Parenting Islami : Menanamkan Kejujuran Pada Anak
loading...
A
A
A
Sikap jujur sangat penting, karena merupakan fondasi utama semua karakter baik. Jujur adalah kunci kebahagiaan, karenanya jika ingin anak-anak kita berbahagia di kehidupannya, maka menanamkan sikap jujur adalah kuncinya.
Orang yang suka berbohong tentu akan merusak nama baiknya, tidak disukai sesamanya, dan tidak akan dipercaya. Tentu hal ini tidak diinginkan oleh semua orang tua. Karenanya, penanaman sikap jujur harus dimulai sedini mungkin, agar anak terbiasa.
"Sebagai orang tua tentu kita mengharapkan sikap jujur menjadi fondasi hidup sang anak. Kejujuran akan menumbuhkan kepercayaan pada anak. Si anak percaya diri dan dapat dipercaya. Karenanya penting menanamkan kejujuran dalam setiap pola asuh dalam setiap pertumbuhan anak,"ungkap Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary, dalam salah satu kajiannya tentang 'Mencetak Generasi Rabanni', di jaringan kanal muslim Rodja.
Menurutnya, untuk menanamkan sifat jujur pada anak-anak diperlukan usaha yang keras. Walaupun pada dasarnya manusia itu suka kepada kejujuran, namun lingkungan , pergaulan, pendidikan-pendidikan salah yang mereka terima, ini kadang-kadang mewarnai dan mengubah fitrah itu. Maka perlu kita meletakkan dasar yang kuat di dalam masalah ini.
Apa saja dasarnya? Ustadz Abu Ihsan menjelaskan ada beberapa hal yang harus dilakukan terutama berdasarkan tuntunan syariat. Antara lain, yakni;
Pertama,Islam menempatkan seorang anak itu juga manusia yang punya hak-hak dalam muamalah , maka orang tua tidak dibenarkan menipu dan berbohong kepada anak dengan cara dan alasan apapun. Anak jangan dibohongi, karena membohongi anak merupakan salah satu kesalahan orang tua .
Kedua, secara tidak langsung mengajari anak untuk bohong. Ketika anak dibohongi, maka apa yang ada di dalam benaknya yaitu bahwa bohong itu adalah satu perbuatan yang legal. Dia lihat orang tuanya berbohong, maka yang terbetik di dalam hati mereka bahwa bohong itu adalah sesuatu yang bukan masalah, bukan perkara besar, bukan perkara yang serius. Maka bohong ini tidak boleh walaupun dalam konteks bercanda.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin bagian tengah surga bagi yang berkata jujur walaupun bercanda. Dan Rasulullah mengatakan: “Aku juga bercanda, tapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Thabrani)
"Dalam kondisi kita bercanda saja itu tidak boleh bohong, apalagi perkara-perkara yang serius. Maka perlu kita membiasakan dan menanamkan ini kepada anak-anak agar ini menjadi suatu yang dipertegas pada fitrah mereka,"ungkap dai yang rutin menulis ini.
Peran dan Contoh Orang Tua
Pada dasarnya manusia itu suka kepada kejujuran, dia mencintai kejujuran dan dia mau jujur. Tapi kondisi-kondisi lain sekitarnya untuk keluar dari fitrah itu. Dan fitrah jujur ini jangan sampai rusak. Dan yang merusak kadang-kadang orang tua yang memperagakan kebohongan di depan anak-anak mereka tanpa disadari oleh kedua orang tua.
