Abbad bin Bisyir: Ada Cahaya Allah yang Selalu Menyertainya

Minggu, 02 Mei 2021 - 17:07 WIB
loading...
Abbad bin Bisyir: Ada Cahaya Allah yang Selalu Menyertainya
Ilustrasi/Ist
A A A
TATKALA Mush’ab bin Umair tiba di Madinah sebagai utusan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam untuk mengajarkan seluk beluk agama kepada orang-orang Anshar yang telah bai'at kepada Nabi dan membimbing mereka melakukan salat, maka Abbad bin Bisyir radhiallahu anhu adalah seorang budiman yang telah dibukakan Allah hatinya untuk menerima kebaikan. la datang menghadiri majlis Mush'ab dan mendengarkan dakwahnya. Ia ikut bai'at memeluk Islam. Dan semenjak saat itu mulailah ia menempati kedudukan utama di antara orang-olang Anshar yang diridlai oleh Allah serta mereka ridla kepada Allah.



Kemudian Nabi pindah ke Madinah, setelah lebih dulu orang-orang Mukmin dari Makkah tiba di sana. Dan mulailah terjadi peperangan-peperangan dalam mempertahankan diri dari serangan kafir Quraisy dan sekutunya yang tak henti-hentinya memburu Nabi dan umat Islam.

Kekuatan pembawa cahaya dan kebaikan bertarung dengan kekuatan gelap dan kejahatan. Dan pada setiap peperangan itu 'Abbad bin Bisyir berada di barisan terdepan, berjihad di jalan Allah dengan gagah berani dan mati-matian dengan cara yang amat mengagumkan.

Ketika Rasulullah SAW dan kaum muslimin selesai menghadapi perang Dzatur Riqa', mereka sampai di suatu tempat dan bermalam di sana, Rasulullah memilih beberapa orang sahabatnya untuk berjaga secara bergiliran. Di antara mereka terpiiih 'Ammar bin Yasir dan Abbad bin Bisyir yang berada pada satu kelompok. Karena dilihat oleh Abbad bahwa kawannya Ammar sedang lelah, ia mengusulkan agar Ammar tidur lebih dulu dan ia akan berjaga. Dan nanti bila Ammar telah mendapatkan istirahat yang cukup, maka gilirannya untuk menggantikannya.

Abbad melihat bahwa lingkungan sekelilingnya aman. Maka timbullah pikirannya, kenapa ia tidak mengisi waktunya dengan melakukan salat, hingga pahala yang akan diperoleh akan jadi berlipat? Demikianlah ia bangkit melakukannya.

Tiba-tiba pada saat ia berdiri sedang membaca sebuah surat Al-Quran setelah al-Fatihah sebuah anak panah menancap di pangkal lengannya. Maka dicabutnya anak panah itu dan diteruskannya salatnya

Tidak lama antaranya mendesing pula anak panah kedua yang mengenai anggota badannya.

Tetapi ia tak hendak menghentikan salatnya hanya dicabutnya anak panah itu seperti yang pertama tadi, dan dilanjutkannya bacaan surat.



Kemudian dalam gelap malam itu musuh memanahnya lalu untuk ketiga kalinya. Abbad menarik anak panah itu dan mengakhiri bacaan surat. Setelah itu ia ruku' dan sujud, sementara tenaganya telah lemah disebabkan sakit dan lelah.

Lalu antara sujud itu diulurkannya tangannya kepada kawannya yang sedang tidur di sampingnya dan ditarik-tariknya ia sampai terbangun.

Dalam pada itu ia bangkit dari sujudnya dan membaca tasyahud, lalu menyelesaikan salatnya.

Ammar terbangun mendengar suara kawannya yang tak putus-putus menahan sakit: "Gantikan aku, aku telah kena... !"

Ammar menghambur dari tidurnya hingga menimbulkan kegaduhan dan takutnya musuh yang menyelinap. Mereka melarikan diri, sedang Ammar berpaling kepada temannya seraya katanya: "Subhanallah ... ! Kenapa saya tidak dibangunkan ketika kamu dipanah yang pertama kali tadi?"

Ujar Abbad: "Ketika aku salat tadi, aku membaca beberapa ayat al-Quran yang amat mengharukan hatiku, hingga aku tak ingin untuk memutuskannya. Dan demi Allah, aku tidaklah akan menyia-nyiakan pos penjagaan yang ditugaskan Rasul kepada kita menjaganya, sungguh, aku lebih suka mati daripada memutuskan bacaan ayat-ayat yang sedang kubaca itu!"

Kecintaan Abbad kepada Allah dan Rasulnya memenuhi segenap perasaan dan seluruh kehidupannya. Dan semenjak Nabi SAW berpidato dan mengarahkan pembicaraannya kepada Kaum Anshar, ia termasuk salah seorang di antara mereka.

Sabdanya: "Hai golongan Anshar, kalian adalah inti, sedang golongan lain bagai kulit ari! Maka tak mungkin aku dicederai oleh pihak kalian!"



Semenjak itu, yakni semenjak Abbad mendengar ucapan ini dari Rasulnya, dari guru dan pembimbingnya kepada Allah, dan ia rela menyerahkan harta benda nyawa dan hidupnya di jalan Allah dan di jalan Rasul-Nya.

Ia selalu tampil di arena pengurbanan dan di medan laga sebagai orang pertama. Sebaliknya di waktu pembagian keuntungan dan harta rampasan, sukar untuk ditemuinya.

Di samping itu ia adalah seorang ahli ibadah yang tekun. Seorang pahlawan yang gigih dalam berjuang. Seorang dermawan yang rela berkurban. Dan seorang mukmin sejati yang telah membaktikan hidupnya untuk keimanannya.

