, Ibnu Taimiyah: Bukan Soal Bilangan

Selasa, 13 April 2021 - 20:07 WIB
loading...
A A A
Ia berkata, ”Maka saya salat dengan mereka 8 raka’at dan witir. Maka hal itu menjadi sunnah yang diridhai. Beliau SAW tidak mengatakan apa-apa.”[HR Abu Ya’la, Thabrani dan Ibn Nashr, dihasankan oleh Al Haitsami dan Al Albani. Lihat Shalat At-Tarawih, 68].

Adapun hadis-hadis yang menjelaskan bahwa Rasulullah salat tarawih dengan 20 raka’at, maka haditsnya tidak ada yang sahih. [Fathul Bari, 4/254; Al Hawi. 1/413; Al Fatawa Al Haditsiyah, 1.195: ShalatAt Tarawih, 19-21]



Pendapat Ibnu Taimiyah

Sementara itu Ibn Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa tidak mempersoalkan jumlah rakaat. "Boleh salat tarawih 20 raka’at sebagaimana yang mashur dalam madzhab Ahmad dan Syafi’i. Boleh salat 36 raka’at sebagaimana yang ada dalam madzhab Malik. Boleh salat 11 raka’at, 13 raka’at. Semuanya baik. Jadi banyaknya raka’at atau’ sedikitnya tergantung lamanya bacaan dan pendeknya.”

Beliau juga berkata,”Yang paling utama itu berbeda-beda sesuai dengan perbedaan orang yang salat. Jika mereka kuat 10 raka’at ditambah witir 3 raka’at sebagaimana yang diperbuat oleh Rasul SAW di Ramadhan dan di luar Ramadhan-maka ini yang lebih utama.

Kalau mereka kuat 20 raka’at, maka itu afdhal dan inilah yang dikerjakan oleh kebanyakan kaum muslimin, karena ia adalah pertengahan antara 10 dan 40.

Dan jika ia salat dengan 40 raka’at, maka boleh, atau yang lainnya juga boleh. Tidak dimaksudkan sedikitpun dari hal itu, maka barangsiapa menyangka, bahwa qiyam Ramadhan itu terdiri dari bilangan tertentu, tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang, maka ia telah salah.” [Majmu’ Al Fatawa, 23/113; Al Ijabat Al Bahiyyah, 22; Faidh Al Rahim Al Kalman,132; Durus Ramadhan,48]

Dan sebagian salaf shalat tarawih 36 raka’at ditambah witir 3 raka’at. Sebagian lagi shalat 41 raka’at. Semua itu dikisahkan dari mereka oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah dan ulama lainnya. Sebagaimana beliau juga menyebutkan, bahwa masalah ini adalah luas (tidak sempit). Beliau juga menyebutkan, bahwa yang afdhal bagi orang yang memanjangkan bacaan, ruku’, sujud, ialah menyedikitkan bilangan raka’at(nya). Dan bagi yang meringankan bacaan, ruku’ dan sujud (yang afdhal) ialah menambah raka’at(nya).

Ini adalah makna ucapan beliau. Barangsiapa merenungkan sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia pasti mengetahui, bahwa yang paling afdhal dari semuanya itu ialah 11 raka’at atau 13 raka’at. Di Ramadhan atau di luar Ramadhan. Karena hal itu yang sesuai dengan perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam kebiasaannya. Juga karena lebih ringan bagi jama’ah. Lebih dekat kepada khusyu’ dan tuma’ninah. Namun, barangsiapa menambah (raka’at), maka tidak mengapa dan tidak makruh,seperti yang telah lalu.”[Al Ijabat Al Bahiyyah, 17-18. Lihat juga Fatawa Lajnah Daimah, 7/194-198]



Pendapat Imam Abdul Aziz Ibn Bazz

Imam Abdul Aziz Ibn Bazz mengatakan: “Di antara perkara yang terkadang samar bagi sebagian orang adalah salat tarawih. Sebagian mereka mengira, bahwa tarawih tidak boleh kurang dari 20 raka’at. Sebagian lain mengira, bahwa tarawih tidak boleh lebih dari 11 raka’at atau 13 raka’at. Ini semua adalah persangkaan yang tidak pada tempatnya, bahkan salah; bertentangan dengan dalil.

Hadis-hadis shahih dari Rasulullah SAW telah menunjukkan, bahwa salat malam itu adalah muwassa’ (leluasa, lentur, fleksibel). Tidak ada batasan tertentu yang kaku. yang tidak boleh dilanggar. Bahkan telah sahih dari Nabi, bahwa beliau salat malam 11 raka’at, terkadang 13 raka’at, terkadang lebih sedikit dari itu di Ramadhan maupun di luar Ramadhan.

Ketika ditanya tentang sifat salat malam,beliau menjelaskan: “dua rakaat-dua raka’at, apabila salah seorang kamu khawatir subuh, maka shalatlah satu raka’at witir, menutup salat yang ia kerjakan.” [HR Bukhari Muslim]

Beliau tidak membatasi dengan raka’at-raka’at tertentu, tidak di Ramadhan maupun di luar Ramadhan. Karena itu, para sahabat Radhiyallahu anhum pada masa Umar Radhiyallahu anhu di sebagian waktu salat 23 raka’at dan pada waktu yang lain 11 raka’at. Semua itu shahih dari Umar Radhiyallahu anhu dan para sahabat Radhiyallahu anhum pada zamannya.
(mhy)
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1544 seconds (0.1#10.140)