Al-Barra' bin Malik (1): Menyongsong Kematian, Mendapatkan Kehidupan

Rabu, 18 Agustus 2021 - 05:00 WIB
loading...
Al-Barra bin Malik (1): Menyongsong Kematian, Mendapatkan Kehidupan
Ilustrasi/Ist
A A A
DIA adalah salah seorang di antara dua bersaudara yang hidup mengabdikan diri kepada Allah, dan telah mengikat janji dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam . Yang pertama bernama Anas bin Malik pembantu Rasulullah SAW. Ibunya bernama Ummu Sulaim membawanya kepada Rasul, saat usianya baru sepuluh tahun. "Ya Rasulullah ... Ini Anas, pelayan anda yang akan melayani anda, doa'akanlah ia kepada Allah!" ujar Ummu Sulaim saat menyerahkan putranya itu.



Rasulullah mencium anak itu antara kedua matanya lalu mendoakannya. Rasul telah mendo'akannya dengan kata-kata: ”Ya Allah banyakkanlah harta dan anaknya, berkatilah ia dan masukkanlah ia ke surga."

la hidup, sampai usia 99 tahun dan diberi-Nya anak dan cucu yang banyak. Begitu pula Allah memberinya rezeki, berupa kebun yang luas dan subur, yang dapat menghalalkan panen buah-buahan dua kali dalam setahun.

Yang kedua dari dua bersaudara itu ialah Barra' bin Malik. la termasuk golongan terkemuka dan terhormat, menjalani kehidupannya dengan bersemboyan Allah dan surga. Dan barang siapa melihatnya ia sedang berperang mempertahankan Agama Allah, niscaya akan melihat hal ajaib di balik ajaib.

Ketika ia berhadapan pedang dengan orang-orang musyrik, Barra' bukanlah orang yang hanya mencari kemenangan, sekalipun kemenangan termasuk tujuan, tetapi tujuan akhirnya ialah mencari syahid. Seluruh cita-citanya mati syahid, menemui ajalnya di salah suatu gelanggang pertempuran dalam mempertahankan haq dan melenyapkan batil. Dia tak pernah ketinggalan dalam setiap peperangan baik bersama Rasul ataupun tidak.

Pada suatu hari teman-temannya datang mengunjunginya, ia sedang sakit, dibawanya air muka mereka lalu katanya: "Mungkin kalian takut aku mati di atas tempat tidurku. Tidak, demi Allah, Tuhan tidak akan menghalangiku mati syahid."

Allah benar-benar telah meluluskan harapannya. Ia tidak mati di atas tempat tidurnya, tetapi ia gugur menemui syahid dalam salah satu pertempuran yang terdahsyat.



Kepahlawanan Barra' di medan perang Yamamah wajar dan cocok dengan watak serta tabiatnya. Wajar untuk seorang pahlawan yang sampai-sampai Umar mewasiatkan agar ia jangan jadi komandan pasukan, disebabkan keberaniannya yang luar biasa, keperwiraan dan ketetapan hatinya menghadang maut. Semua sifatnya itu akan menyebabkan kepemimpinannya dalam pasukan membahayakan anak buahnya dan dapat membawa kebinasaan.

Barra' berdiri di medan perang Yamamah, ketika balatentara Islam yang berada di bawah komando Khalid, bersiap-siap untuk menyerbu. la berdiri dan merasakan detik-detik itu, yakni saat sebelum panglimanya memerintahkan maju, amat lama sekali, bertahun-tahun layaknya.

Kedua matanya yang tajam bergerak-gerak dengan cepatnya menyelusuri seluruh medan tempur, seolah-olah sedang mencari-cari tempat bersemayam yang sebaik-baiknya untuk seorang pahlawan. Memang tak ada yang menyibukkannya di antara segala urusan dunia, kecuali tujuan Yang satu ini.

Dimulai dengan berjatuhannya korban di pihak kaum musyrikin penyeru kedhaliman dan kebathilan akibat ketajaman dan tebasan pedangnya al-Barra' yang ampuh.

Kemudian di akhir pertempuran, suatu pukulan pedang mengenai tubuhnya dari tangan seorang musyrik, menyebabkan tubuh kasarnya jatuh ke tanah, sementara tubuh halusnya menempuh jalannya membubung ke tingkat yang tertinggi ke mahligai para syuhada tempat kembalinya orang-orang yang beroleh berkah.

Itulah khayalannya ketika ia menunggu kamando. Khalid mengumandangkan takbir "Allahu Akbar", maka majulah seluruh barisan yang bersatu-padu menuju sasarannya, dan maju pula peng'asyik maut Barra' bin Malik.

la terus mengejar anak buah dan pengikut si pembohong Musailamah dengan pedangnya, hingga mereka berjatuhan laksana daun kering di musim, rontok. Tentara Musailamah bukanlah tentara yang lemah dan sedikit jumlahnya. Bahkan ia adalah tentara murtad yang paling berbahaya.