Keutamaannya ini telah dikenai luas di antara sahabat-sahabat Rasul. Dan Aisyah radhiallahu anha Ummul Mu'minin pernah mengatakan tentang dirinya: Ada tiga orang Anshar yang keutamaannya tak dapat diatasi oleh seorang pun juga yaitu: Sa'ad bin Mu'adz, Useid bin Hudlair dan Abbad bin Bisyir.”

Orang-orang Islam angkatan pertama mengetahui bahwa Abbad adalah seorang tokoh yang beroleh karunia berupa cahaya dari Allah. Penglihatannya yang jelas dan beroleh penerangan, dapat mengetahui tempat-tempat yang baik dan meyakinkan tanpa mencarinya dengan susah-payah. Bahkan kepercayaan sahabat-sahabatnya mengenai cahaya ini sampai ke suatu tingkat yang lebih tinggi, bahwa ia merupakan benda yang dapat terlihat. Mereka sama sekata bahwa bila Abbad berjalan di waktu malam, terbitlah daripadanya berkas-berkas cahaya dan sinar yang menerangi baginya jalan yang akan ditempuh.

Dalam peperangan menghadapi orang-orang murtad sepeninggal Rasulullah SAW, Abbad memikul tanggung jawab dengan keberanian yang tak ada taranya. Apalagi dalam pertempuran Yamamah di mana Kaum Muslimin menghadapi balatentara yang
paling kejam dan paling berpengalaman di bawah pimpinan Musailamah. Abbad melihat bahaya besar yang mengancam Islam. Maka jiwa pengurbanan dan teras kepahlawanannya mengambil bentuk sesuai dengan tugas yang dibebankan oleh keimanannya, dan meningkat ke taraf yang sejajar dengan kesadarannya akan bahaya tersebut, hingga menjadikannya sebagai prajurit yang berani mati, yang tak menginginkan kecuali mati syahid di jalan Ilahi.

Sehari sebelum perang Yamamah itu dimulai, Abbad mengalami suatu mimpi yang tak lama antaranya diketahui ta'birnya secara gamblang dan terjadi di arena pertempuran sengit yang diterjuni oleh Kaum Muslimin.

Abu Sa'id al-Khudri radhiallahu anhu menceritakan mimpi yang dilihat oleh Abbad tersebut begitu pun ta'birnya, serta peranannya yang mengagumkan dalam pertempuran yang berakhir dengan syahidnya.



Berikut cerita Abu Sa'id:

Abbad bin Bisyir mengatakan kepadaku: "Hai Abu Sa'id! Saya bermimpi semalam melihat langit terbuka untukku, kemudian tertutup lagi. Saya yakin bahwa ta'birnya insya Allah saya akan menemui syahid.”

“Demi Allah!" ujarku, "itu adalah mimpi yang baik ... !"

Dan di waktu perang Yamamah itu saya lihat ia berseru kepada orang-orang Anshar: "Pecahkan sarung-sarung pedangmu dan tunjukkan kelebihan kalian …!"

Maka segeralah menyerbu mengiringkannya sejumlah empat ratus orang dari golongan Anshar hingga sampailah mereka ke pintu gerbang taman bunga, lalu bertempur dengan gagah berani.

Ketika itu 'Abbad wajahnya saya lihat penuh dengan bekas sambaran pedang, dan saya mengenalnya hanyalah dengan melihat tanda yang terdapat pada tubuhnya.

Demikianlah Abbad meningkat naik ke taraf yang sesuai untuk memenuhi kewajibannya sebagai seorang mukmin dari golongan Anshar, yang telah mengangkat bai'at kepada Rasul untuk membaktikan hidupnya bagi Allah dan menemui syahid di jalan-Nya.

Dan tatkala pada permulaannya dilihatnya neraca pertempuran sengit itu lebih berat untuk kemenangan musuh, teringatlah olehnya ucapan Rasulullah terhadap Kaumnya golongan Anshar:

"Kalian adalah inti ... ! Maka tak mungkin saya dicederai oleh pihak kalian!"

Ucapan itu memenuhi rongga dada dan hatinya, hingga seolah-olah sekarang ini Rasulullah masih berdiri, mengulang-ulang kata-katanya itu.

Abbad merasa bahwa seluruh tanggung jawab peperangan itu terpikul hanya di atas bahu golongan Anshar semata atau di atas bahu mereka sebelum golongan lainnya.
Maka ketika itu naiklah ia ke atas sebuah bukit lalu berseru:

"Hai golongan Anshar ... ! Pecahkan sarung-sarung pedangmu, dan tunjukkan keistimewaanmu dari golongan lain!"

Dan ketika seruannya dipenuhi oleh empat ratus orang pejuang, Abbad bersama Abu Dajanah dan Barra' bin Malik mengerahkan rnereka ke taman maut, suatu taman yang digunakan oleh Musailamah sebagai benteng pertahanan dan pahlawan besar itu pun berjuanglah sebagai layaknya seorang laki-laki, sebagai seorang mukmin dan sebagai seorang warga Anshar.

Dan pada hari yang mulia itu, pergilah Abbad menemui syahidnya. Tidak salah mimpi yang dilihat dalam tidurnya. Bukankah ia melihat langit terbuka, kemudian setelah ia masuk ke celahnya yang terbuka itu, tiba-tiba langit bertaut dan tertutup kembali. Dan mimpi itu ditakwilkannya bahwa pada pertempuran yang akan terjadi ruhnya akan naik ke haribaan Tuhan dan penciptanya.

Sungguh, benarlah mimpi itu dan benarlah pula ta'birnya! Pintu-pintu langit telah terbuka untuk menyambut ruh Abbad bin Bisyir dengan gembira, yakni searang tokoh yang oleh Allah diberi cahaya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2850 seconds (0.1#10.140)