Khutbah Jumat: Berusahalah, Kaya di Dunia Bukan Hal yang Tercela

Kamis, 16 September 2021 - 18:57 WIB
loading...
Khutbah Jumat: Berusahalah, Kaya di Dunia Bukan Hal yang Tercela
Apapun bentuk usaha seorang Muslim asalkan halal dan diperoleh dengan cara yang benar harus ditekuni dan dijalani dengan sungguh-sungguh dan penuh suka cita. (Ilustrasi: Dok SINDOnews)
A A A
Teks khutbah jumat ini kali mengetengahkan perlunya usaha yang serius menghadapi kondisi krisis ekonomi menyusul merebaknya wabah covid-19 . Kesibukan para utusan Allah dan para ulama terdahulu dalam mencari ilmu dan berdakwah tidak melalaikan mereka mengais rezeki yang halal untuk menafkahi keluarganya.



Teks Khutbah Jumat Pertama

إِنّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه

اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

يَاأَيّهَا الّذَيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنّ إِلاّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا


Kaum muslimin yang berbahagia.

Harta kekayaan merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Kaya di dunia bukan satu hal yang tercela. Namun yang menimbulkan cela adalah prilaku orang berduit yang rakus dan tamak terhadap harta. Dalam rangka menumpuk harta, mereka tak segan-segan menggunakan cara yang tidak halal. Setelah berhasil meraihnya, mereka tidak menunaikan haknya, bakhil, membelanjakan harta bukan pada tempatnya atau bahkan sombong karenanya, sehingga Allah Taala berfirman:

إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا ﴿١٩﴾ إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا ﴿٢٠﴾ وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا


Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir.[ QS al-Ma’ârij/70:19-21 ].

Agar sukses dan bahagia di dunia dan akherat, Allah mengarahkan para hamba-Nya agar berdo’a. Para pendahulu kita, assalafus shalih dari kalangan sahabat maupun tabi’in juga telah memberi teladan bagaimana meraih sukses di dunia dan akhirat.

Zubair bin Awwam Radhiyallahu anhu misalnya, beliau memiliki isteri empat. Meski sepertiga hartanya telah diwasiatkan, tapi masing-masing isterinya masih mendapatkan bagian satu juta dua ratus dinar. Jumlah harta kekayaan beliau seluruhnya adalah lima puluh juta dua ratus ribu (dinar).

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkomentar, “Ini menjadi bantahan terhadap orang-orang zuhud yang tidak berilmu yang tidak suka mengumpulkan harta kekayaan.”

Oleh karena itu, Islam tidak membiarkan seorang Muslim kebingungan dalam berusaha mencari nafkah, bahkan telah memberikan solusi tuntas dan mengajarkan etika mulia agar mereka mencapai kesuksesan ketika mengais rizki, sehingga pintu kemakmuran dan keberkahan akan terbuka.



Jamaah shalat Jumat hafidhakumullâh,

Masalahnya adalah kekayaan kadang membuat manusia lupa kepada Allah SWT yang telah memberi mereka harta. Ini menyebabkan kufur nikmat. Jika kekayaan membuat seseorang tetap istiqamah dan taat beragama, maka harta itu akan mendatangkan manfaat yang sangat banyak. Misalnya, dengan hidup berkecukupan, maka menuntut ilmu menjadi mudah, beribadah menjadi lancar, bersosialisasi menjadi gampang, bergaul semakin indah, berdakwah semakin sukses, berumah tangga semakin stabil dan beramal shalih semakin tangguh.

Oleh karena itu, harta di tangan seorang Mukmin tidak akan berubah menjadi monster perusak kehidupan dan tatanan sosial serta penghancur kebahagian keluarga dan pilar-pilar rumah tangga. Sebaliknya, harta ditangan seorang Muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah dan perekat hubungan dengan makhluk. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نِعْمَ الْـمَالُ الصَّالِحُ لِلرَّجُلِ الصَّالِحِ


Harta terbaik adalah yang dimiliki laki-laki yang salih. (HR Ahmad)

Bahkan harta tersebut akan menjadi sebuah energi yang memancarkan masa depan cerah, dan sebuah kekuatan yang mengandung berbagai macam keutamaan dan kemuliaan dunia dan akherat. Harta juga bisa menjadi penggerak roda dakwah dan jihad di jalan Allah.

