Dahsyatnya Kandungan Al-Qur'an, Tak Ada Kitab yang Bisa Menandinginya (1)

Rabu, 07 Juli 2021 - 17:16 WIB
loading...
Dahsyatnya Kandungan Al-Quran, Tak Ada Kitab yang Bisa Menandinginya (1)
Muhammad Maruf Assyahid Jurnalis-Sufi yang juga Alumnus Ponpes Baitul Mustaqim Lampung Tengah. Foto/Ist
A A A
Muhammad Ma'ruf Assyahid
Jurnalis-Sufi,
Alumnus Ponpes Baitul Mustaqim Lampung Tengah,
Jamaah Thariqah Naqsyabandiyah Khalidiyah

Mari kita simak keabadian makna Al-Qur'an dan surat cinta dari Allah berikut:

"...Dan mereka yang beriman pada (Al-Qur'an) yang diturunkan kepadamu (Nabi Muhammad) dan (kitab-kitab suci) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat." (Al-Baqarah Ayat 4)

Tafsir mengenai ayat keempat dalam Surat Al-Baqarah ini relatif sama pada setiap buku tafsir. Nyaris tidak ada perselisihan pendapat bahwa orang Islam wajib mengimani Al-Qur'an dan semua kitab suci yang diturunkan kepada para Nabi-nabi sebelumnya. Namun, bagi saya, tafsir Ibn Abbas tetaplah tampak paling orisinil, dan memberikan penjelasan singkat dan paling memuaskan, karena bagaimanapun dia berhubungan langsung dengan pembawa risalah Kanjeng Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam (SAW).

Saya akan banyak mengutip definisi Al-Qur'an dan kitab-kitab sebelumnya dari Kitab I’tidaq-Nama, karya Maulana Dhiya Ad-din Khalid Al Baghdadi, seorang ulama sufi agung dari suku Kurdi negara Irak. Beliau adalah pendiri cabang tarekat Sufi Naqsyabandi - yang disebut Khalidiyah—kepada thariqat ini, saya juga telah berbaiat pada jalan para Nabi.

Kitab yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul Iman dan Islam oleh penerbit Hakikat Kitabevi ini sangat rinci mengungkapkan tafsir maknawi atas apa yang disebut sebagai kalimat Allah, atau word of gods.

Menurut mursyid agung ini, kitab-kitab yang diwahyukan Allah, baik pengucapan atau makna beberapa ayatul karimah, atau keduanya, telah diubah (naskh) oleh-Nya. Al-Qur'an menggantikan semua kitab-kitab sebelumnya dan menghapuskan keabsahan peraturan dari pada kitab-kitab tersebut. Tidak akan pernah ada kesalahan, penambahan, kehilangan atau kehilangan poin di dalam Al-Qur'an sampai akhir dunia, dan juga tidak akan terlupakan. Semua pengetahuan tentang masa lalu dan masa depan ada di Al-Qur'an.

Atas alasan tersebutlah, Qur'an menempati posisi yang lebih unggul dari kitab-kitab sebelumnya, yaitu sebagai Mukjizat terbesar dari Rasulullah SAW. Karenanya Allah, menantang siapapun mahluk Nya, baik manusia maupun dan jin-jin untuk bisa membantah atau membuat satu ayat pendek saja seperti Qur'an. (Al-Isra’: 88).

Faktanya, memang tidak ada yang berhasil sampai saat ini. Banyak pakar tafsir, bahasa dan sastra baik muslim maupun non muslim yang mengakui keindahan dan kedalaman isi Al-Qur'an.

Menurut Maulana Khalid, ada seratus empat kitab surgawi yang diturunkan kepada Manusia: Rinciannya, sepuluh suhuf (lembaran-lembaran) diwahyukan kepada nabi Adam alaihis-salam, lima puluh suhuf kepada Shis alaihis-salam (Shit) tiga puluh suhuf untuk nabi Idris alaihis-salam dan sepuluh suhuf untuk Nabi Ibrahim 'alahis salam. Taurat diturunkan kepada nabi Musa alaihis-salam, Zabur diturunkan kepada nabi Daud alaihis-salam, Injil kepada nabi Isa alaihis-salam dan Al-Qur'an diturunkan kepada nabi Muhammad 'sall-Allahu alaihi wa sallam'.

Saya sudah membaca sebagian kitab dari taurat dan suhuf Nabi Idris yang menurut saya asli, khususnya tentang keterangan atau buku Adam dan Hawa, serta suhuf Nabi Idris. Naskah-Naskah ini berasal dari kumpulan naskah yang ditemukan di Laut Mati, dan telah ditolak gereja karena isinya tidak sesuai dengan hasil kanon mereka.

Memang, di dalamnya tidak ada sama sekali kata yang merujuk pada Son of Gods, yang adanya hanyalah the Holy One. Para ahli menyebutkan kitab ini adalah milik salah satu sekte agama Yahudi yang masih murni, karena berdasarkan penelitian hidup sebelum Nabi Isa lahir.

Buku Adam dan Hawa misalnya, sangat rinci menjelaskan bagaimana proses Adam bisa diturunkan ke dunia, jauh lebih lengkap daripada Al-Qur'an yang memuat nama Adam dalam 25 ayat, memang seperti meringkas hal-hal penting saja. Berdasarkan pandangan saya, kitab ini ke depan, bila dikaji lebih dalam bisa menguak teka teki, apakah Adam diturunkan secara langsung maujud sebagai manusia di bumi, atau kata "kun" dalam Qur'an itu mengandung makna sebuah proses. Saya mengambil pendapat bahwa, kata kun adalah sebuah proses, karena alam raya ini terikat oleh sunatullah ruang dan waktu, sementara asal kata kun adalah dari Allah yang bebas dari hal tersebut.