Baik bilangan maupun perlawanan rerta perjuangan mati-matian prajuritnya, merupakan bahaya di atas semua bahaya.

Mereka menjawab serangan Kaum Muslimin dengan perlawanan yang mencapai puncak kekerasannya sehingga hampir-hampir mereka mengambil alih kendali pertempuran dan mengubah perlawanan mereka menjadi serangan balasan. Waktu itulah kegelisahan terasa merembes ke dalam barisan Kaum Muslimin. Melihat situasi ini, para komandan dan pimpinan pasukan sambil terus bertempur berdiri di atas pelana, berseru dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat dan meneguhkan hati.

Barra' bin Malik mempunyai suara indah dan keras. la dipanggil oleh panglima Khalid, dimintanya untuk buka suara. Maka Barra pun menyerukan kata-kata yang penuh gemblengan semangat dan kepahlawanan, beralasan dan kuat. "Wahai penduduk Madinah! Tak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanya Allah dan surga... !" pekiknya.

Ucapan itu menunjukkan jiwa pembicaranya, dan menjelaskan watak akhlaknya. Benarlah, yang tinggal hanyalah Allah dan surga! Karena di dalam suasana dan tempat seperti ini, tidaklah wajar ada pikiran-pikiran kepada yang lain walau kota Madinah, ibu kota Negara Islam, tempat rumah tangga, isteri dan anak-anak mereka! Sekarang tidak patut mereka berpikir ke sana! Sebab bila mereka sampai dikalahkan, maka tak ada artinya kota Madinah lagi.

Kata-kata Barra' ini meresap laksana membangkitkan semangan jihad pasukan muslimin. Dan dalam waktu yang tidak lama, suasana pertempuran pun kembali kepada keadaannya semula.

Kaum Muslimin memperoleh kemajuan sebagai pendahuluan bagi suatu kemenangan yang gemilang. Dan orang-orang musyrikin tersungkur ke jurang kekalahan yang amat pahit.

Pada saat itu Barra' bersama kawan-kawannya berjalan dengan bendera Muhammad shallallahu alaihi wasalam hendak mencapai tujuan yang utama.

Orang-orang musyrik mundur dan melarikan diri ke belakang. Mereka berkumpul dan berlindung di suatu perkebunan besar yang mereka ambil sebagai benteng pertahanan.

Pertempuran menjadi reda, dan semangat Muslimin agak surut. Jika begini naga-naganya, dengan siasat yang dipakai anak buah serta tentara Musailamah bertahan di perkebunan itu, mungkin suasana peperangan akan berbalik dan berubah arah lagi.

Maka di saat yang genting itu, Barra' naik ke suatu tempat yang ketinggian, lalu berseru: 'Wahai Kaum Muslimin, bawalah aku dan lemparkan ke tengah-tengah mereka ke dalam kebun itu...!"

"Bukankah sudah kukatakan kepada anda sekalian, bahwa ia tidak mencari menang tetapi mencari syahid?"

la benar-benar telah membayangkan bahwa langkah ini adalah penutup yang terbaik bagi kehidupannya, dan bentuk yang terindah untuk kematiannya. Sewaktu ia dilemparkan ke dalam kebun itu nanti, maka ia segera membukakan pintu bagi Kaum Muslimin, dan bersamaan itu pedang-pedang orang musyrikin akan melukai dan mengoyak-ngoyak tubuhnya, tetapi di waktu itu pula pintu-pintu surga akan terbuka lebar memperlihatkan kemewahan dan kenikmatannya untuk menyambut mempelai baru dan mulia.



Barra' rupanya tidak menunggu ia digotong dan dilemparkan, malah ia sendiri yang memanjat dinding dan melemparkan dirinya ke dalam kebun dan langsung membuka pintu yang terus diserbu oleh tentara Islam. Akan tetapi mimpi Barra' belum lagi terlaksana, tak ada rupanya pedang-pedang musyrikin yang sampai mencabut nyawanya, hingga tidak pula ia menemukan kematian yang selama ini didambakan.

Benarlah apa yang dikatakan oleh Abu Bakar radhiallahu anhu: "Songsong dan carilah kematian, pasti akan mendapatkan kehidupan!"

Memang tubuh pahlawan itu mendapat lebih dari delapan puluh tusukan dari pedang-pedang musyrikin menyebabkannya menderita luka lebih dari delapan puluh lubang, sehingga sebulan sesudah perang berlalu masih juga dideritanya, dan Khalid sendiri ikut merawatnya di waktu itu. Tetapi semua yang menimpa dirinya ini belum lagi dapat mengantarkannya kepada apa yang dicita-citakannya.
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1926 seconds (0.1#10.140)