Kisah Anak Angkat Rasulullah di Hari Raya Idul Fitri

Jum'at, 22 Mei 2020 - 15:30 WIB
loading...
Kisah Anak Angkat Rasulullah di Hari Raya Idul Fitri
Sayyidina Abu Bakar kemudian mengambil alih pengasuhannya. Ilisutrasi/SINDOnews
A A A
HARI raya Idul Fitri adalah saat-saat umat Islam mensyukuri atas kesuksesan mereka melaksanakan ibadah Ramadhan. Hari berbahagia dan bersuka cita. Hari Raya Idul Fitri disebut juga hari pengampunan, sebagaimana riwayat imam Az-Zuhri, ketika datang hari Idul Fitri, maka manusia keluar menuju Allah SWT. Dan Allah kemudian mendatangi mereka seraya berkata:

“Wahai hamba-Ku! Karena Aku engkau semua berpuasa, karena Aku engkau semua beribadah. Oleh karena itu, maka pulanglah kalian semua (ke rumah masing-masing) sebagai orang yang telah mendapat ampunan (dari-Ku).”

Ketika Nabi SAW tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

قَإنّ الله قَدْ أبْدَلَكُم بِهِمَا خَيْراً مِنْهُمَا: يَوْمَ الأضْحَى، وَيَوْمَ الْفِطْرِ”.

“Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) ‘Idul fitri dan ‘Idul Adha (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’i dengan sanad hasan).

Hadis ini menunjukkan bahwa menampakkan rasa suka cita di Hari Raya adalah sunnah dan disyari’atkan. Maka diperkenankan memperluas hari raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta’at kepada Allah SWT.


***

Kisah ini terjadi di Madinah pada suatu pagi di hari raya Idul Fitri. Rasulullah SAW keluar rumah untuk melaksanakan salat Idul Fitri. Sementara anak-anak kecil tengah bermain riang gembira di jalanan. Tetapi tampak seorang anak kecil duduk menjauh berseberangan dengan mereka. Dengan pakaian sangat sederhana dan tampak murung, ia menangis tersedu.

Rasulullah saw seperti biasanya mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan para muslimin dan muslimah, mukminin dan mukminah agar merasa bahagia di hari raya itu. Alhamdulillah, semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak.

Namun tiba-tiba Rasulullah saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang. Rasulullah saw lalu bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu.

Melihat hal itu Rasulullah SAW segera menghampiri anak tersebut. "Nak, mengapa kau menangis? Kau tidak bermain bersama mereka?" Rasulullah membuka percakapan.



Anak kecil tersebut tidak mengenali bahwa orang dewasa di hadapannya adalah Rasulullah SAW. Beliau menjawab, "Paman, ayahku telah wafat. Ia mengikuti Rasulullah SAW dalam menghadapi musuh di sebuah pertempuran. Tetapi ia gugur dalam medan perang tersebut."

Rasulullah SAW terus mengikuti cerita anak yang murung tersebut. Sambil meraba ke mana ujung cerita, Rasulullah SAW mendengarkan dengan seksama rangkaian peristiwa dan nasib malang yang menimpa anak tersebut.

"Ibuku menikah lagi. Ia memakan warisanku, peninggalan ayah. Sedangkan suaminya mengusirku dari rumahku sendiri. Kini aku tak memiliki apapun. Makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal. Aku bukan siapa-siapa. Tetapi hari ini, aku melihat teman-teman sebayaku merayakan hari raya bersama ayah mereka. Dan perasaanku dikuasai oleh nasib kehampaan tanpa ayah. Untuk itulah aku menangis."

Mendengar penuturan ini, hati Rasulullah SAW hancur. Ternyata ada anak-anak yatim dari sahabat yang gugur membela agama dan Rasulnya di medan perang mengalami nasib malang begini.

Rasulullah SAW segera menguasai diri. Rasul yang duduk berhadapan dengan anak ini segera menggenggam lengannya.

"Nak, dengarkan baik-baik. Apakah kau sudi bila aku menjadi ayah, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai paman, Hasan dan Husein sebagai saudara, dan Fatimah sebagai saudarimu?" tanya Rasulullah. Seperti dikutip dari Durratun Nashihin karya Syekh Usman bin Hasan bin Ahmad Syakir Al-Khubawi, tanpa tahun, Surabaya, Syirkah Ahmad bin Saad bin Nabhan wa Auladuh, halaman 264-265.

Mendengar tawaran itu, anak ini mengerti seketika bahwa orang dewasa di hadapannya tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW.

"Kenapa tak sudi ya Rasulullah?" jawab anak ini dengan senyum terbuka.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1609 seconds (0.1#10.140)