Di Manakah Surga yang Ditinggali Nabi Adam?
loading...
A
A
A
Perbedaan pendapat yang paling sering terlontar tentang surga yang ditinggali oleh Nabi Adam adalah, apakah surga itu berada di langit ataukah di bumi? Lalu, apakah surga itu abadi atau tidak?
Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul Qashash Al-Anbiyaa atau Kisah Para Nabi mengatakan jumhur ulama berpendapat bahwa surga yang ditinggali oleh Nabi Adam adalah surga yang ada di langit, yaitu Surga Ma'wa, surga keabadian.
Pasalnya, ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW menunjukkan hal itu, contohnya firman Allah: “Wahai Adam! Tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga”.
Menurut Ibnu Katsir alif lam pada kata “al-jannah” (surga) tidak menunjukkan untuk makna umum dan tidak juga dikenali secara lafazh, namun dikenali secara akal, yakni Surga Ma'wa yang sering digunakan dalam syariat.
Contoh lainnya adalah perkataan Nabi Musa kepada Nabi Adam as, “Apa motivasi yang membuatmu mengeluarkan dirimu sendiri dan kami semua dari surga?”
Imam Muslim juga meriwayatkan dalam Kitab Shahihnya, dari Abu Malik Al-Asyja'i (nama aslinya adalah Saad bin Thariq), dari Abu Hazim Salamah bin Dinar, dan diriwayatkan pula dari Abu Hurairah dan Abu Malik, dari Rib'i, dari Hudzaifah, mereka berkata, RasulullahSAW bersabda:
Hari itu Allah akan mengumpulkan seluruh manusia. Kemudian orang-orang yang beriman berdiri ketika surga sudah semakin menjauh dari mereka, lalu mereka datang kepada Nabi Adam dan berkata, “Wahai bapak kami, mintalah agar pintu surga dibukakan untuk kami.”
Lalu Nabi Adam berkata, “Apakah kalian dikeluarkan dari surga hanya karena kesalahan bapak kalian saja?”
Ibnu Katsir menjelaskan hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa surga yang dimaksud adalah Surga Ma'wa, namun tidak terlalu kuat untuk tidak diperdebatkan.
Bukan Surga Keabadian
Ulama lain mengatakan, bahwa surga yang ditinggali oleh Adam as ketika itu bukanlah surga keabadian, karena di sana ia masih mendapat pelarangan, yaitu untuk tidak mendekati pohon terlarang.
Nabi Adam juga tidur di sana dan dikeluarkan dari sana, bahkan iblis pun masuk ke dalamnya. Ini semua menunjukkan bahwa surga yang dimaksud bukanlah surga keabadian (Surga Ma'wa).
Menurut Ibnu Katsir, penafsiran ini disampaikan oleh Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Abbas, Wahab bin Munabbih, Sufyan bin Uyainah, dan diunggulkan oleh Ibnu Qutaibah dalam Kitabnya “Al-Maarif”, juga oleh Al-Qadhi Mundzir bin Said Al-Baluthi dalam kitab tafsirnya, bahkan dibahas secara terpisah.
Penafsiran ini juga menjadi pendapat dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya.
Abu Abdillah Muhammad bin Umar Ar-Razi bin Khatib Ar-Ray juga menukilkan penafsiran ini dalam kitab tafsirnya dari Abul Qasim Al-Balkhi dan Abu Muslim Al-Asfahani, dan dinukilkan pula oleh Qurthubi dalam kitab tafsirnya dari kelompok Mu'tazilah dan Qadariyah.
Pendapat ini juga secara tegas dituliskan dalam Kitab Taurat yang ada di tangan Ahli Kitab sekarang ini.
Perbedaan pendapat mengenai permasalahan ini dituliskan secara lengkap oleh Abu Muhammad bin Hazm dalam kitabnya “al-Milal wa AnNihal”, juga oleh Abu Muhammad bin Athiyah dalam kitab tafsirnya, juga oleh Abu Isa Ar-Rummani dalam kitab tafsirnya, serta oleh Abul Qasim Ar-Ragib dan Al-Gadhi Al-Mawardi dalam kitab tafsirnya.