Allah SWT berfirman:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا﴿٨﴾ إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا


Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allâh, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. [ QS al-Insân/76:8-9 ].

Nabi juga memberi pujian kepada seorang Muslim yang dermawan dan membelanjakan hartanya dalam kebaikan. Dalam sebuah hadits dari Abdullâh bin Umar Radhiyallahu anhuma, Nabi bersabda:

أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَليَ عِيَالِهِ


Dinar terbaik yang dibelanjakan oleh seseorang lelaki adalah dinar seseorang yang dibelanjakan untuk nafkah keluarganya. (HR Muslim)

Dengan harta yang halal dan bersih, para generasi muslim berlomba dan berpacu untuk mengejar pahala dan meraih surga, seperti yang terjadi pada kehidupan Umar bin Khattab Radhiyallahu anhu yang bersaing secara sehat dalam berinfak di jalan Allah dengan Abu Bakar Radhiyallahu anhu.

Umar bin Khaththab bercerita, “Suatu hari Rasulullah SAW memerintahkan kami agar bersedekah dan ketika itu saya sedang memiliki banyak harta. Saya mengatakan, ‘Hari ini aku akan mampu mengungguli Abu Bakar'. Lalu aku membawa setengah dari hartaku untuk disedekahkan. Rasulullah SAW bersabda, ‘Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?’

Saya menjawab, ‘Aku tinggalkan sejumlah itu untuk keluargaku.’

Lalu Abu Bakar datang membawa semua kekayaannya. Rasulullah SAW bersabda, ‘Wahai Abu Bakar! Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?

Ia menjawab, ‘Saya tinggalkan Allâh dan Rasul-Nya untuk mereka.’

Lalu aku berkata, ‘Saya tidak akan bisa mengunggulimu selamanya.’ (HR Tirmidzi)

Hadirin Jamaah Jumah rahimakumullah

Islam sangat mencela pemalas dan membatasi ruang gerak peminta-minta serta mengunci rapat semua bentuk ketergantungan hidup pada orang lain.

Al-Qur’an juga memuji orang yang bersabar dan menahan diri dengan tidak meminta uluran tangan orang lain dalam memenuhi kebutuhan hidup. Karena tindakan tersebut akan menimbulkan berbagai macam keburukan dan kemunduran dalam kehidupan.

Allah SWT berfirman:

لِلْفُقَرَاءِ الَّذِينَ أُحْصِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَطِيعُونَ ضَرْبًا فِي الْأَرْضِ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ أَغْنِيَاءَ مِنَ التَّعَفُّفِ تَعْرِفُهُمْ بِسِيمَاهُمْ لَا يَسْأَلُونَ النَّاسَ إِلْحَافًا ۗ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ


(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allâh; mereka tidak dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya karena memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allâh), maka sesungguhnya Allâh Maha Mengetahui [ QS al-Baqarah/2: 273 ].

Ibnul Jauzi rahimahullah dalam kitabnya Talbîsul Iblîs berkata, “Tidaklah ada seseorang yang malas bekerja melainkan ia berada dalam dua keburukan.

Pertama, menelantarkan keluarga dan meninggalkan kewajiban dengan berkedok tawakkal sehingga hidupnya menjadi batu sandungan orang lain dan keluarganya berada dalam kesusahan.

Kedua, demikian itu suatu kehinaan yang tidak menimpa kecuali orang yang hina dan gelandangan. Sebab orang yang bermartabat tidak akan rela kehilangan harga diri hanya karena kemalasan dengan dalih tawakkal yang sarat dengan hiasan kebodohan. Karena bisa jadi orang tidak memiliki harta tetapi masih tetap punya peluang dan kesempatan untuk berusaha."

