Sayyidah Juwairiyah, Tawanan Perang yang Bikin Sayyidah Aisyah Cemburu Berat

Rabu, 20 Mei 2020 - 03:12 WIB
loading...
Sayyidah Juwairiyah, Tawanan Perang yang Bikin Sayyidah Aisyah Cemburu Berat
Sayyidah Juwairiyah wafat pada masa pemerintahan Muawiyah bin Abu Sofyan. Ilustrasi/Ist
A A A
NAMA aslinya adalah Burrah binti Harits bin Abu Dhirar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah. Ayahnya, al-Harits, adalah pemimpin Bani Musthaliq. Setelah menikah dengan Nabi , namanya diganti dengan Juwairiyah. Beliau tidak suka kalau dikatakan, ‘beliau keluar dari Barrah (kebaikan)’

Sayyidah Juwairiyah adalah istri Musafi ’ bin Shafwan. Beliau kaum ningrat nan cantik, baik hati, dan luas ilmunya. "Lelaki mana pun yang memandangnya bakal jatuh cinta," ujar Sayyidah Aisyah ra.

Kisah Sayyidah Juwairiyah sampai ke pintu rumah Rasulullah, tidak lepas dari permusuhan Bani Musthaliq kepada Islam. Harits bin Abu Dhirar yang menyembah berhala hendak menghalangi dakwah Rasulullah SAW di Madinah.



Mendengar Bani Musthaliq siap mengangkat senjata, Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat nya untuk siap berjihad. Rasulullah menjadi panglima dalam perang Mustalaq ini. Beliau menunjuk Abu Dzar al-Ghifari sebagai wali sementara di Madinah .

Kedua pasukan bertemu di daerah Muraisi. Bersama pasukan Muhajirin dan Anshar, Rasulullah SAW berhasil mengalahkan Bani Mushtaliq. Suami Juwairiyah, Musafi ’ bin Shafwan, terbunuh dalam perang ini. Karena kalah perang, harta dan wanita Bani Mushaliq, termasuk Sayyidah Juwairiyah menjadi tawanan kaum Muslimin.

Janda Musafi ini diserahkan kepada Tsabit bin Qais bin Syammas. Karena Juwairiyah termasuk pemuka kaumnya, ia merasakan kesedihan dan beban yang luar biasa akibat kekalahan Bani Musthaliq. Suaminya terbunuh, ayahnya melarikan diri, dan kini dia beserta kaumnya menjadi tawanan kaum Muslimin.



Beliau pun ingin menebus dirinya agar bebas. Karena dirinya adalah seorang tokoh dari kaumnya. Namun, ia tak memiliki apapun yang bisa digunakan untuk menebus dirinya.

Sayyidah Aisyah ra menceritakan, “Saat Rasulullah menawan orang-orang Bani Musthaliq, Juwairiyah binti al-Harits berada pada tangan sahabat Tsabit bin Qays bin asy-Syammas radhiallahu ‘anhu atau pada anak pamannya. Juwairiyah berkeinginan membebaskan dirinya. Ia adalah seorang wanita yang cantik dan memesona. Hampir-hampir tak ada seorang pun yang melihatnya kecuali jatuh hati padanya. Ia datang menemui Rasulullah, dengan maksud meminta tolong kepada beliau untuk membebaskan dirinya. Demi Allah, tatkala aku melihat ia berdiri di depan pintu rumahku, aku tidak menyukai hal itu. Karena aku tahu, Rasulullah akan melihat apa yang aku lihat".



Juwairiyah berkata, ‘Hai Rasulullah, aku memiliki masalah yang telah Anda ketahui. Aku ingin membebaskan diriku. Dan aku datang kepadamu agar kau menolongku’. Rasulullah menanggapi, ‘Atau kau ingin yang lebih baik dari itu?’ ‘Apa itu, Rasulullah?’ tanya Juwairiyah. Rasulullah berkata, ‘Aku menikahimu dan kutunaikan pembebasanmu’. Juwairiyah menjawab, ‘Tentu mau’. Nabi menjawab, ‘Aku telah melakukannya’.”

Aisyah melanjutkan, “Kabar ini pun tersebar di tengah kaum muslimin. Mereka berkata, ‘(tawanan kita ini) ipar-ipar Rasulullah!’. Mereka pun membebaskan semua tawanan Bani Musthaliq. Tawanan yang dibebaskan karena pernikahan Juwairiyah ini berjumlah 100 orang Bani Musthaliq. Aku tidak mengetahui wanita yang paling besar berkahnya terhadap kaumnya dibanding Juwairiyah.”

Baca Juga: Ibu Kaum Mukmin, Gus Baha: Kita Berutang Banyak kepada Sayyidah Aisyah
Keislaman pemimpin Bani Mustahliq, Harits bin Abu Dhirar, terjadi setelah ia bermaksud menebus putrinya. Ia bermaksud menyerahkan unta-untanya kepada Rasulullah SAW sebagai tebusan. Tapi, ia menyembunyikan dua unta terbaiknya di Aqiq.

Saat menemui Rasulullah, seperti diriwayatkan Ibnu Hisyam, Harits ditanya tentang dua untanya yang disimpan di Aqiq. Takjub dengan pemahaman Rasulullah karena tak seorang pun tahu dia menyimpan dua untanya, Harits pun langsung mengikrarkan syahadat. Islamnya Harits juga diikuti Islamnya seluruh Bani Musthaliq yang masih tersisa.

Setelah itu, dilangsungkan pernikahan antara Rasulullah dan Sayyidah Juwairiyah dengan mahar 400 dirham. Setelah menjadi Ummahatul Mukminin, Sayyidah Juwairiyah banyak menghabiskan waktunya dengan ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Nama Sayyidah Juwairiyah pun diberikan Rasulullah SAW setelah mereka menikah. Sayyidah Juwairiyah dikenal dengan sahabiyah yang ahli salat.



Rasulullah adalah seorang suami yang pandai menanamkan pengaruh kepada manusia. Dan tentu saja terhadap istrinya. Setelah memeluk Islam, Sayyidah Juwairiyah menjadi seorang wanita yang rajin beribadah. Ia banyak mengerjakan puasa sunnah. Saat ia berpuasa sunnah di hari Jumat saja, Nabi perintahkan dia untuk membatalkannya. Di antara kebiasaannya adalah berzikir mulai dari usai salat subuh hingga terbit matahari.

Dari Abu Ayyub dari Juwairiyah binti al-Harits radhiallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuinya di hari Jumat. Saat itu Juwairiyah sedang berpuasa. Nabi bertanya, “Apakah kau kemarin berpuasa?” Juwairiyah menjawab, “Tidak.” Nabi melanjutkan, “Besok kau akan berpuasa?” “Tidak”, jawab Juwairiyah. “Jika demikian, batalkanlah”, kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1271 seconds (0.1#10.140)