Batalkah Wudhu Jika Tersentuh Suami? Begini Pandangan 4 Mazhab

Senin, 04 Oktober 2021 - 17:23 WIB
loading...
Batalkah Wudhu Jika Tersentuh Suami? Begini Pandangan 4 Mazhab
Tentang wudhu perempuan yang bersentuhan dengan suaminya, terdapat beberapa pendapat ulama, ada yang membatalkan, ada juga yang tidak. Foto ilustrasi/ist
A A A
Batalkah wudhu jika tersentuh suami? Bagaimana dalilnya? Lalu, siapa saja yang bisa membatalkan wudhu bagi seorang perempuan yang sudah bersuami?

Dalam pandangan 4 mazhab , tentang wudhu perempuan yang bersentuhan dengan suaminya, terdapat beberapa pendapat. Mengutip tulisan Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc, M.M dalam laman tanya jawab agama, ia menjelaskan pandangan 4 mazhab tersebut.



1. Mazhab Syafi'iyah - Membatalkan Wudhu

Menurut mazhab ini, batal wudhunya karena istri bukan mahram, meskipun antara mereka berdua melakukan sentuhan dengan tanpa syahwat. Dalilnya adalah firman Allah berikut:

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih) (QS. Al-Maidah: 6)

Menurut Imam Syafii, kata لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ adalah bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan bukan mahram meski tanpa jimak. Istidlalnya sebagai berikut:

Pada permulaan ayat, Allah Subhanahu wa ta'ala menyebutkan mengenai mandi jinabah. Kemudian bersentuhan dengan perempuan diathafkan ke al-ghaith (buang air besar) dengan huruf athaf أَوْ. Dari sini bisa dipahami bahwa menyentuh perempuan termasuk hadas kecil seperti orang melakukan buang air besar. Ini berbeda dengan jinabah yang diharuskan mandi besar. Jadi yang dimaksudkan لَامَسْتُمُ di sini adalah menyentuh dengan tangan dan bukan bermakna jimak.

Secara bahasa, لامس maknanya adalah لمس yaitu menyentuh. Pernyataan ini dikuatkan dengan qiraat lain yang menggunakan kata لمس dan bukan لامس. Semua itu, maknanya adalah sentuhan antara dua kulit.
Pernyataan ini juga dikuatkan dengan firman Allah:

فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ (الأنعام/7)

Mereka juga menggunakan dalil hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia berkata, Seorang laki-laki yang mencium istrinya dan menyentuh tubuhnya dengan tangannya merupakan bagian dari الملامسة (saling bersentuhan). Barangsiapa yang mencium istrinya atau menyentuh kulitnya maka hendaknya ia berwudhu kembali. (HR Malik dalam kitab al-Muwatha).

Dalam kitab Hasyiyatu al-Baijuri dikatakan, “Ketahuilah bahwa bersentuhan dapat membatalkan wudhu jika terpenuhi 5 perkara, yakni:
1) bersentuhan dengan lawan jenis.
2) harus bersentuhan dengan kulit, bukan dengan rambut, kuku atau gigi
3) tanpa adanya penghalang
4) sampai batas-batas dimana sentuhan dapat menimbulkan syahwat
5) dengan orang yang bukan mahram.



2. Mazhab Hanafiyah - Tidak Membatalkan Wudhu

Menurut mazhab Hanafiyah, bersentuhan dengan perempuan sekali tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik dengan istri, maupun perempuan lain yang bukan mahram. Baik bersentuhan dengan syahwat maupun tidak.

Imam Syarkasyi dari kalangan mazhab Hanafiyah mengatakan, “Bagi yang mencium istrinya atau menyentuh kulitnya, baik dengan syahwat atau tidak, ia tidak diwajibkan berwudhu. (Kitab al-Mabsuuth jilid 1 hal 121).

Dalil yang dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut:

Hukum asal adalah suci. Artinya seseorang yang telah berwudhu tidak serta merta dapat batal kecuali jika ada dalil sharih yang shahih. Banyak terdapat dalil dari hadis Nabi Muhammad saw bahwa Nabi Muhammad saw mencium Aisyah dan beliau tidak berwudhu kembali. Di antaranya hadis berikut:

(كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي) متفق عليه.
Halaman :
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2940 seconds (0.1#10.140)