Zakat Fitrah Menurut Mazhab Syafi'i Tidak Dianjurkan Pakai Uang

Selasa, 19 April 2022 - 23:53 WIB
loading...
Zakat Fitrah Menurut...
Habib Ahmad bin Novel memperlihatkan benda penakar Mud (Zakat Fitrah) sesuai ukuran tangan Rasulullah dengan sanad yang tersambung hingga sampai kepada Sayyidina Zaid bin Tsabit radhiyallahu anhu. Foto/dok Al-Fachriyah
A A A
Ibadah zakat merupakan kewajiban yang sangat penting di dalam Islam. Dalam menunaikan zakat fitrah hendaknya umat muslim mengetahui hal-hal berikut. Bagi Mazhab Syafi'i yang mayoritas dianut oleh muslim Indonesia, zakat fitrah tidak dianjurkan dengan uang.

Berikut penjelasan Pengasuh Al-Hawthah Al-Jindaniyah Habib Ahmad Bin Novel Salim Jindan dilansir dari Al-Fachriyah. Kewajiban zakat ini sebagaimana firman Allah yang berbunyi: "Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat. Dan kebaikan apapun yang kalian kerjakan bagi diri kalian, tentu kalian akan mendapat pahalanya di sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kalian kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 110)



Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya menunaikan zakat hartanya". (HR At-Thabrani).

Di antara kewajiban seorang muslim yang sangat penting adalah menunaikan Zakat Fitrahnya. Karena sesungguhnya puasa di bulan Ramadhan tergantung di antara langit dan bumi, dan sungguh tidak akan terangkat melainkan dengan Zakat Fitrah. Di dalam hadis yang lain Rasulullah bersabda: "Zakat Fitrah merupakan penyucian bagi orang yang berpuasa dari kekurangannya dan makanan bagi orang faqir dan miskin".

"Sebagaimana seorang muslim diwajibkan oleh Allah untuk menunaikan Zakat Fitrah, ia juga diwajibkan untuk mempelajari bagaimana cara menunaikan Zakat Fitrah yang benar," kata Habib Ahmad.

Syarat wajib berzakat fitrah ada 3 (tiga):
1. Islam
2. Menjumpai akhir bulan Ramadhan dan awal bulan Syawal. Dan titik temu saat-saat tersebut adalah pada saat terbenam matahari hari terakhir bulan Ramadhan. Sehingga apabila seseorang meninggal setelah terbenam matahari, atau seorang bayi dilahirkan sebelum terbenam matahari maka telah wajib atas mereka Zakat Fitrah.
3. Memiliki kelebihan pada hari raya dan malamnya dari kebutuhan pokok makanan, pakaian, tempat tinggal dan pembantu (yang ia butuhkan untuk mengurus keperluan diri dan keluarga yang wajib ia nafkahi), untuk dirinya dan untuk orang-orang yang wajib ia nafkahi.

Apabila seseorang telah memenuhi tiga syarat di atas maka ia diwajibkan menunaikan Zakat Fitrah. Walaupun di lain sisi ia seorang Mustahik (orang yang berhak menerima Zakat).

Adapun orang-orang yang wajib ia nafkahi adalah sebagai berikut:
1. Orang tua kandung yang faqir.
2. Istri.
3. Anak kandung yang belum baligh dan Faqir. Atau sudah baligh tetapi faqir dan tidak mampu bekerja.

Peringatan:
1. Anak kandung yang sudah baligh tidak wajib dinafkahi oleh orang tuanya, maka wajib menunaikan Zakat Fitrah atas dirinya sendiri.
2. Pembantu rumah tangga Zakat Fitrahnya atas dirinya sendiri. Dan apabila majikan atau orang lain ingin menunaikan Zakat Fitrah atas pembantu tersebut, maka harus ada tawkil atau izin sebagaimana penjelasan yang tersebut di atas.

Zakat Fitrah Harus Pakai Bahan Makanan Pokok
Apabila telah memenuhi tiga syarat wajib berzakat fitrah di atas, seseorang wajib mengeluarkan adalah 3½ liter bahan makanan pokok masing-masing daerah. Dalil tersebut sebagaimana sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari dan Muslim dari Ibni Umar radhiyallahu 'anhuma: "Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah mewajibkan Zakat Fitrah dibulan Ramadhan kepada orang-orang, yaitu Sha' (± 3½ liter) Kurma atau Sha’ (± 3½ liter) Gandum atas setiap orang yang merdeka atau hamba sahaya, laki-laki atau perempuan dari kaum muslimin".

Maka dari hadits sahih di atas tidak dibenarkan mengeluarkan Zakat Fitrah dalam bentuk uang sebagaimana yang terjadi di masyarakat kita dewasa ini. (Fathul Mu’in Jilid 2 Hal 197)

Dalam I'anatut Tholibin Jilid 2 Hal 197 disebutkan sebagai berikut: "Tidak sah berzakat dengan qimah (uang) sebagai ganti dari 3½ Liter Fitrah, sebagimana yang disepakati seluruh ulama mazhab kami (Madzhab As-Syafi’i)". Bahkan hampir seluruh Mazhab sepakat bahwa zakat fitrah dengan uang sebagai ganti dari makanan pokok tidak dibenarkan. (Lihat Fathul ‘Allam Jilid 3 Hal 430).

