Kisah Sufi Khwaja Muhammad Baba Samasi: Cara Mendapat Pengetahuan

Rabu, 24 November 2021 - 08:09 WIB
loading...
Kisah Sufi Khwaja Muhammad Baba Samasi: Cara Mendapat Pengetahuan
Kisah ini tradisi lisan para Darwis Badakhshan karya Khwaja Muhammad Baba Samasi. Beliau adalah Guru Agung dalam Tarekat Para Guru, urutan ketiga sebelum Bahaudin Naqshbandi, dan meninggal tahun 1354. (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Idries Shah dalam bukunya berjudul "Tales of The Dervishes" menukil kisah sufi, tradisi lisan para Darwis Badakhshan karya Khwaja Muhammad Baba Samasi. Beliau adalah Guru Agung dalam Tarekat Para Guru, urutan ketiga sebelum Bahaudin Naqshbandi, dan meninggal tahun 1354. Berikut kisahnya:



Pada suatu masa, ada seseorang yang memutuskan bahwa ia memerlukan pengetahuan. Ia pun segera mengadakan perjalanan menuju rumah seseorang yang berpengetahuan.

Ketika ia sampai di sana, katanya, "Sufi, kau orang bijak! Berilah padaku sebagian pengetahuanmu itu agar aku bisa menelaahnya dan menjadi berguna, sebab aku merasa diriku tak berguna."

Sufi itu berkata, "Aku bisa memberimu pengetahuan sebagai imbalan atas sesuatu yang aku perlukan. Pergi dan bawalah untukku selembar permadani kecil; benda itu mau kuhadiahkan kepada seseorang yang mampu melanjutkan tugas suci kami."

Lalu, orang itu pun berangkatlah. Ia sampai di sebuah toko permadani dan berkata pada pemiliknya, "Berilah saya sebuah permadani, yang kecil saja, akan saya bawa untuk seorang Sufi, yang akan memberiku pengetahuan. Nantinya ia mau memberikan permadani itu kepada seseorang yang bisa melanjutkan tugas suci Para Agung."

Pedagang permadani itu berkata, "Yang Saudara katakan baru saja adalah penjelasan tentang keperluan Saudara, dan pekerjaan Sufi, dan kebutuhan seseorang yang akan mempergunakan permadani itu. Bagaimana dengan saya? Saya perlu benang untuk menjahit karpet. Nah, kalau Saudara carikan benang itu, saya bisa menolong Saudara."



Demikianlah Si Pencari pun beranjak pergi, kali ini mencari seseorang yang bisa memberinya benang. Ketika ia sampai di pondok seorang wanita pemintal, berkatalah ia, "Wanita pemintal, saya minta benang. Saya harus membawanya ke Tukang Karpet, yang akan membuatkan sebuah permadani untuk kuserahkan kepada seorang Sufi; Guru itu hendak menghadiahkannya kepada seseorang yang harus melakukan tugas suci Para Guru. Sebagai imbalannya, saya dijanjikan pengetahuan yang kuinginkan."

Wanita itu pun menjawab, "Nah, Saudara perlu benang, tetapi saya juga perlu sesuatu untuk membuatkannya. Lupakan saja pembicaraan tentang keperluan Saudara, Sang Sufi, Tukang Karpet, dan orang yang harus memiliki permadani itu. Bagaimana dengan saya? Ada bulu kambing, ada benang. Bawalah kemari bulu kambing dan akan saya buatkan benang untuk Saudara."

Lalu, lelaki itu pun berjalan lagi, hingga ia bertemu dengan seorang gembala kambing dan mengungkapkan padanya tentang kebutuhannya. Gembala itu berkata, "Dan saya? Saudara perlu bulu kambing untuk diganti pengetahuan, saya butuh kambing untuk diambil bulunya. Bawalah ke sini seekor kambing supaya saya bisa membantu Saudara."

