Mengapa Berdoa 'Harus' Bahasa Arab? Ini Alasannya
loading...
A
A
A
5. Berdoa dengan Bahasa Arab. Kenapa doa lebih baik dengan bahasa Arab? Ini point penting. Benar sekali bahwa Allah mengerti semua bahasa. Namun, kedudukan bahasa Arab itu tinggi sekali.
Pertama, setelah sebelumnya Allah menurunkan banyak kitab suci dengan berbagai bahasa, maka untuk kitab suci terakhir Allah menghendaki pakai bahasa Arab.
Kedua, di dalam Al-Qur'an yang berbahasa Arab itu ada banyak kisah Nabi terdahulu. Meski semua Nabi itu bukan orang Arab, namun atas kehendak Allah, semua kisah mereka disajikan dalam bahasa Arab. Fir'aun dan Musa pun berbahasa Arab dalam Al-Qur'an, padahal keduanya bukan orang Arab.
Ketiga, meski Al-Qur'an diturunkan menjadi petunjuk buat seluruh umat manusia dengan berbagai ragam bahasa, namun membaca Al-Qur'an merupakan ibadah itu harus dalam bahasa Arab.
Baca Qur'an itu merupakan ibadah lisan yang paling tinggi derajatnya. Setiap satu huruf yang kita baca, akan diganjar dengan 10 pahala. Alif Laam Miim itu 30 pahala.
Baca Qur'an terjemah tidak mendatangkan pahala, meskipun kita jadi paham isinya. Membaca Al-Qur'an dalam bahasa Arab, justru mendatangkan pahala, meski tidak paham isinya.
Keempat, Shalat lima waktu itu diwajibkan buat seluruh umat manusia meski bukan orang Arab. Namun, tetap saja shalat harus menggunakan bahasa Arab, paham atau tidak paham apa yang dibaca dalam shalat.
Kelima, meski Allah itu menciptakan jutaan bahasa manusia, namun ketika Allah menurunkan wahyu terakhir kepada umat manusia, yang dapat kehormatan adalah bahasa Arab.
Karena itulah ketika kita berkomunikasi kepada Allah, yang jadi inti bukan apa isi permintaannya, toh Allah sudah tahu apa yang akan kita minta.
Namun yang jadi urusan adalah bagaimana adab kita ketika menyampaikan permintaan itu. Salah satunya bahasa kehormatan yang kita gunakan.
Saya jadi ingat ketika berkirim surat kepada pihak Universitas Islam Madinah di Saudi Arabia untuk minta jatah bea siswa. Surat itu saya tulis dalam bahasa Arab, meskipun saya waktu itu belum terlalu paham bahasa Arab.
Maka saya minta jasa seorang pakar bahasa Arab untuk membuatkan isi surat itu dalam bahasa Arab. Saya hanya kasih bahan garis besarnya saja. Tapi pakar itulah yang merangkaikan kata-katanya biar jadi halus, sopan dan rapi.
Jadi saya tahu diri, tidak kirim surat pakai bahasa saya sehari-hari. Soalnya pasti kurang sopan. Masak saya tulis surat pakai bahasa Indonesia?
Terus isinya ngelunjak: "Bos, ane pengen kuliah di kampus ente nih, bagi bea siswa dong. Jangan pelit luh." Pantas saja dicuekin. Udah minta kagak sopan, ngelunjak pula. Hadeeeh...
Pertama, setelah sebelumnya Allah menurunkan banyak kitab suci dengan berbagai bahasa, maka untuk kitab suci terakhir Allah menghendaki pakai bahasa Arab.
Kedua, di dalam Al-Qur'an yang berbahasa Arab itu ada banyak kisah Nabi terdahulu. Meski semua Nabi itu bukan orang Arab, namun atas kehendak Allah, semua kisah mereka disajikan dalam bahasa Arab. Fir'aun dan Musa pun berbahasa Arab dalam Al-Qur'an, padahal keduanya bukan orang Arab.
Ketiga, meski Al-Qur'an diturunkan menjadi petunjuk buat seluruh umat manusia dengan berbagai ragam bahasa, namun membaca Al-Qur'an merupakan ibadah itu harus dalam bahasa Arab.
Baca Qur'an itu merupakan ibadah lisan yang paling tinggi derajatnya. Setiap satu huruf yang kita baca, akan diganjar dengan 10 pahala. Alif Laam Miim itu 30 pahala.
Baca Qur'an terjemah tidak mendatangkan pahala, meskipun kita jadi paham isinya. Membaca Al-Qur'an dalam bahasa Arab, justru mendatangkan pahala, meski tidak paham isinya.
Keempat, Shalat lima waktu itu diwajibkan buat seluruh umat manusia meski bukan orang Arab. Namun, tetap saja shalat harus menggunakan bahasa Arab, paham atau tidak paham apa yang dibaca dalam shalat.
Kelima, meski Allah itu menciptakan jutaan bahasa manusia, namun ketika Allah menurunkan wahyu terakhir kepada umat manusia, yang dapat kehormatan adalah bahasa Arab.
Karena itulah ketika kita berkomunikasi kepada Allah, yang jadi inti bukan apa isi permintaannya, toh Allah sudah tahu apa yang akan kita minta.
Namun yang jadi urusan adalah bagaimana adab kita ketika menyampaikan permintaan itu. Salah satunya bahasa kehormatan yang kita gunakan.
Saya jadi ingat ketika berkirim surat kepada pihak Universitas Islam Madinah di Saudi Arabia untuk minta jatah bea siswa. Surat itu saya tulis dalam bahasa Arab, meskipun saya waktu itu belum terlalu paham bahasa Arab.
Maka saya minta jasa seorang pakar bahasa Arab untuk membuatkan isi surat itu dalam bahasa Arab. Saya hanya kasih bahan garis besarnya saja. Tapi pakar itulah yang merangkaikan kata-katanya biar jadi halus, sopan dan rapi.
Jadi saya tahu diri, tidak kirim surat pakai bahasa saya sehari-hari. Soalnya pasti kurang sopan. Masak saya tulis surat pakai bahasa Indonesia?
Terus isinya ngelunjak: "Bos, ane pengen kuliah di kampus ente nih, bagi bea siswa dong. Jangan pelit luh." Pantas saja dicuekin. Udah minta kagak sopan, ngelunjak pula. Hadeeeh...
(rhs)