Hukum Jual Beli Kucing Dalam Islam, Bolehkah?

Jum'at, 08 Oktober 2021 - 20:39 WIB
loading...
Hukum Jual Beli Kucing Dalam Islam, Bolehkah?
Kucing adalah hewan yang pernah dipelihara Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Foto/Ist
A A A
Hukum jual beli kucing dalam Islam perlu diketahui kaum muslimin. Sebagaimana diketahui, kucing adalah hewan yang pernah dipelihara Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Dalam satu riwayat, kucing Rasulullah bernama Muezza (Mu'izza). Beliau bersabda: "Kucing itu tidaklah najis. Kucing adalah hewan yang sering berkeliaran di sekitar kalian". (HR Abu Dawud, Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)

Pertanyaan, bagaimana hukum menjual kucing, bolehkah? Berikut penjelasan Ustaz Farid Nu'man Hasan :

Ada beberapa hadis yang menunjukkan larangan jual beli kucing. Di antaranya, dari Jabir radhiyallahu 'anhu:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن ثمن الكلب والسنور

"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang harga dari anjing dan kucing." (HR At-Tirmidzi No 1279, Abu Dawud 3479, An-Nasa'i 4668, Ibnu Majah 2161, Al-Hakim 2244, 2245, Ad-Daruquthni 276, Al-Baihaqi, As Sunan Al-Kubra 10749, Ibnu Abi Syaibah, Al-Mushannaf 54/4, Abu Ya'la 2275)

Imam At-Tirmidzi mengatakan, hadits ini idhthirab (guncang), dan tidak shahih dalam hal menjual kucing. (Lihat Sunan At Ttirmidzi No. 1279) dan Imam An Nasa'i mengatakan hadits ini: munkar! (Lihat Sunan An Nasa'i No. 4668)

Syekh Muhammad bin Abdurrahman Al-Mubarakfuri rahimahullah mengatakan: "Berkata Al-Khathabi: sebagian ulama membicarakan isnad hadits ini dan mengira bahwa hadits ini tidak tsabit (shahih) dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Berkata Abu Umar bin Abdil Bar: hadits tentang menjual kucing tidak ada yang shahih marfu'. Inilah akhir ucapannya."

Imam Ibnu Abdil Bar rahimahullah berkata: "Tidak ada yang shahih sedikit pun tentang kucing, dan dia menurut hukum asalnya adalah mubah (untuk dijual). (Imam Ibnu Abdil Bar, At Tamhid, 8/403. Muasasah Al-Qurthubah)

Imam An-Nawawi Mengatakan Sahih
Namun, pendhaifan yang dilakukan para imam di atas telah dikritik oleh Imam lainnya. Berkata Imam An-Nawawi rahimahullah:

وَأَمَّا مَا ذَكَرَهُ الْخَطَّابِيّ وَأَبُو عَمْرو بْن عَبْد الْبَرّ مِنْ أَنَّ الْحَدِيث فِي النَّهْي عَنْهُ ضَعِيف فَلَيْسَ كَمَا قَالَا ، بَلْ الْحَدِيث صَحِيح رَوَاهُ مُسْلِم وَغَيْره . وَقَوْل اِبْن عَبْد الْبَرّ: إِنَّهُ لَمْ يَرْوِهِ عَنْ أَبِي الزُّبَيْر غَيْر حَمَّاد بْن سَلَمَة غَلَط مِنْهُ أَيْضًا ؛ لِأَنَّ مُسْلِمًا قَدْ رَوَاهُ فِي صَحِيحه كَمَا يُرْوَى مِنْ رِوَايَة مَعْقِل بْن عُبَيْد اللَّه عَنْ أَبِي الزُّبَيْر ؛ فَهَذَانِ ثِقَتَانِ رَوَيَاهُ عَنْ أَبِي الزُّبَيْر ، وَهُوَ ثِقَة أَيْضًا . وَاَللَّه أَعْلَم

"Adapun apa yang dikatakan Al-Khathabi dan Ibnu Abdil Bar, bahwa hadits ini dhaif, tidaklah seperti yang dikatakan mereka berdua, bahkan hadits ini SHAHIH diriwayatkan oleh Imam Muslim dan selainnya. Sedangkan ucapan Ibnu Abdil Bar bahwa tidak ada yang meriwayatkan hadits ini dari Abu Az Zubair selain Hammad bin Salamah saja, itu merupakan pernyataan yang salah darinya juga, karena Imam Muslim telah meriwayatkan dalam Shahihnya sebagaimana diriwayatkan dari riwayat Ma’qil bin Abaidillah dari Abu Az-Zubair, dan keduanya adalah tsiqah, dan dua riwayat dari Az Zubair juga tsiqah." (Imam An Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 5/420. Mawqi’ Ruh Al-Islam. Lihat juga Imam Al-Mula ‘Ali Al-Qari, Mirqah Al-Mafatih Syarh Misykah Al-Mashabih, Mawqi’ Ruh Al-Islam)

