Kisah Arisa, Mualaf asal Jepang (3): Ketika Sang Bunda Ikut Masuk Masjid

Rabu, 03 November 2021 - 08:24 WIB
loading...
Kisah Arisa, Mualaf asal Jepang (3): Ketika Sang Bunda Ikut Masuk Masjid
Nur Arisa Maryam: Saya mengucapkan syahadat di dalam kamarku. Meskipun ini tidak resmi, tetapi hatiku penuh dengan kebahagiaan, sebab saya merasa Allah melihatku. Alhamdulillah. (Foto : Instagram/Thejapanesemuslimah)
A A A
Tatkala Arisa memeluk Islam dan memberi tahu keluarganya, sang bunda merespons negatif. Perempuan yang mengandung dan melahirkannya, serta membesarkannya itu marah dan sempat tidak mengakui Arisa sebagai putrinya.

Arisa tabah dan tetap berbuat baik terhadap sang bunda. Dalam perjalanannya, bunda pun luluh. Kini hampir 7 tahun Arisa memeluk Islam. Ia bersyahadat pada 17 Januari 2015. Sang nenek telah mengikuti jejaknya, menjadi muslimah. Dan Arisa berharap keluarganya, terutama sang bunda, juga menyusul.



Tampaknya pergerakan ke arah sana sudah mulai tampak. Setidaknya, kini, sang bunda sangat menghormati pilihan Arisa dalam beragama.

Dalam akun Instagram @Thejapanesemuslimah, Arisa menuturkan bagaimana sang bunda mulai akrab dengan hal-hal yang terkait dengan Islam. Berikut petikannya:

"Setelah sekian lama berkeinginan untuk mengunjungi masjid lagi, saya bisa sholat di Masjid Tsukuba. Sebenarnya, ini bukan sesuatu yang saya rencanakan. Kebetulan ibu saya, yang bersama saya, salah mengira waktu pertemuan kami.

Kami bingung di tempat yang tidak kami kenal. Tidak ada kafe di sekitar. Kami kecewa untuk sementara waktu. Jadi kami melihat sekeliling untuk melihat apakah ada masjid di dekatnya. Ajaibnya, ada satu sekitar 15 menit. Itu adalah Masjid Tsukuba.

Bagian luar masjid itu indah, dan ketika saya masuk ke dalam, tidak ada seorang pun di sana. Ruang sholat juga sangat bersih. Saya pikir ibu saya akan menunggu di mobil, tetapi dia ingin masuk juga.

Dia mengambil selendang cadangan dan membuat caranya sendiri untuk menjaga rambutnya meskipun dia menyesal tidak membawanya dari rumah.

Ketika kami memasuki masjid, dia terkesan dengan keindahan dan ukurannya. Dia terkejut dengan ukuran masjid, karena tempat ibadah di Tokyo pada dasarnya kecil.

Dia juga tertarik dengan rak buku di pintu masuk. Masjidnya bersih, luas, ada tempat sholat, tempat berkumpulnya masyarakat, tempat belajar agama Islam, dan tempat anak-anak. Fasilitas seperti ini mungkin ada di masjid-masjid di negara lain, tapi di Jepang sangat jarang.

Saat sholat di masjid, ibu saya duduk di kursi, menonton dan merekam video dan memotret saya sholat di masjid. Saya kira dia senang mengunjungi masjid dengan saya.

Sayangnya, kami tidak bertemu muslim sampai kami berdoa, tetapi ketika kami akan meninggalkan masjid, kami bertemu dengan beberapa muslim Indonesia.

Mereka mungkin tidak tahu bahwa saya orang Jepang karena kami berbicara dalam bahasa Indonesia, tetapi senang bertemu dengan saudari-saudari lainnya, meskipun hanya sebentar. Ibu saya juga menemukan anak-anak berhijab Muslim sangat lucu. MasyaAllah.

Alhamdulillah. Perjalanan kami yang shock dan kecewa melalui kesalahan janji waktu akhirnya menjadi kenangan yang tak terlupakan, berkat bimbingan Allah SWT."



