Pesan Habib Quraisy Baharun Jelang Tahun Baru 2022
loading...
A
A
A
Pengasuh Ponpes As-Shidqu Kuningan Jawa Barat, Al-Habib Quraisy Baharun menyampaikan pesan jelang Tahun Baru 2022 yang insya Allah beberapa hari lagi akan kita masuki. Pesan beliau ini dapat kita jadikan iktibar dan muhasabah.
Sebagai manusia biasa, kita tentu tidak punya jaminan lepas dari jeratan dosa. Karena itu, Allah memerintahkan kita untuk bertaubat, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (tobat yang semurni-murninya)." (Surat at-Tahrim Ayat 8)
Melalui ayat di atas, meski tidak secara eksplisit, Allah juga hendak berpesan kepada hamba-Nya bahwa Dia membuka pintu ampunan kepada mereka. Sebab tidak mungkin rasanya jika Allah memerintahkan hamba-Nya bertobat, sementara Dia menutup pintu ampunan.
Lanjutan ayat itu menyebutkan:
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
"Mudah-mudahan Rabbmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya."
"Allah menggunakan kata 'Asa yang berarti 'mudah-mudahan'. Penggunaan kata mudah-mudahan mengindikasikan kepada kita bahwa Allah tidak memastikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertobat. Ketidakpastian ini dimaknai oleh para ulama, bukan berarti kita sia-sia ketika bertaubat, melainkan ketidakpastian tersebut harus dipahami agar kita sungguh-sungguh menjalankan tobat dan meyakinkan Allah bahwa kita benar-benar hamba yang layak mendapatkan ampunan-Nya," jelas Habib Quraisy dilansir dari akun resmi media sosialnya.
Adapun yang dimaksud dengan tubat nasuha adalah taubat yang dijalankan dengan semaksimal mungkin. Artinya tidak setengah-setengah, atau tidak sekadar main-main. Artinya hari ini kita bertobat, esok kita berdosa lagi, esoknya bertobat lagi, dan seterusnya.
Para Ulama merinci sejumlah syarat taubat Nasuha. Berikunya ayatnya:
Pertama, niat kita bertaubat harus tulus dan ikhlas, bukan karena ingin dipuji seseorang, atau hanya karena ingin terlihat saleh dan religius. Karenanya, taubat ini harus dibangun atas niat yang lurus, benar-benar mengharap ridha dan ampunan-Nya.
Kedua, para Ulama menyebut, syarat taubat Nasuha itu menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Di sinilah sulitnya bertaubat kepada Allah, sebab hati kita seringkali sulit diajak menyesali perbuatan salah yang telah dilakukan. Bagaimana kita akan taubat bersungguh-sungguh jika hati kita tak menyesal atau tidak mengakui kesalahan.
Ketiga, syarat taubat nasuha ialah menghentikan semampu mungkin segala dosa, baik kecil maupun besar. Sebab tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan tobat.
Yang dimaksud berhenti adalah tidak hanya berhenti dari dosa yang kita tobati, tetapi dari segala dosa, jika kita ingin betul-betul mencapat derajat nasuha. Selama ini barangkali masih ada yang memahami bahwa tobat adalah menghentikan dosa tertentu, tetapi masih merasa suka mengerjakan dosa yang lain. Maka dalam konsep tobat nasuha, semua dosa, semampu mungkin harus kita tinggalkan.
Berikutnya, jika ingin meraih taubat nasuha, kita harus bertekad untuk tidak mengulangi dosa yang sama di masa yang akan datang, begitu juga dosa-dosa yang lain. Para ulama menegaskan, selain bertekad tidak mengulangi, kita berusaha mengganti atau menebus kesalahan yang telah lalu.
Contohnya, jika kita pernah meninggalkan kewajiban, maka gantilah. Jika ada shalat atau puasa yang pernah ditinggal, maka gantilah dengan qadha. Jangan karena kita merasa sudah bertobat, kesalahan yang lalu dianggap sudah selesai. Jika kita dulu tidak mengeluarkan zakat, maka keluarkanlah sekarang. Jika sebelumnya tidak pernah shalat dan puasa, maka setelah tobat kewajiban itu ditunaikan.
Taubat seorang muslim berbeda dengan seorang non-muslim yang masuk Islam. Bagi seorang muslim, kewajiban-kewajibannya yang telah lalu menurut pendapat ulama yang utama, tetap harus diganti, sementara non-muslim ketika masuk Islam, maka kewajiban yang telah lalu, tidak perlu diganti atau diqadla.
Selanjutnya, syarat taubat nasuha adalah dilakukan pada waktunya. Ini artinya, taubat pun ada waktunya. Lewat dari waktu itu, kita tidak akan diterima. Waktu tobat tersebut ada yang bersifat umum, dan ada yang bersifat khusus. Yang bersifat umum adalah selama matahari masih terbit dari timur dan terbenam di barat.