Al-Mawardi mengatakan, “Ada dua pendapat berbeda dari para ulama mengenai surga yang ditempati oleh Nabi Adam dan Hawa.
Pertama, menyatakan bahwa itu adalah surga keabadian, sedangkan yang kedua menyatakan bahwa itu adalah surga yang diperuntukkan bagi keduanya sebagai tempat ujian, bukan surga keabadian yang telah dikhususkan oleh Allah sebagai tempat ganjaran.
Para ulama yang berpendapat kedua juga terbagi lagi menjadi dua pendapat yang berbeda, yang pertama menyatakan bahwa surga yang diperuntukkan bagi Adam dan Hawa terletak di atas langit, sebab ketika mereka dikeluarkan dari sana mereka diperintahkan untuk “turun”.
Pendapat ini disampaikan oleh Hasan. Sedangkan yang kedua menyatakan bahwa surga itu ada di muka bumi, sebab mereka berdua masih diberi taklif (pembebanan) untuk tidak mendekati pohon terlarang. Dan pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Jubair. Ia menambahkan, mereka menempatinya setelah iblis menolak untuk bersujud kepada Adam.” Wallahu a'lam bishshawab.
Menurut Ibnu Katsir, itulah yang disampaikan oleh Al-Mawardi. "Dan dari apa yang ia ungkapkan, ia menyebutkan ada tiga pendapat dari para ulama, dan dari perkataannya terasa bahwa ia tidak memiliki pendapat sendiri tentang hal itu," ujarnya.
Oleh karena itu, Abu Abdillah Ar-Razi dalam kitab tafsirnya menyebutkan ada empat kelompok ulama terkait perbedaan pendapat dalam masalah ini, tiga di antaranya sama seperti yang diuraikan oleh Al-Mawardi, dan yang keempat adalah para ulama yang tidak mengungkapkan pendapatnya. Lalu Abu Abdillah memilih pendapat pertama yang diunggulkannya. Wallahu a'lam.
Pendapat yang menyatakan bahwa surga tersebut bukanlah Surga Ma'wa meski terletak di atas langit, ini diriwayatkan dari Abu Ali Al-Jubba'i.
Ibnu Katsir dalam bukunya berjudul Qashash Al-Anbiyaa atau Kisah Para Nabi mengatakan jumhur ulama berpendapat bahwa surga yang ditinggali oleh Nabi Adam adalah surga yang ada di langit, yaitu Surga Ma'wa, surga keabadian.
Pasalnya, ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits Nabi SAW menunjukkan hal itu, contohnya firman Allah: “Wahai Adam! Tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga”.
Menurut Ibnu Katsir alif lam pada kata “al-jannah” (surga) tidak menunjukkan untuk makna umum dan tidak juga dikenali secara lafazh, namun dikenali secara akal, yakni Surga Ma'wa yang sering digunakan dalam syariat.
Contoh lainnya adalah perkataan Nabi Musa kepada Nabi Adam as, “Apa motivasi yang membuatmu mengeluarkan dirimu sendiri dan kami semua dari surga?”
Imam Muslim juga meriwayatkan dalam Kitab Shahihnya, dari Abu Malik Al-Asyja'i (nama aslinya adalah Saad bin Thariq), dari Abu Hazim Salamah bin Dinar, dan diriwayatkan pula dari Abu Hurairah dan Abu Malik, dari Rib'i, dari Hudzaifah, mereka berkata, RasulullahSAW bersabda:
Hari itu Allah akan mengumpulkan seluruh manusia. Kemudian orang-orang yang beriman berdiri ketika surga sudah semakin menjauh dari mereka, lalu mereka datang kepada Nabi Adam dan berkata, “Wahai bapak kami, mintalah agar pintu surga dibukakan untuk kami.”
Lalu Nabi Adam berkata, “Apakah kalian dikeluarkan dari surga hanya karena kesalahan bapak kalian saja?”
Ibnu Katsir menjelaskan hadits ini sangat jelas menunjukkan bahwa surga yang dimaksud adalah Surga Ma'wa, namun tidak terlalu kuat untuk tidak diperdebatkan.
