Teguran Tuhan kepada Hasan Al-Bashri Lewat Mimpi: Tuhan Melihat Hatimu

Sabtu, 28 Agustus 2021 - 06:53 WIB
loading...
Teguran Tuhan kepada Hasan Al-Bashri Lewat Mimpi: Tuhan Melihat Hatimu
Imam Hasan Al-Bashri bermimpi Tuhan menegurnya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada pengucapan tajwid yang sempurna. Ilusrasi/Ist
A A A
PADA suatu hari, Hasan Al-Basri pergi mengunjungi Habib Ajmi, seorang sufi besar lain. Pada waktu salatnya, Hasan mendengar Ajmi banyak melafalkan bacaan salatnya dengan keliru. Oleh karena itu, Hasan memutuskan untuk tidak salat berjamaah dengannya. Ia menganggap kurang pantaslah bagi dirinya untuk salat bersama orang yang tak boleh mengucapkan bacaan salat dengan benar.



Di malam harinya, Hasan Al-Basri bermimpi. Ia mendengar Tuhan berbicara kepadanya, “Hasan, jika saja kau berdiri di belakang Habib Ajmi dan menunaikan salatmu, kau akan memperoleh keridaan-Ku, dan salat kamu itu akan memberimu manfaat yang jauh lebih besar daripada seluruh salat dalam hidupmu. Kau mencoba mencari kesalahan dalam bacaan salatnya, tapi kau tak melihat kemurnian dan kesucian hatinya. Ketahuilah, Aku lebih menyukai hati yang tulus daripada pengucapan tajwid yang sempurna.

Kisah Hasan Al-Basri ini mirip kisah berikut ini:

Pada suatu hari, seorang darwis yang berasal dari mazhab yang saleh, berjalan menyusur tepi sungai. Ia memusatkan perhatian pada berbagai masalah moral dan ajaran, sebab itulah yang menjadi pokok perhatian pengajaran Sufi dalam mazhabnya. Ia menyamakan agama, perasaan, dengan pencarian kebenaran mutlak.

Tiba-tiba renungannya terganggu oleh teriakan keras: Seseorang terdengar mengulang-ulang suatu ungkapan darwis. Tak ada gunanya itu, katanya kepada diri sendiri. Sebab orang itu telah salah mengucapkannya. Seharusnya diucapkannya ya hu, tapi ia mengucapkannya u ya hu.



Kemudian ia menyadari bahwa sebagai darwis yang lebih teliti, ia mempunyai kewajiban untuk meluruskan ucapan orang itu. Mungkin orang itu tidak pernah mempunyai kesempatan mendapat bimbingan yang baik, dan karenanya telah berbuat sebaik-baiknya untuk menyesuaikan diri dengan gagasan yang ada di balik suara yang diucapkannya itu.

Demikianlah darwis yang pertama itu menyewa perahu dan pergi ke pulau di tengah-tengah arus sungai, tempat asal suara yang didengarnya tadi.

Didapatinya orang itu duduk di sebuah gubuk alang-alang, bergerak-gerak sangat sukar teratur mengikuti ungkapan yang diucapkannya itu. "Sahabat," kata darwis pertama, "Anda keliru mengucapkan ungkapan itu. Saya berkewajiban memberitahukan hal ini kepada Anda, sebab ada pahala bagi orang yang memberi dan menerima nasihat. Inilah ucapan yang benar." Lalu ia memberitahukannya ucapan itu.

"Terimakasih," kata darwis yang lain itu dengan rendah hati.

Darwis pertama turun ke perahunya lagi, sangat puas, sebab baru saja berbuat amal. Bagaimana pun kalau orang bisa mengulang-ulang ungkapan rahasia itu dengan benar, maka ada kemungkinan ia bisa berjalan di atas air. Hal itu memang belum pernah disaksikannya sendiri, tetapi berdasarkan alasan tertentu- darwis pertama itu ingin sekali bisa melakukannya. Kini ia tak mendengar lagi suara gubuk alang-alang itu, tapi ia yakin bahwa nasehatnya telah dilaksanakan sebaik-baiknya.

Kemudian didengarnya lagi ucapan u ya hu yang keliru itu ketika darwis yang di pulau tersebut mulai mengulang-ulang ucapannya. Ketika darwis pertama merenungkan hal itu, memikirkan betapa manusia memang suka bersikeras mempertahankan kekeliruan, tiba-tiba disaksikannya pemandangan yang menakjubkan. Dari arah pulau itu, darwis kedua tadi tampak menuju perahunya, berjalan di atas air.

Karena takjubnya, ia pun berhenti mendayung. Darwis kedua pun mendekatinya, katanya, "Saudara, maaf saya mengganggu Anda. Saya datang untuk menanyakan cara yang benar untuk mengucapkan ungkapan yang Anda beritahukan kepada saya tadi; sulit benar rasanya mengingat-ingatnya."

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1315 seconds (0.1#10.140)