Maka, bertobat setelah matahari terbit dari barat maka tobat tidak ada artinya. Sebab itu tanda berakhirnya zaman dan tanda runtuhnya alam.
Sementara waktu khusus adalah saat ajal menjelang alias sakaratul maut. Karena itu, manakala ajal datang, maka tidak ada artinya taubat yang kita lakukan, berdasarkan firman Allah dalam Surath an-Nisa, "Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) apabila ajal datang kepada seseorang di antara mereka." (QS an-Nisa’ [4]: 18)
Jika dosanya menyangkut hak sesama manusia maka kita harus terlebih dahulu memohon maaf kepada yang bersangkutan atau kepada orang yang pernah kita zalimi, sebelum memohon ampunan kepada Allah. Jika ada yang pernah kita rampas, maka segeralah kembalikan.
Bagaimana jika yang bersangkutan sudah tiada dan sulit ditemui, maka banyak-banyaklah memohon ampunan untuknya. Agar amal ibadah kita kelak tidak diambil oleh yang yang bersangkutan, sebagai penebus kesalahan kita.
Sekadar menguatkan contoh yang kami kemukakan tadi, mengapa Allah mengharamkan perzinaan? Jawabannya adalah untuk melindungi harkat, martabat, dan keselamatan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.
Sekarang ini perzinaan seolah sudah dianggap hal yang lumrah. Para pelakunya seolah tak merasa dosa. Akibatnya, berapa anak yang lahir tak diinginkan orang tua. Berapa anak yang dibunuh tanpa dosa. Berapa janin yang menjadi korban aborsi sia-sia.
Padahal, Islam datang untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Caranya, bukan dengan membebaskan manusia, tetapi dengan melarang perzinaan yang dilakukan manusia. Tujuannya agar manusia tetap selamat dan terhormat sebagai manusia. Namun, larangan ini seringkali tidak disadari oleh sebagian orang.
Untuk diketahui, upaya membentengi diri kita dan keluarga kita ini juga termasuk jihad dan membela kehormatan agama. Maka bersamaan dengan berakhirnya tahun 2021, marilah kita introspeksi dan menata diri.
"Marilah bersihkan diri, jernihkan hati dengan bertobat, dan sambut masa depan dan tahun mendatang dengan lebih optimis. Insya Allah, dengan bertobat dan berusaha kembali kepada tuntunan Allah, kehormatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kita akan lebih terjaga dan hidup kita lebih tertata," jelasnya.
Itulah pesan singkat Habib Quraisy Baharun. Semoga kita dapat memetik pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi dan diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Aamin Ya Rabbal 'Aalamin.
Sebagai manusia biasa, kita tentu tidak punya jaminan lepas dari jeratan dosa. Karena itu, Allah memerintahkan kita untuk bertaubat, sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً نَصُوحًا
"Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah kepada Allah dengan taubat nasuha (tobat yang semurni-murninya)." (Surat at-Tahrim Ayat 8)
Melalui ayat di atas, meski tidak secara eksplisit, Allah juga hendak berpesan kepada hamba-Nya bahwa Dia membuka pintu ampunan kepada mereka. Sebab tidak mungkin rasanya jika Allah memerintahkan hamba-Nya bertobat, sementara Dia menutup pintu ampunan.
Lanjutan ayat itu menyebutkan:
عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ
"Mudah-mudahan Rabbmu menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya."
"Allah menggunakan kata 'Asa yang berarti 'mudah-mudahan'. Penggunaan kata mudah-mudahan mengindikasikan kepada kita bahwa Allah tidak memastikan ampunan kepada hamba-Nya yang bertobat. Ketidakpastian ini dimaknai oleh para ulama, bukan berarti kita sia-sia ketika bertaubat, melainkan ketidakpastian tersebut harus dipahami agar kita sungguh-sungguh menjalankan tobat dan meyakinkan Allah bahwa kita benar-benar hamba yang layak mendapatkan ampunan-Nya," jelas Habib Quraisy dilansir dari akun resmi media sosialnya.
Adapun yang dimaksud dengan tubat nasuha adalah taubat yang dijalankan dengan semaksimal mungkin. Artinya tidak setengah-setengah, atau tidak sekadar main-main. Artinya hari ini kita bertobat, esok kita berdosa lagi, esoknya bertobat lagi, dan seterusnya.
Para Ulama merinci sejumlah syarat taubat Nasuha. Berikunya ayatnya:
Pertama, niat kita bertaubat harus tulus dan ikhlas, bukan karena ingin dipuji seseorang, atau hanya karena ingin terlihat saleh dan religius. Karenanya, taubat ini harus dibangun atas niat yang lurus, benar-benar mengharap ridha dan ampunan-Nya.
Kedua, para Ulama menyebut, syarat taubat Nasuha itu menyesali perbuatan dosa yang telah dilakukan. Di sinilah sulitnya bertaubat kepada Allah, sebab hati kita seringkali sulit diajak menyesali perbuatan salah yang telah dilakukan. Bagaimana kita akan taubat bersungguh-sungguh jika hati kita tak menyesal atau tidak mengakui kesalahan.