Bahkan Rasalullah SAW memberi jaminan surga bagi orang yang mampu memelihara diri dengan tidak meminta-minta, sebagaimana sabda beliau beliau dalam hadits dari Tsauban:

مَنْ يَكْفُلُ لِي أَنْ لَا يَسْأَلَ النَّاسَ شَيْئًا وَأَتَكَفَّلُ لَهُ بِالْجَنَّةِ


Barangsiapa yang bisa menjaminku untuk tidak meminta-minta suatu kebutuhan apapun kepada seseorang maka aku akan menjamin dengan surga. (HR Abu Dawud)

Seorang Muslim harus berusaha hidup berkecukupan, memerangi kemalasan, bersemangat dalam mencari nafkah, berdedikasi dalam menutupi kebutuhan, dan rajin bekerja demi memelihara masa depan anak agar mampu hidup mandiri dan tidak menjadi beban orang lain. Sebab pemalas yang menjadi beban orang dan pengemis yang menjual harga diri merupakan manusia paling tercela dan sangat dibenci Islam seperti yang telah ditegaskan dalam sebuah hadits dari Abdullah Ibnu Umar ra bahwasannya Nabi SAW bersabda:

لَا تَزَالُ الْمَسْأَلَةُ بِأَحَدِكُمْ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ فِي وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ


Tidaklah sikap meminta-minta terdapat pada diri seseorang di antara kalian kecuali ia bertemu dengan Allah sementara di wajahnya tidak ada secuil dagingpun. (HR Bukhari)



Hadirin Jama’ah Jum’ah rahimakumullah

Kondisi ekonomi yang fluktuatif, krisis global yang melanda sebagian besar industri dan usaha yang kembang kempis tidak boleh membuat seorang Muslim frustasi dalam berikhtiar. Kondisi ini seyogyanya dijadikan momentum untuk mengoreksi diri dan mencari penyebab krisis. Jangan bersikap seperti orang-orang kafir, berputus asa dengan melampiaskannya ke diskotik, menenggak khamer atau bahkan tidak sedikit yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.

Seorang Muslim dalam menghadapi krisis, hendaknya menyadari bahwa kehidupan adalah sebuah realita yang harus dihadapi dengan bekal kesungguhan, ilmu, tawakkal dan menjauhi sifat pengecut serta pandai mengolah kelemahan menjadi sebuah kekuatan.

Situasi krisis dan kondisi serba kurang serta hidup miskin harus menjadi cambuk bagi seorang Muslim untuk bangkit mencari peluang bisnis dan membuka kran rezeki yang mampet. Karena setiap Muslim dituntut menjadi teladan, termasuk dalam semangat mengais rezeki dan membuka lapangan kerja yang halal.

Abdurrahman bin Auf ra ketika hijrah ke Madinah dengan segala keterbatasan dan kehidupan yang serba susah, karena konsekwensi hijrah, beliau harus meninggalkan seluruh hartanya di Makkah. Pada kondisi seperti itu beliau mendapat tawaran bantuan namun beliau menampiknya dan mengatakan “Tunjukkan kepadaku di mana pasar Madinah!” Dalam waktu yang tidak begitu lama beliau sudah mampu hidup mandiri dan menikah dari hasil usahanya.

Kesibukan para utusan Allah dan para ulama terdahulu dalam mencari ilmu dan berdakwah tidak melalaikan mereka mengais rezeki yang halal untuk menafkahi keluarganya. Maka, seorang Muslim harus bisa meneladani mereka, kesibukanya dalam berusaha jangan membuatnya lalai menuntut ilmu atau alasan menuntut ilmu membuatnya malas untuk mencari nafkah.

Apapun bentuk usaha seorang Muslim asalkan halal dan diperoleh dengan cara yang benar harus ditekuni dan dijalani dengan sungguh-sungguh dan penuh suka cita. Hilangkan perasaan rendah diri, malu atau gengsi dengan profesi yang dijalaninya karena mungkin dianggap oleh kebanyakan orang sebagai bentuk profesi hina dan tidak bermartabat. Karena mulia atau tidaknya sebuah usaha atau profesi tidak bergantung pada bergengsi atau tidaknya di pandangan manusia, seperti bekerja di perusahan asing ternama atau jabatan tinggi atau bekerja di tempat yang basah duitnya. Namun kemuliaan sebuah usaha sangat ditentukan oleh kehalalan usaha dihadapan Allâh serta terpuji dalam pandangan syari’at.

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ


Teks Khutbah Jumat Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ وَعَلَى أَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلَى التَّابِعِينَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ.

إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2629 seconds (0.1#10.140)