Bukan Surga Keabadian
Ulama lain mengatakan, bahwa surga yang ditinggali oleh Adam as ketika itu bukanlah surga keabadian, karena di sana ia masih mendapat pelarangan, yaitu untuk tidak mendekati pohon terlarang.
Nabi Adam juga tidur di sana dan dikeluarkan dari sana, bahkan iblis pun masuk ke dalamnya. Ini semua menunjukkan bahwa surga yang dimaksud bukanlah surga keabadian (Surga Ma'wa).
Menurut Ibnu Katsir, penafsiran ini disampaikan oleh Ubay bin Ka'ab, Abdullah bin Abbas, Wahab bin Munabbih, Sufyan bin Uyainah, dan diunggulkan oleh Ibnu Qutaibah dalam Kitabnya “Al-Maarif”, juga oleh Al-Qadhi Mundzir bin Said Al-Baluthi dalam kitab tafsirnya, bahkan dibahas secara terpisah.
Penafsiran ini juga menjadi pendapat dari Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya.
Abu Abdillah Muhammad bin Umar Ar-Razi bin Khatib Ar-Ray juga menukilkan penafsiran ini dalam kitab tafsirnya dari Abul Qasim Al-Balkhi dan Abu Muslim Al-Asfahani, dan dinukilkan pula oleh Qurthubi dalam kitab tafsirnya dari kelompok Mu'tazilah dan Qadariyah.
Pendapat ini juga secara tegas dituliskan dalam Kitab Taurat yang ada di tangan Ahli Kitab sekarang ini.
Perbedaan pendapat mengenai permasalahan ini dituliskan secara lengkap oleh Abu Muhammad bin Hazm dalam kitabnya “al-Milal wa AnNihal”, juga oleh Abu Muhammad bin Athiyah dalam kitab tafsirnya, juga oleh Abu Isa Ar-Rummani dalam kitab tafsirnya, serta oleh Abul Qasim Ar-Ragib dan Al-Gadhi Al-Mawardi dalam kitab tafsirnya.
Al-Mawardi mengatakan, “Ada dua pendapat berbeda dari para ulama mengenai surga yang ditempati oleh Nabi Adam dan Hawa.
Pertama, menyatakan bahwa itu adalah surga keabadian, sedangkan yang kedua menyatakan bahwa itu adalah surga yang diperuntukkan bagi keduanya sebagai tempat ujian, bukan surga keabadian yang telah dikhususkan oleh Allah sebagai tempat ganjaran.
Para ulama yang berpendapat kedua juga terbagi lagi menjadi dua pendapat yang berbeda, yang pertama menyatakan bahwa surga yang diperuntukkan bagi Adam dan Hawa terletak di atas langit, sebab ketika mereka dikeluarkan dari sana mereka diperintahkan untuk “turun”.
Pendapat ini disampaikan oleh Hasan. Sedangkan yang kedua menyatakan bahwa surga itu ada di muka bumi, sebab mereka berdua masih diberi taklif (pembebanan) untuk tidak mendekati pohon terlarang. Dan pendapat ini disampaikan oleh Ibnu Jubair. Ia menambahkan, mereka menempatinya setelah iblis menolak untuk bersujud kepada Adam.” Wallahu a'lam bishshawab.
Menurut Ibnu Katsir, itulah yang disampaikan oleh Al-Mawardi. "Dan dari apa yang ia ungkapkan, ia menyebutkan ada tiga pendapat dari para ulama, dan dari perkataannya terasa bahwa ia tidak memiliki pendapat sendiri tentang hal itu," ujarnya.
Oleh karena itu, Abu Abdillah Ar-Razi dalam kitab tafsirnya menyebutkan ada empat kelompok ulama terkait perbedaan pendapat dalam masalah ini, tiga di antaranya sama seperti yang diuraikan oleh Al-Mawardi, dan yang keempat adalah para ulama yang tidak mengungkapkan pendapatnya. Lalu Abu Abdillah memilih pendapat pertama yang diunggulkannya. Wallahu a'lam.
Pendapat yang menyatakan bahwa surga tersebut bukanlah Surga Ma'wa meski terletak di atas langit, ini diriwayatkan dari Abu Ali Al-Jubba'i.
(mhy)