Ketiga, syarat taubat nasuha ialah menghentikan semampu mungkin segala dosa, baik kecil maupun besar. Sebab tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus, dan tidak ada dosa besar jika diiringi dengan tobat.
Yang dimaksud berhenti adalah tidak hanya berhenti dari dosa yang kita tobati, tetapi dari segala dosa, jika kita ingin betul-betul mencapat derajat nasuha. Selama ini barangkali masih ada yang memahami bahwa tobat adalah menghentikan dosa tertentu, tetapi masih merasa suka mengerjakan dosa yang lain. Maka dalam konsep tobat nasuha, semua dosa, semampu mungkin harus kita tinggalkan.
Berikutnya, jika ingin meraih taubat nasuha, kita harus bertekad untuk tidak mengulangi dosa yang sama di masa yang akan datang, begitu juga dosa-dosa yang lain. Para ulama menegaskan, selain bertekad tidak mengulangi, kita berusaha mengganti atau menebus kesalahan yang telah lalu.
Contohnya, jika kita pernah meninggalkan kewajiban, maka gantilah. Jika ada shalat atau puasa yang pernah ditinggal, maka gantilah dengan qadha. Jangan karena kita merasa sudah bertobat, kesalahan yang lalu dianggap sudah selesai. Jika kita dulu tidak mengeluarkan zakat, maka keluarkanlah sekarang. Jika sebelumnya tidak pernah shalat dan puasa, maka setelah tobat kewajiban itu ditunaikan.
Taubat seorang muslim berbeda dengan seorang non-muslim yang masuk Islam. Bagi seorang muslim, kewajiban-kewajibannya yang telah lalu menurut pendapat ulama yang utama, tetap harus diganti, sementara non-muslim ketika masuk Islam, maka kewajiban yang telah lalu, tidak perlu diganti atau diqadla.
Selanjutnya, syarat taubat nasuha adalah dilakukan pada waktunya. Ini artinya, taubat pun ada waktunya. Lewat dari waktu itu, kita tidak akan diterima. Waktu tobat tersebut ada yang bersifat umum, dan ada yang bersifat khusus. Yang bersifat umum adalah selama matahari masih terbit dari timur dan terbenam di barat.
Maka, bertobat setelah matahari terbit dari barat maka tobat tidak ada artinya. Sebab itu tanda berakhirnya zaman dan tanda runtuhnya alam.
Sementara waktu khusus adalah saat ajal menjelang alias sakaratul maut. Karena itu, manakala ajal datang, maka tidak ada artinya taubat yang kita lakukan, berdasarkan firman Allah dalam Surath an-Nisa, "Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) apabila ajal datang kepada seseorang di antara mereka." (QS an-Nisa’ [4]: 18)
Jika dosanya menyangkut hak sesama manusia maka kita harus terlebih dahulu memohon maaf kepada yang bersangkutan atau kepada orang yang pernah kita zalimi, sebelum memohon ampunan kepada Allah. Jika ada yang pernah kita rampas, maka segeralah kembalikan.
Bagaimana jika yang bersangkutan sudah tiada dan sulit ditemui, maka banyak-banyaklah memohon ampunan untuknya. Agar amal ibadah kita kelak tidak diambil oleh yang yang bersangkutan, sebagai penebus kesalahan kita.
Sekadar menguatkan contoh yang kami kemukakan tadi, mengapa Allah mengharamkan perzinaan? Jawabannya adalah untuk melindungi harkat, martabat, dan keselamatan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat.
Sekarang ini perzinaan seolah sudah dianggap hal yang lumrah. Para pelakunya seolah tak merasa dosa. Akibatnya, berapa anak yang lahir tak diinginkan orang tua. Berapa anak yang dibunuh tanpa dosa. Berapa janin yang menjadi korban aborsi sia-sia.
Padahal, Islam datang untuk melindungi Hak Asasi Manusia (HAM). Caranya, bukan dengan membebaskan manusia, tetapi dengan melarang perzinaan yang dilakukan manusia. Tujuannya agar manusia tetap selamat dan terhormat sebagai manusia. Namun, larangan ini seringkali tidak disadari oleh sebagian orang.
Untuk diketahui, upaya membentengi diri kita dan keluarga kita ini juga termasuk jihad dan membela kehormatan agama. Maka bersamaan dengan berakhirnya tahun 2021, marilah kita introspeksi dan menata diri.
"Marilah bersihkan diri, jernihkan hati dengan bertobat, dan sambut masa depan dan tahun mendatang dengan lebih optimis. Insya Allah, dengan bertobat dan berusaha kembali kepada tuntunan Allah, kehormatan agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta kita akan lebih terjaga dan hidup kita lebih tertata," jelasnya.
Itulah pesan singkat Habib Quraisy Baharun. Semoga kita dapat memetik pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi dan diberi kesempatan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Aamin Ya Rabbal 'Aalamin.
(rhs)