Arisa Masa Lalu
Sebelum Arisa memeluk Islam, ia juga memulai dengan menyukai dan mencoba mengikuti apa-apa yang dilakukan teman-temannya yang muslim. Ia, misalnya, ikut-ikutan mengenakan jilbab saat menghadiri acara yang diselenggarakan di masjid. Dia juga memperhatikan orang yang sedang sholat dan seterusnya.

Arisa sempat merenung dan menilai bahwa kehidupan beragama orang Jepang hanyalah sebatas ritual saja. Kebanyakan orang Jepang ketika ditanya apakah mereka percaya agama, mereka akan menjawab “tidak”.

Lalu Arisa berpikir lebih jauh, dia mulai bertanya kepada dirinya sendiri, “Apakah saya percaya tuhan atau tidak?”

Setelah melalui perenungan, karena banyak sekali keajaiban yang tidak bisa dilakukan manusia di dunia, dia menyimpulkan bahwa Tuhan itu ada.

Pada awalnya, Arisa juga menganggap bahwa Islam adalah agama nun jauh di padang pasir sana, yang diperuntukkan untuk orang-orang asing, bukan dirinya.

Meski demikian, tidak seperti orang-orang pada umumnya, Arisa tidak memiliki prasangka buruk terhadap Islam. “Sejujurnya, saya tidak memiliki kesan buruk terhadap Islam, saya hanya belum memiliki kekaguman yang cukup untuk ini (Islam),” katanya berkisah.

Sampai kemudian Arisa mulai mempelajari cara-cara sholat, tujuannya bukan untuk spiritualitas, melainkan hanya untuk mencari pengalaman saja.

Dia ingin memahami sudut pandang muslim ketika sedang beribadah. Selain itu, di rumah, dia mulai mendengarkan Al-Quran melalui ponselnya dan mencoba mengingatnya.

Dia juga mengikuti ceramah-ceramah agama Islam bersama teman-temannya. Sambil berjalan, dia mulai tertarik terhadap keindahan Islam dan kebaikan orang-orang Islam sebelum benar-benar menyadarinya.

Kala itu dia masih belum sadar, bahwa sesungguhnya dia telah benar-benar jatuh cinta terhadap Islam.

Sampai pada suatu waktu, ketika Arisa bekerja paruh waktu di acara Tokyo International Book Fair sebagai penerjemah Bahasa Malaysia, dua orang wanita Muslim, asli orang Jepang, datang ke stannya. Arisa sangat bersemangat bertemu dengan mereka. Dia ingin mendengar kisah mereka, yang asli orang Jepang, namun memilih untuk memeluk agama Islam.

Kepada dua wanita Muslim Jepang itu, Arisa bertanya tentang kisah mereka, bagaimana mereka bisa masuk Islam. Salah satu dari wanita itu menceritakan kisahnya kepada Arisa.

“Saya begitu tersentuh dengan kisahnya, dan saya juga merasa lega ketika tahu bahwa saya bukan hanya satu-satunya yang khawatir tentang beralih (ke agama Islam). Saya tidak dapat menghentikan air mata yang mengalir,” kata Arisa.

Melihat Arisa menangis, wanita muslim Jepang itu memeluk Arisa. Keesokan harinya, Arisa mendapatkan pesan darinya, “Assalamualaikum Arisa. Bagaimana kabarmu? Pernahkah kamu mengucap syahadat sebelumnya? Jika kamu mengucapkan ini dengan sangat jernih dari hati, kamu bisa masuk ke jannah, insyaAllah.”

Dia menjelaskan bahwa syahadat itu sangat penting. Dan jika Arisa memang percaya kepada Allah, meskipun hanya mengucapkannya kepada diri sendiri, menurutnya, pada dasarnya Arisa sudah menjadi saudara muslimnya.

Setelah menerima pesan tersebut, sendirian, Arisa di kamarnya mengucapkan syahadat. “Saya mengucapkan syahadat di dalam kamarku. Meskipun ini tidak resmi, tetapi hatiku penuh dengan kebahagiaan, sebab saya merasa Allah melihatku. Alhamdulillah,” kenang Arisa.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2194 seconds (0.1#10.140)