Catatan Syahdu Ustaz Tengku Zulkarnain: Umi dan Ramadhan Bulan Agung
loading...
A
A
A
BEBERAPA hari lagi Ramadhan akan datang. Marhabban ya Ramadhan. Ustaz Tengku Zulkarnain memasang status di Instagram tentang puasa di masa kecil bersama sang bunda. Sebuah status yang menyentuh. Umi, begitu Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia ini memanggil sang Bunda.
Berikut catatan Ustaz Tengku itu:
Di saat seperti ini, di penghujung bulan Sya'ban adalah hari hari paling syahdu dalam hidup saya. Suasana udara pun terasa ikut menjadi syahdu. Hati ini pun terasa menjadi syahdu juga. Hari-hari di ujung bulan Sya'ban ini adalah hari-hari syahdu, karena sebuah bulan Agung akan menjelang datang dengan membawa hari hari Agung. Itulah bulan Ramadhan...
Dulu saat usia 6 tahun adalah kali pertama dalam hidup saya untuk mulai melakukan ibadah puasa. Nun jauh di Rokan Hilir, sebuah kota kecil penghasil ikan nomor dua terbesar di dunia, Bagan Siapi-api, adalah tempat yg menjadi saksi ibadah puasa pertama untuk saya tapaki.
Ibuku berkata:"Anakku, puasa Umi banyak tinggal, karena Umi banyak melahirkan saudaramu. (Anak Umi semuanya ada sembilan orang. Satu orang adik saya, Tengku Khairuman, wafat saat usia 14 bulan). Kamulah yang Umi harapkan dapat membantu Umi. Puasa yg kamu lakukan akan menjadi pembayar semua hutang puasa Umi yg tertinggal, agar Umi selamat kelak di akhirat. Karena kamu belum dewasa, belum baligh, belum berdosa. Dan, airmata Umi mengalir di pipi beliau.
Saya sebenarnya belum begitu mengerti seluruh isi perkataan Umi saat itu. Tapi saya sudah dan masih mampu mengingatnya sampai saat ini. Yang terlintas di hati ini saat itu adalah sebuah tekad. Hati ini berkata. "Wahai Umi jangan menangis. Anakmu ini lebih rela mati daripada tidak puasa, jika memang puasa anak ini dapat membayar semua hutang Umi. Apalagi bisa membuat Umi senang dan tidak menangis..."
Puasa pertama tentu sangat berat. Hampir setiap dua atau tiga jam sekali saya masuk ke parit besar di Jalan Selamat, Bagan Siapi-api, depan rumah Atuk Rodho'ah saya, Umar Syukri, berendam di bawah titi. Sebentar-sebentar Atok memanggil dari dalam rumah: "Nain..." utk memastikan saya tidak tenggelam dan hanyut.
.
"Umi...sampai kini anakmu tetap menjaga ibadah puasa di bulan Ramadhan. Apapun penghalangnya tidak menyurutkan anak untuk mundur dari puasa. Meskipun berpuasa adalah amal terberat bagi anakmu ini... Semoga kelak di saat kita bertemu di alam barzakh anakmu ini tidak mengecewakan mu, wahai Umi..."
Ya Allah muliakan Umi dan Papi... Aamiin...
Medan, 19 April, 2020
Tengku Zulkarnain
Berikut catatan Ustaz Tengku itu:
Di saat seperti ini, di penghujung bulan Sya'ban adalah hari hari paling syahdu dalam hidup saya. Suasana udara pun terasa ikut menjadi syahdu. Hati ini pun terasa menjadi syahdu juga. Hari-hari di ujung bulan Sya'ban ini adalah hari-hari syahdu, karena sebuah bulan Agung akan menjelang datang dengan membawa hari hari Agung. Itulah bulan Ramadhan...
Dulu saat usia 6 tahun adalah kali pertama dalam hidup saya untuk mulai melakukan ibadah puasa. Nun jauh di Rokan Hilir, sebuah kota kecil penghasil ikan nomor dua terbesar di dunia, Bagan Siapi-api, adalah tempat yg menjadi saksi ibadah puasa pertama untuk saya tapaki.
Ibuku berkata:"Anakku, puasa Umi banyak tinggal, karena Umi banyak melahirkan saudaramu. (Anak Umi semuanya ada sembilan orang. Satu orang adik saya, Tengku Khairuman, wafat saat usia 14 bulan). Kamulah yang Umi harapkan dapat membantu Umi. Puasa yg kamu lakukan akan menjadi pembayar semua hutang puasa Umi yg tertinggal, agar Umi selamat kelak di akhirat. Karena kamu belum dewasa, belum baligh, belum berdosa. Dan, airmata Umi mengalir di pipi beliau.
Saya sebenarnya belum begitu mengerti seluruh isi perkataan Umi saat itu. Tapi saya sudah dan masih mampu mengingatnya sampai saat ini. Yang terlintas di hati ini saat itu adalah sebuah tekad. Hati ini berkata. "Wahai Umi jangan menangis. Anakmu ini lebih rela mati daripada tidak puasa, jika memang puasa anak ini dapat membayar semua hutang Umi. Apalagi bisa membuat Umi senang dan tidak menangis..."
Puasa pertama tentu sangat berat. Hampir setiap dua atau tiga jam sekali saya masuk ke parit besar di Jalan Selamat, Bagan Siapi-api, depan rumah Atuk Rodho'ah saya, Umar Syukri, berendam di bawah titi. Sebentar-sebentar Atok memanggil dari dalam rumah: "Nain..." utk memastikan saya tidak tenggelam dan hanyut.
.
"Umi...sampai kini anakmu tetap menjaga ibadah puasa di bulan Ramadhan. Apapun penghalangnya tidak menyurutkan anak untuk mundur dari puasa. Meskipun berpuasa adalah amal terberat bagi anakmu ini... Semoga kelak di saat kita bertemu di alam barzakh anakmu ini tidak mengecewakan mu, wahai Umi..."
Ya Allah muliakan Umi dan Papi... Aamiin...
Medan, 19 April, 2020
Tengku Zulkarnain
(mhy)