Perhatian:
Solusi dari pada masalah di atas yang telah mengakar di masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya panitia memberikan pengarahan sejak jauh hari di saat masyarakat berkumpul, seperti saat Sholat Tarawih, Jumat dan sebagainya. Bahwa Zakat Fitrah yang dibenarkan adalah dengan bahan makanan pokok. Dan panitia pengelola tidak menerima Zakat Fitrah dengan bentuk uang. Lain halnya dengan infaq, sodaqoh dan Zakat Maal.

2. Hendaknya panitia zakat menyiapkan bahan makanan pokok (yang dalam hal ini adalah beras), sehingga setiap orang yang akan berzakat dengan uang disarankan membeli beras yang telah disediakan dengan uang yang mereka bawa untuk berzakat, kemudian berniat.

Waktu Paling Afdhol Mengeluarkan Zakat Fitrah
Zakat Fitrah wajib ditunaikan mulai dari terbenam matahari hari terakhir bulan Ramadhan. Akan tetapi Zakat Fitrah boleh ditunaikan sejak masuknya bulan Ramadhan. Waktu yang paling tepat dan afdhol adalah antara terbit fajar hari raya sampai sholat ‘Idul Fitri. Adapun menunaikannya setelah solat ‘Idul Fitri sampai terbenam matahari hari raya hukumnya makruh. Dan apabila menunaikannya setelah terbenam matahari hari raya maka hukumnya haram, dan Zakat Fitrah tetap wajib ia tunaikan.

Zakat Fitrah untuk Siapa?
Ketahuilah bahwa Zakat tidak boleh disalurkan melainkan kepada delapan golongan yang tersebut di dalam Al-Qur’an. Allah berfirman: "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang faqir, orang-orang miskin, amil-amil zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan. Ketetapan dari Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana". (QS At-Taubah: 60)

1. Faqir: Adalah orang yang tidak memiliki harta atau pekerjaan sama sekali, atau memiliki harta/pekerjaan yang tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhannya.

2. Miskin: Adalah orang yang memiliki harta/pekerjaan yang hanya dapat menutupi diatas setengah dari kebutuhannya.
Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan yang tersebut diatas adalah kebutuhan primer yang sederhana. Sehingga apabila harta/pekerjaanya tidak dapat menutupi setengah dari kebutuhan primernya yang sederhana, maka ia tergolong faqir. Dan apabila dapat menutupi diatas setengah kebutuhan primernya yang sederhana maka ia tergolong miskin.

3. Amil: Adalah orang yang dilantik secara resmi oleh pemerintah untuk mengelola zakat.
Amil hanya berhak menerima zakat apabila tidak mendapat gaji/upah dari pemerintah. Dan yang berhak mereka terima dari zakat hanyalah sekedar upah yang wajar. Adapun apabila mereka menerima gaji/upah dari pemerintah, maka mereka tidak berhak menerima zakat.

Adapun sebagian besar panitia zakat yang ada di masjid/musholla dsb sebagaimana yang ada di masyarakat, mereka bukanlah Amil yang dimaksud oleh Syari’ah, karena mereka tidak dilantik secara resmi oleh pemerintah. Akan tetapi status mereka hanyalah wakil/perantara dari orang yang berzakat.

4. Muallaf: Seseorang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. Atau seorang tokoh masyarakat yang masuk Islam yang imannya kuat yang dengan diberikan kepadanya zakat diharap keislaman orang-orang yang setaraf dengannya.

5. Fir Riqob: Budak yang mempunyai akad dengan majikannya bahwa dirinya akan merdeka apabila ia mampu melunasi kepada majikannya jumlah yang disepakatinya.

6. Ghorim: Adalah seorang yang berhutang bukan untuk ma’siat.

7. Fi Sabilillah: Orang yang berperang dijalan Allah melawan orang kafir tanpa digaji oleh pemerintah.
Para kiayi, ustad, guru, masjid/musholla, pesantren, madrasah, mereka bukanlah yang dimaksud dengan kata "Fi Sabilillah" di dalam ayat tersebut. Sehingga mereka tidak diperbolehkan menerima Zakat. Seluruh Mazhab yang empat sepakat bahwa “Fi Sabilillah” yang tersebut dalam ayat diatas adalah "Orang yang berperang di jalan Allah". Bahkan di dalam hadist yang diriwayatkan Imam Ahmad dan Al-Hakim yang juga dishohihkan olehnya bahwa Nabi secara jelas menyebutkan bahwa "Fi Sabilillah" adalah orang yang berperang di jalan Allah. Beliau bersabda dalam hadits tersebut: "Aw ghozin fi sabilillah" atau orang yang berperang di jalan Allah.

8. Ibnu Sabil: Orang yang musafir atau orang yang untuk sampai ke tujuan.

Demikian ulasan tentang zakat fitrah yang dapat dijadikan pedoman oleh kaum muslimin khususnya panitia-panitia zakat di Indonesia.

(rhs)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2196 seconds (0.1#10.140)