Perbedaan ini sedikit banyak telah terpecahkan oleh teori relativitas Einstein, bahwa waktu di dunia ini jauh lebih singkat daripada di ruang angkasa. Bukti nyatanya adalah mekansime kerja teknologi global positioning system (GPS) yang saat ini lazim dipakai sebagai peta real time.

Disebutkan, jam atom (atomic clocks) yang dipasangkan pada satelit berjalan 45 juta detik lebih cepat setiap harinya daripada waktu di Bumi. Itu bukan karena jam di satelit kurang akurat ketika berada di ruang angkasa, melainkan waktu berlalu dengan kecepatan yang berbeda dengan di Bumi. Satu detik saja jam satelit itu meleset, maka koordinat GPS di bumi akan meleset 10 kilometer.

Allah berfirman: "Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu." (QS.Al Hajj: 47)

Subhanallah, apa yang dikemukakan kitab suci Qur'an, sekitar 800 tahun lalu terbukti secara empiris, bahwa satu detik di angkasa—di langit dimana Allah bersemayam Arsy, di langit ke tujuh, meskipun saya yakin lokasi satelit GPS pastilah masih merupakan langit dunia, atau paling rendah—rupanya 45 juta detik lebih cepat dari waktu di dunia.

Makanya tidak mengherankan dalam sebuah hadist shahih Nabi Muhammad SAW mengumpamakan bahwa periode kerasulannya sampai kiamat hanyalah dari waktu Ashar sampai Maghrib, dan Nabi Isa dari Zuhur ke Ashar. Sementara, sejumlah perhitungan menggunakan formula QS. Al Hajj: 47 atau 1 hari di sisi Allah setara 1000 tahun di dunia—dengan menggunakan asumsi rata-rata angka harapan hidup manusia saat ini antara 63-70 tahun—maka lamanya hidup seorang manusia di dunia ini tidak lain hanyalah 1,5-1,7 jam saja di sisi Allah.

Suhanallah, mari kita tidak menyianyiakan sisa waktu umur kita, karena bagaimanapun bila sampai usia maksimal 70 tahun pun itu akan menentukan kehidupan abadi kita di akhirat kelak, entah di neraka atau di surga. Allah sudah mengingatkan dalam QS al-'Ashr: "Demi waktu (Ashar). Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh serta saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran."

Saya berdoa, tulisan ini dan anda yang membacanya bisa masuk dalam kategori saling menasehati, Aaamin.

Berdasarkan perbedaan waktu tersebut, mudah-mudahan saya mendapatkan kesempatan untuk menggali lebih dalam bahwa buku soal Adam dan Hawa ini bisa menawarkan sebuah pemahaman alternatif yang baru.Yaitu, menjembatani konfrontasi abadi antara ilmuwan penganut teori evolusi Darwin dengan ulama klasik Islam bahwa mengenai apakah mungkin Nabi Adam serumpun dengan kera atau simpanse, atau sebaliknya kera berevolusi dari Nabi Adam, karena kutukan Allah. Ini tentu masih sebatas dugaan kasar berdasarkan dua fakta yang tampaknya saling mendukung.

Homininii yang merupakan bahasa ilmiah untuk Homo sapiens atau spesies manusia. Kita termasuk kelompok kera besar yang disebut sebagai keluarga taksonomi hominid atau hominidae. Begitu juga neanderthal, australopitechus, manusia purba lain, orangutan, gorila, bonobo dan simpanse yang berevolusi dari nenek moyang yang sama sekitar 14 juta tahun yang lalu.

Fakta kedua, seperti dijelaskan dalam buku Adam dan Hawa dari naskah laut mati, proses pengusiran Adam dari surga ke dunia beserta iblis, memakan proses waktu adaptasi yang panjang.

Perihal lokasi penurunannya masih simpang siur diantara mufassir. At-Thabari misalnya, meriwayatkan iblis diturunkan di negeri Maisan, yaitu negeri yang terletak antara Basrah dengan Wasith. Sedangkan ular diturunkan di negeri Asbahan (Iran). Sementara itu, riwayat lain menyebutkan, Adam diturunkan di bukit Shafa dan Siti Hawa di bukit Marwah, atau juga di daerah India, sementara Hawa diturunkan di Irak. Mufassir sepakat, Adam dan Hawa kemudian bertemu di Jabal Rahmah.

Bagi saya, menghubungan Adam dengan spesies simpanse atau binatang sejenisnya bukan merupakan penghinaan terhadap manusia, dan malah sebaliknya membuktikan kemahakuasaan Allah, mengevolusikan makhluk tak berakal menjadi berakal—atau juga bisa sebaliknya.

Prinsip saya, kehinaan manusia yang membuktikan keagungan Allah adalah sebuah kemuliaan. Bila ini terbukti, maka bisa membuka kunci rahasia betapa Qur'an adalah kitab yang dapat dibuktikan secara empiris, khususnya untuk kisah-kisah para umat terdahulu.

(Bersambung)!

(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2051 seconds (0.1#10.140)