Maka Rasulullah menegur seorang ibu yang memancing anaknya dengan satu janji ataupun dengan satu perkataan yang itu ada unsur bohongnya atau bisa dia jatuh dalam kebohongan di situ. Nabi berkata dalam sebuah hadis:
“Barangsiapa berkata kepada anak kecil ‘Kemarilah aku akan memberimu sesuatu’ namun dia tidak memberikan apa-apa maka perbuatannya itu termasuk dusta.” (HR. Ahmad)
Termasuk dusta, dia telah berbohong kepada anak itu, walaupun anak itu diam saja. Tapi jangan diartikan diamnya anak ini aman dan tidak terpapar kebohongan. Itu dia simpan dalam hatinya, dalam pikirannya, bahwa perbuatan seperti itu adalah perbuatan yang legal. Dan dia mungkin tidak paham itu adalah suatu kebohongan, lalu dia tiru itu dan dia tidak merasa berbohong dengan perbuatan semacam itu. Dan ini mungkin terus terbawa sampai dewasa.
Banyak orang-orang dewasa yang berbohong dan dia merasa bohongnya legal. Ini mungkin kebiasaan yang memang terbawa dari kecil. Orang-orang yang dari kecilnya melihat kebohongan demi kebohongan itu seolah-olah biasa, maka ketika dia dewasa dia meniru apa yang dia saksikan itu, dia merasa bohong itu bukanlah sesuatu yang serius, bukan satu masalah.
Seperti kita lihat sebagian orang yang membohongi orang enak saja, tidak ada beban, merasa bukan suatu kesalahan, bahkan walaupun kebohongannya terbongkar, tidak ada ekspresi bersalah, menyesal, atau ingin bertaubat, bahkan dia mengulang-ulang kebohongannya itu berkali-kali, bahkan sampai kepada kondisi yang serius, yaitu kebohongan yang bisa merugikan pihak lain, yang namanya penipuan.
Penipuan itu sebenarnya kebohongan. Seseorang tega menipu karena diawali dengan kebohongan yang dibangun sedikit demi sedikit, akhirnya mengkristal menjadi kejahatan yang namanya penipuan. Maka ini perlu kita asah dari kecil
Sebagian anak yang memang dididik oleh orang tuanya untuk jujur sehingga jujur itu menjadi sebuah kebiasaan, maka bohong itu adalah suatu perkara yang sangat berat baginya, dan dia tidak bisa berbohong, kelu lidahnya untuk berbohong. Sebagian anak ada yang seperti itu. Itu tentunya tarbiyah dari orang tua dalam menanamkan kejujuran secara serius.
Orang yang suka berbohong tentu akan merusak nama baiknya, tidak disukai sesamanya, dan tidak akan dipercaya. Tentu hal ini tidak diinginkan oleh semua orang tua. Karenanya, penanaman sikap jujur harus dimulai sedini mungkin, agar anak terbiasa.
"Sebagai orang tua tentu kita mengharapkan sikap jujur menjadi fondasi hidup sang anak. Kejujuran akan menumbuhkan kepercayaan pada anak. Si anak percaya diri dan dapat dipercaya. Karenanya penting menanamkan kejujuran dalam setiap pola asuh dalam setiap pertumbuhan anak,"ungkap Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary, dalam salah satu kajiannya tentang 'Mencetak Generasi Rabanni', di jaringan kanal muslim Rodja.
Menurutnya, untuk menanamkan sifat jujur pada anak-anak diperlukan usaha yang keras. Walaupun pada dasarnya manusia itu suka kepada kejujuran, namun lingkungan , pergaulan, pendidikan-pendidikan salah yang mereka terima, ini kadang-kadang mewarnai dan mengubah fitrah itu. Maka perlu kita meletakkan dasar yang kuat di dalam masalah ini.
Apa saja dasarnya? Ustadz Abu Ihsan menjelaskan ada beberapa hal yang harus dilakukan terutama berdasarkan tuntunan syariat. Antara lain, yakni;
Pertama,Islam menempatkan seorang anak itu juga manusia yang punya hak-hak dalam muamalah , maka orang tua tidak dibenarkan menipu dan berbohong kepada anak dengan cara dan alasan apapun. Anak jangan dibohongi, karena membohongi anak merupakan salah satu kesalahan orang tua .
