Kaisar Napoleon Berjuluk Ali Bonaparte karena Biayai Acara Maulid Nabi di Mesir
loading...
A
A
A
Status Mesir
Mesir telah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman sejak tahun 1517, tetapi pada tahun 1798 tidak lagi di bawah kendali Selim III, Sultan Ottoman pada saat itu. Mesir sebaliknya, pada saat itu diperintah oleh prajurit lokal yang dikenal sebagai Mamluk. Mereka hanya membayar kesetiaan nominal kepada sultan yang berada jauh di Konstantinopel.
Orang-orang Mamluk dulunya adalah budak yang diperkerjakan untuk menjadi tentara. Namun seiring dengan berjalannya waktu mereka berhasil memenangkan kendali politik di beberapa negara Muslim selama Abad Pertengahan. Ketika di bawah pemerintahan Kesultanan Ayyubiyah, para jenderal Mamluk menggunakan kekuatan mereka untuk mendirikan sebuah dinasti yang memerintah Mesir dan Suriah dari tahun 1250 hingga 1517. Nama Mamluk berasal dari bahasa Arab yang berarti “budak”.
Orang-orang Mamluk terkenal akan keberanian dan keterampilan mereka dalam menggunakan senjata. Secara turun-temurun orang-orang Mamluk mewarisi kemampuan militer, dan mereka terbiasa hidup dengan tradisi-tradisi militeristik.
Di Mesir yang tengah menjadi negara semi permanen, orang-orang Mamluk bertarung satu sama lain dalam pertarungan yang mematikan. Situasi ini benar-benar merusak kemampuan mereka untuk memerintah, karena satu demi satu penguasa Mamluk dibunuh oleh pesaing lainnya.
Pertikaian yang terjadi terus-menerus telah menyebabkan kenaikan pajak yang tinggi, yang sebagian besar ditanggung oleh para pedagang. Akibatnya, volume perdagangan menurun, dan sudah pasti laba juga ikut turun. Seakan itu tidak cukup buruk, Mesir kemudian dilanda wabah penyakit pes.
Atas situasi tersebut, pedagang Prancis yang berada di Mesir meminta bantuan kepada siapapun yang dapat membantu mereka, mereka menulis surat baik kepada Direktorat di Prancis maupun Selim III di Konstantinopel.
Napoleon berharap, dengan sedikit pesimistis, bahwa setelah beberapa dekade kekacauan dan ketidakamanan, orang Mesir akan menyambutnya sebagai pembebas mereka. Para pedagang Prancis di Mesir melihat kedatangan Napoleon sebagai jawaban atas doa-doa mereka, sementara itu, penduduk setempat justru kurang terkesan.
Mesir telah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman sejak tahun 1517, tetapi pada tahun 1798 tidak lagi di bawah kendali Selim III, Sultan Ottoman pada saat itu. Mesir sebaliknya, pada saat itu diperintah oleh prajurit lokal yang dikenal sebagai Mamluk. Mereka hanya membayar kesetiaan nominal kepada sultan yang berada jauh di Konstantinopel.
Orang-orang Mamluk dulunya adalah budak yang diperkerjakan untuk menjadi tentara. Namun seiring dengan berjalannya waktu mereka berhasil memenangkan kendali politik di beberapa negara Muslim selama Abad Pertengahan. Ketika di bawah pemerintahan Kesultanan Ayyubiyah, para jenderal Mamluk menggunakan kekuatan mereka untuk mendirikan sebuah dinasti yang memerintah Mesir dan Suriah dari tahun 1250 hingga 1517. Nama Mamluk berasal dari bahasa Arab yang berarti “budak”.
Orang-orang Mamluk terkenal akan keberanian dan keterampilan mereka dalam menggunakan senjata. Secara turun-temurun orang-orang Mamluk mewarisi kemampuan militer, dan mereka terbiasa hidup dengan tradisi-tradisi militeristik.
Di Mesir yang tengah menjadi negara semi permanen, orang-orang Mamluk bertarung satu sama lain dalam pertarungan yang mematikan. Situasi ini benar-benar merusak kemampuan mereka untuk memerintah, karena satu demi satu penguasa Mamluk dibunuh oleh pesaing lainnya.
Pertikaian yang terjadi terus-menerus telah menyebabkan kenaikan pajak yang tinggi, yang sebagian besar ditanggung oleh para pedagang. Akibatnya, volume perdagangan menurun, dan sudah pasti laba juga ikut turun. Seakan itu tidak cukup buruk, Mesir kemudian dilanda wabah penyakit pes.
Atas situasi tersebut, pedagang Prancis yang berada di Mesir meminta bantuan kepada siapapun yang dapat membantu mereka, mereka menulis surat baik kepada Direktorat di Prancis maupun Selim III di Konstantinopel.
Napoleon berharap, dengan sedikit pesimistis, bahwa setelah beberapa dekade kekacauan dan ketidakamanan, orang Mesir akan menyambutnya sebagai pembebas mereka. Para pedagang Prancis di Mesir melihat kedatangan Napoleon sebagai jawaban atas doa-doa mereka, sementara itu, penduduk setempat justru kurang terkesan.
(mhy)