Surat An-Nisa Ayat 59: Kepada Siapa Kita Taat?

Jum'at, 27 Agustus 2021 - 16:31 WIB
loading...
Surat An-Nisa Ayat 59: Kepada Siapa Kita Taat?
Surat An-Nisa 59, memberi rambu-rambu kepada siapa kita mesti taat. Ilustrasi/dok SINDOnews
A A A

Surat An-Nisa Ayat 59 memberi perintah kepada kita kepada siapa kita harus taat. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن
تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا


"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." ( QS An-Nisa Ayat 59 ).



Menurut penafsiran Sayyid Qutub pada kitab Tafsir fi Dzilalil qur’an Jilid II, Al-Quran surat An-Nisa’ ayat 59, Allah SWT menjelaskan Syarat Iman dan batasan Islam. Dalam waktu yang sama dijelaskan pulalah kaidah Nidzam Asasi (Peraturan Pokok) bagi kaum muslimin, kaidah hukum dan sumber kekuasaan. Semuanya diawali dan diakhiri dengan menerimanya dari Allah saja, dan kembali kepadaNya saja mengenai hal-hal yang tidak ada nashnya.

Seperti urusan-urusan parsial yang terjadi dalam kehidupan manusia sepanjang perjalanan dan dalam generasi yang berbeda-beda pemikiran dan pemahaman dalam menanggapinya. Untuk itu semua, diperlukanlah timbangan yang mantab agar menjadi tempat kembalinya akal, pikiran, dan pemahaman mereka.

Allah SWT wajib ditaati di antara hak prerogatif uluhiyah ialah dalam menetapkan Syariat. Maka. Syariat Allah wajib dilaksanakan.

Orang-orang yang beriman wajib taat pula kepada Rasulullah SAW karena tugasnya adalah mengemban Risalah dari Allah, karena itu menaati Rasulullah berarti menaati Allah. Dan Allah telah mengutus Rasul untuk membawa Syariat dan menjelaskannya kepada manusia di dalam Sunnahnya.

Sunnah dan keputusan beliau dalam hal ini adalah bagian dari Syariat Allah yang wajib dilaksanakan. Iman itu ada atau tidaknya tergantung pada ketaatan dan pelaksanaan syariat ini.



Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa selain taat kepada Allah SWT, RasulNya, dan juga ulil amri.

Hal ini membuktikan bahwa Allah pun mendukung ulil amri berhak untuk ditaati. Akan tetapi konteks pemaknaan ulil amri ini menyebabkan adanya perbedaan pendapat dari kalangan mufassir.

Menurut Sayiid Qutub , Ulil amri ialah seseorang yang ada di kalangan orang mukmin sendiri, yang telah memenuhi syarat iman dan batasan Islam yang dijelaskan dalam ayat itu, serta taat kepada Allah dan Rasul, dan juga yang mengesakan Allah SWT sebagai pemilik kedaulatan hukum dan hak membuat syariat bagi seluruh manusia, maka dia bisa datang dari kalangan ulama.

Sedangkan menurut Quraish Shihab, ulil amri ialah tidak harus orang yang mampu memimpin lembaga atau instasi, akan tetapi bisa jadi dia adalah perorangan yang memiliki tujuh syarat ulil amri.

Tujuh syarat tersebut ialah, muslim, laki-laki, merdeka, berakal, baligh, adil, dan berkemampuan (ahlul kifaah wa al qudrah). Maka, ulil amri ini bisa dia adalah seorang polisi yang mengemban tugas mengatur lalu lintas, dengan begitu polisi perlu juga untuk di taati.



Menaati Ulil Amri
Turunnya Surat an-Nisa ayat 59, sungguh membuktikan bahwa Allah dan Rasul juga memberikan dukugan terhadap ulil amri (orang yang taat kepada Allah dan RasulNya). Karena pada ayat tersebut tertulis bahwa taatilah Allah SWT, RasulNya, serta ulil amri di antara kalian. Maka, Allah juga mengizinkan untuk taat pada orang yang memiliki sifat Ulil amri, meski dia bukan seorang Rasul sekalipun. Lantas seperti apa jelasnya ulil amri?

Setelah memahami penafsiran ayat di atas, bahwa pada penafsiran Quraish Shihab dan Sayyid Qutub juga memiliki persamaan. Yakni sama-sama mengatakan bahwa ulil amri adalah seorang yang mempunyai kewenangan untuk memimpin diri sendiri atau lembaga.

Selain itu juga memiliki jiwa keislaman yang kuat, baik itu maksudnya ialah bertakwa terhadap Allah dan RasulNya. Maka, di sini bisa seorang ulama, khalifah atau pemimpin yang memiliki instansi, bisa pula perorangan yang mampu ditaati atau dipatuhi perintahnya. Karena taat pada ulil amri merupakan pengembangan taat kepada Allah SWT dan Rasul.

Dengan demikian, artinya Islam menjadikan setiap orang sebagai pemegang amanat terhadap Syariat Allah dan RasulNya, baik itu untuk imannya sendiri dan agamanya. Sehingga Al-Quran pun menyebutkan untuk taat kepada orang yang mengedepankan ketaatan kepada Allah dan rasulNya, maka ia berhak untuk di taati.

Islam tidak menjadikan manusia sebagai binatang dalam komunitasnya, yang digertak dahulu dari sana sini baru mau mendengar dan mematuhi. Boleh orang muslim mendengar orang yang ia sukai, asalkan orang tersebut tidak memerintah untuk berbuat maksiat. Wallahu a’lam

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1797 seconds (0.1#10.140)