Kedua, secara tidak langsung mengajari anak untuk bohong. Ketika anak dibohongi, maka apa yang ada di dalam benaknya yaitu bahwa bohong itu adalah satu perbuatan yang legal. Dia lihat orang tuanya berbohong, maka yang terbetik di dalam hati mereka bahwa bohong itu adalah sesuatu yang bukan masalah, bukan perkara besar, bukan perkara yang serius. Maka bohong ini tidak boleh walaupun dalam konteks bercanda.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjamin bagian tengah surga bagi yang berkata jujur walaupun bercanda. Dan Rasulullah mengatakan: “Aku juga bercanda, tapi aku tidak mengatakan kecuali yang benar.” (HR. Thabrani)
"Dalam kondisi kita bercanda saja itu tidak boleh bohong, apalagi perkara-perkara yang serius. Maka perlu kita membiasakan dan menanamkan ini kepada anak-anak agar ini menjadi suatu yang dipertegas pada fitrah mereka,"ungkap dai yang rutin menulis ini.
Peran dan Contoh Orang Tua
Pada dasarnya manusia itu suka kepada kejujuran, dia mencintai kejujuran dan dia mau jujur. Tapi kondisi-kondisi lain sekitarnya untuk keluar dari fitrah itu. Dan fitrah jujur ini jangan sampai rusak. Dan yang merusak kadang-kadang orang tua yang memperagakan kebohongan di depan anak-anak mereka tanpa disadari oleh kedua orang tua.
Baca Juga
Maka Rasulullah menegur seorang ibu yang memancing anaknya dengan satu janji ataupun dengan satu perkataan yang itu ada unsur bohongnya atau bisa dia jatuh dalam kebohongan di situ. Nabi berkata dalam sebuah hadis:
“Barangsiapa berkata kepada anak kecil ‘Kemarilah aku akan memberimu sesuatu’ namun dia tidak memberikan apa-apa maka perbuatannya itu termasuk dusta.” (HR. Ahmad)
Termasuk dusta, dia telah berbohong kepada anak itu, walaupun anak itu diam saja. Tapi jangan diartikan diamnya anak ini aman dan tidak terpapar kebohongan. Itu dia simpan dalam hatinya, dalam pikirannya, bahwa perbuatan seperti itu adalah perbuatan yang legal. Dan dia mungkin tidak paham itu adalah suatu kebohongan, lalu dia tiru itu dan dia tidak merasa berbohong dengan perbuatan semacam itu. Dan ini mungkin terus terbawa sampai dewasa.
Banyak orang-orang dewasa yang berbohong dan dia merasa bohongnya legal. Ini mungkin kebiasaan yang memang terbawa dari kecil. Orang-orang yang dari kecilnya melihat kebohongan demi kebohongan itu seolah-olah biasa, maka ketika dia dewasa dia meniru apa yang dia saksikan itu, dia merasa bohong itu bukanlah sesuatu yang serius, bukan satu masalah.
Seperti kita lihat sebagian orang yang membohongi orang enak saja, tidak ada beban, merasa bukan suatu kesalahan, bahkan walaupun kebohongannya terbongkar, tidak ada ekspresi bersalah, menyesal, atau ingin bertaubat, bahkan dia mengulang-ulang kebohongannya itu berkali-kali, bahkan sampai kepada kondisi yang serius, yaitu kebohongan yang bisa merugikan pihak lain, yang namanya penipuan.
Penipuan itu sebenarnya kebohongan. Seseorang tega menipu karena diawali dengan kebohongan yang dibangun sedikit demi sedikit, akhirnya mengkristal menjadi kejahatan yang namanya penipuan. Maka ini perlu kita asah dari kecil
Sebagian anak yang memang dididik oleh orang tuanya untuk jujur sehingga jujur itu menjadi sebuah kebiasaan, maka bohong itu adalah suatu perkara yang sangat berat baginya, dan dia tidak bisa berbohong, kelu lidahnya untuk berbohong. Sebagian anak ada yang seperti itu. Itu tentunya tarbiyah dari orang tua dalam menanamkan kejujuran secara serius.