Syekh Al-Mubarakfuri rahimahullah menegaskan:

لا شك أن الحديث صحيح فإن مسلما أخرجه في صحيحه كما ستعرف

"Tidak ragu lagi, bahwa hadits ini adalah shahih karena Imam Muslim telah mengeluarkannya dalam kitab Shahihnya sebagaimana yang akan kau ketahui." (Tuhfah Al-Ahwadzi, 4/500)

Imam Al-Mundziri rahimahullah mengatakan: "Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dalam As Sunan Al-Kubra dari dua jalan, dari ‘Isa bin Yunus dan dari Hafsh bin Ghiyats, keduanya dari Al-A’masy dari Abu Sufyan dari Jabir. Kemudian dia berkata: Abu Dua mengeluarkannya dalam As Sunan, dari Jamaah dari ‘Isa bin Yunus. Berkata Al-Baihaqi: Hadits ini shahih sesuai syarat Muslim tanpa Al-Bukhari." (Tuhfah Al-Ahwadzi , 4/500-501, ‘Aunul Ma’bud , 9/270)

Syekh Albani rahimahullah sendiri menshahihkan hadis di atas. Menurutnya, hadits ini memiliki tiga jalur yang satu sama lain saling menguatkan. (As-Silsilah Ash Shahihah, 6/1155, No. 2971)

Berikut Hadis Riwayat Imam Muslim
Hadits Imam Muslim yang dimaksud adalah dari Abu Az Zubair, dia berkata:

سألت جابرا عن ثمن الكلب والسنور؟ قال: زجر النبي صلى الله عليه وسلم عن ذلك

"Aku bertanya kepada Jabir tentang harga anjing dan kucing? Beliau berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang hal itu." (HR Muslim No 1569, Ibnu Hibban No 4940)

Hadits ini Shahih. Dan secara zhahir menunjukkan keharaman jual beli kucing, Imam An-Nawawi menyebutkan: Dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, bahwa tidak boleh menjual kucing. Mereka berhujjah dengan hadits ini. (Al Minhaj, 5/420)

Dalam Nailul Authar, Imam Asy Syaukani mengatakan:"Dalam hadits ini terdapat dalil haramnya menjual kucing, inilah pendapat Abu Hurairah, Jabir, dan Ibnu Zaid." (Nailul Authar, 5/145)

Yang benar adalah hadits tersebut adalah Shahih sebagaimana diriwayatkan Imam Muslim dan lainnya. Tetapi, apakah makna pelarangan ini? Apakah bermakna haram?

Sbagian ulama mengartikan bahwa larangan ini menunjukkan makruh saja, yaitu makruh tanzih (makruh yang mendekati kebolehan namun sebaiknyanjuga dihindari) sebab menjual kucing bukanlah perbuatan yang menunjukan akhlak baik dan muru'ah (citra diri). (Ibid)

Imam An-Nawawi mengatakan: "Adapun tentang larangan mengambil harga kucing, hal itu dimungkinkan karena hal itu tidak bermanfaat, atau larangannya adalah tanzih. Sehingga manusia terbiasa menjadikannya sebagai barang hibah saja, ada yang menelantarkannya, dan bermurah hati, sebagaimana yang biasa terjadi. Jika dia termasuk yang membawa manfaat maka menjualnya adalah penjualan yang sah dan harganya adalah halal. Inilah pendapat madzhab kami dan mazhab semua ulama kecuali apa yang diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir. Bahwa dari Abu Hurairah, Thawus, Mujahid, Jabir bin Zaid, mereka tidak membolehkan menjualnya, mereka berhujjah dengan hadits tersebut. Jumhur menjawab bahwa hadits tersebut maknanya sebagaimana yang kami sebutkan, dan ini adalah jawaban yang dapat dijadikan pegangan." (Al Minhaj, 5/420. Mawqi’ Ruh Al-Islam)

Kesimpulan
Jadi menurut mayoritas ulama mengatakan, larangan itu bukan bermakna haram tetapi masalah kepantasan dan adab. Sebab, memang kucing bukan hewan yang biasa diperjualbelikan mengingat keberadaannya yang mudah didapat, dan manusia pun bisa memeliharanya atau dia membiarkannya. Tetapi, bagi yang ingin berhati-hati dengan mengikuti pendapat yang mengharamkannya, tentu bukan pilihan yang salah. Perbedaan dalam hal ini sangat lapang, dan tidak boleh ada sikap keras dalam mengingkarinya.

Wallahu A'lam


Ustaz Farid Nu'man Hasan
(rhs)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4278 seconds (0.1#10.140)