Maka, pergilah orang itu mencari seseorang yang menjual kambing. Ketika ditemukannya, ia pun menyampaikan kesulitannya, dan penjual itu berkata, "Tahu apa saya tentang pengetahuan, atau benang dan permadani? Yang saya tahu adalah bahwa semua orang mengejar kepentingannya sendiri. Mari kita bincangkan kebutuhanku, dan kalau Saudara bisa memenuhinya, kita akan bicara tentang kambing, dan dengan begitu Saudara bisa mendapatkan pengetahuan yang Saudara impikan itu."

"Apa kebutuhanmu?" tanya orang itu.

"Saya butuh kandang bagi kambingku pada malam hari, sebab kambing-kambing itu berkeliaran ke sembarang tempat. Berilah saya satu kandang dan baru kita bicarakan tentang keinginan Saudara memperoleh seekor atau dua ekor kambing."

Lalu, orang itu pun berkeliling mencari sebuah kandang. Akhirnya, ia bertemu dengan seorang tukang kayu, yang berkata, "Ya, saya bisa membuatkan Saudara sebuah kandang. Katakan saja ukurannya, sebab saya tak tertarik mendengarkan lebih jauh tentang permadani, pengetahuan, atau semacamnya. Namun, saya mempunyai sebuah keinginan, dan Saudara harus terlebih dahulu menolong saya memperolehnya; kalau tidak, saya tidak bersedia menolong Saudara."

"Apa keinginanmu itu?" tanya Si Pencari.

"Saya ingin menikah, namun tampaknya tak ada orang yang mau kunikahi. Mungkin Saudara bisa mencarikanku seorang calon istri, baru kemudian kita akan bicara tentang masalah tadi."



Orang itu pun melaksanakan permintaan tersebut, dan setelah mencari-cari, didapatinya seorang wanita yang berkata, "Saya kenal seorang gadis muda yang tak punya keinginan lain kecuali menikahi seorang tukang kayu seperti yang Saudara katakan. Malahan, seumur hidupnya ia memikirkan calon suaminya itu."

"Hal ini pasti semacam keajaiban bahwa tukang kayu idamannya itu sungguh ada dan bahwa gadis itu bisa mendengarnya lewat Saudara dan saya. Tetapi, bagaimana pula dengan saya?"

"Semua orang menginginkan keinginannya terwujud, dan orang-orang tampaknya memerlukan sesuatu, atau menginginkannya, atau membayangkan bahwa mereka membutuhkan pertolongan, atau betul-betul membutuhkannya, namun tak ada yang mengatakan apa pun mengenai keperluanku."

"Dan, apa gerangan keperluanmu?" tanya orang itu.

"Saya hanya menginginkan satu hal," kata wanita itu. "Dan sudah kuinginkan sepanjang hidupku. Tolonglah saya untuk mendapatkannya, dan Saudara bisa mengambil apa saja kepunyaanku. Hal yang kuinginkan itu, karena saya telah mengalami segala sesuatu kecuali yang satu ini, adalah pengetahuan."

"Tetapi, kita tidak bisa mendapat pengetahuan tanpa selembar permadani," kata lelaki itu. "Saya tidak tahu pengetahuan itu apa, tetapi saya yakin itu bukan selembar permadani," kata wanita itu.

"Memang bukan," kata Si Pencari, yang sadar bahwa ia mesti bersabar, "namun dengan seorang wanita bagi tukang kayu kita bisa memperoleh kandang untuk kambing. Dengan kandang kambing, kita bisa menyediakan bulu kambing bagi pemintal. Dengan bulu itu, kita memiliki benang. Dengan benang, kita bisa membuat permadani. Dengan permadani, kita bisa mendapat pengetahuan."

"Hal itu kedengarannya tak masuk akal," kata wanita itu, "dan saya tidak akan melakukan semua itu untuk mendapatkan pengetahuan."

Meskipun orang itu memohon dengan sangat, wanita tersebut tetap menyuruhnya pergi.

Berbagai kesulitan dan kebingungan yang muncul ini membuat Si Pencari itu hampir patah arang. Ia ragu apakah ia bisa mempergunakan pengetahuan kalau ia mendapatkannya, dan ia juga bertanya-tanya mengapa semua orang yang ditemuinya tadi hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Dan, perlahan-lahan ia mulai hanya memikirkan tentang permadani.

Pada suatu hari, orang itu berjalan-jalan lewat jalan-jalan di pasar, berkomat-kamit sendiri.

Seorang saudagar mendengarnya, lalu datang mendekat agar bisa menangkap kata-katanya. Orang itu berkata, "Selembar permadani diperlukan untuk diberikan kepada seseorang agar ia mampu melakukan tugas suci kami ini."

Saudagar itu pun menyadari bahwa ada sesuatu yang luar biasa mengenai pengembara tersebut, lalu katanya, "Darwis Kelana, saya tidak memahami nyanyianmu, namun saya sangat mengagumi orang seperti Tuan, yang telah meniti Jalan Kebenaran. Tolong bantu saya, kalau Tuan mau, sebab saya tahu bahwa orang di Jalan Sufi mempunyai tugas khusus dalam masyarakat."

Sang Pengembara pun menoleh dan melihat kesusahan di wajah saudagar itu, lalu berkata, "Saya sedang dan telah menderita. Saudara tentu menghadapi masalah, tetapi saya tak punya apa-apa untuk menolong Saudara. Saya bahkan tidak bisa mendapatkan segulung benang ketika membutuhkannya. Tetapi, katakan saja masalah Saudara dan saya akan berusaha membantu Saudara."

"Ketahuilah, wahai Orang yang Diberkahi!" kata saudagar itu, "bahwa saya mempunyai seorang putri semata wayang yang cantik. Ia mengidap sebuah penyakit yang menyebabkannya merana. Temuilah anakku itu, mungkin Tuan bisa menyembuhkannya."

Kesusahan dan harapan Si Saudagar yang begitu besar membuat Sang Pengembara pun mengikutinya ke sisi tempat tidur gadis itu.



Ketika gadis itu melihatnya, katanya, "Saya tidak kenal siapa Tuan, tetapi saya merasa Tuan mungkin bisa menyembuhkan saya. Selain itu, tak ada lagi yang bisa. Saya jatuh cinta kepada seorang tukang kayu." Dan gadis itu pun menyebut sebuah nama, yang adalah tukang kayu yang diminta membuat kandang kambing tadi.

"Anak gadismu ingin menikahi seorang tukang kayu terhormat yang saya kenal," katanya kepada saudagar itu. Si Saudagar pun sangat bahagia, sebab dipikirnya igauan anaknya tentang tukang kayu merupakan gejala, bukan penyebab, penyakitnya itu; yang telah membuatnya beranggapan bahwa putrinya itu sudah gila.

Sang Pengembara pun menemui Tukang Kayu itu, yang membuatkannya sebuah kandang kambing. Penjual Kambing menghadiahinya beberapa ekor kambing gemuk; kemudian dibawanya kambing itu kepada Si Gembala, yang memberinya bulu kambing. Lalu, bulu itu diserahkannya kepada Si Pemintal, yang memberinya benang. Kemudian, ia membawanya kepada Penjual Karpet, yang memberinya selembar permadani kecil.

Permadani itu pun dibawanya kepada Sang Sufi. Ketika ia sampai di rumah orang bijak itu, yang terakhir ini berkata, "Kini, aku bisa memberimu kebenaran; sebab kau tidak bisa membawa permadani ini kecuali kalau kau telah bekerja untuk mendapatkannya, dan bukan untuk dirimu sendiri."

Idries Shah mengatakan 'dimensi tersembunyi' dalam kehidupan, lewat pengetahuan yang seorang Guru Sufi anjurkan agar dikembangkan oleh para pengikutnya alih-alih memuaskan keinginan-keinginan sering kali dengan mengekang mereka digambarkan dengan jelas dalam kisah ini.

Kisah ini juga telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia antara lain oleh Ahmad Bahar dalam bukunya berjudul "Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi"

Baca juga: Kisah Sufi: Emas Keberuntungan dari Saudagar Dermawan Abdul Malik
(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2455 seconds (0.1#10.140)