Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi dalam Islam
loading...
A
A
A
Pergantian tahun sudah diambang pintu, lantas bagaimana hukumnya umat Islam merayakan tahun baru masehi tersebut? Boleh atau tidak, bagaimana dalilnya?
Dalam Islam, hukum merayakan Tahun Baru Masehi terdapat khilaf di antara ulama. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang karena bukan tradisi Islam.
Pertanyaan ini selalu muncul setiap tahun dan menjadi perbincangan hangat. Karena itu, umat Islam harus bijak dalam menyikapinya. Ulama yang membolehkan memiliki argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru Masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan kaum musyrik, maka hukumnya haram.
Tetapi jika tidak ada niat mengikuti ritual orang musyrik , maka tidak ada larangannya. Artinya, jika perayaan tahun baru itu diisi dengan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni anak yatim, membersihkan lingkungan dan sebagainya, maka hal itu dinilai baik.
Adapun ulama yang melarang memiliki argumen bahwa perayaan Tahun Baru Masehi bukanlah hari raya atau hari besar Islam, dan bukan pula tradisi yang dianjurkan. Jika melihat faktanya, tradisi perayaan Tahun Baru Masehi selalu sarat dengan maksiat. Anak-anak muda berpesta semalam suntuk, laki-laki dan perempuan berbaur dan terkadang diisi dengan pesta minuman keras. Na'udzubillahi min dzalik.
Dai lulusan Sastra Arab, Ustadz Farid Nu'man Hasan dalam satu kajiannya mengatakan, umat Islam sangat menghargai adanya perbedaan, dan mengakui perbedaan itu adalah sunatullah kehidupan.
Hal ini sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an:
Artinya: "Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" (QS. Yunus ayat 99)
Allah juga berfirman:
Artinya: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al Mumtahanah: 8)
Kata Ustaz Farid Nu'man, Tahun Baru Masehi bukanlah tahun baru bagi umat muslim karena titik tolak sejarah awal tahun Masehi berbeda dengan tahun Hijriyah. Kalender matahari (penanggalan Syamsiyah) dipakai oleh umat Kristiani, sedangkan kalender bulan (Qomariyah) dianut Islam yang dikenal dengan kalender Hijriyah.
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam mengajarkan:
Artinya: "Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya masing-masing, dan hari ini adalah hari raya kita." (HR. Bukhari 952, Muslim, 16/892)
"Setiap umat punya hari raya dan hari besarnya sendiri, silakan berbahagia dan suka cita di hari itu. Umat muslim juga tidak memaksa dan menuntut umat lain mengucapkan selamat atas hari besar Islam," kata Ustaz Farid Nu'man.
Untuk diketahui, Islam memiliki banyak hari raya dan hari-hari istimewa yang telah menjadi budaya dan tradisi bagi kaum muslim untuk mengagungkannya. Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, beliau berkata:
"Dahulu orang Jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya." Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau bersabda: "Dahulu kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main saat itu. Allah telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni hari Fithri dan hari Adha." (HR Abu Daud 1134; An Nasa'i dalam As Sunan Al Kubra 1755; Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 1098)
Dari 'Uqbah bin Amir radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Hari Arafah, hari penyembelihan qurban, hari-hari tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk Islam, itu adalah hari-hari makan dan minum." (HR At Tirmidzi 773)
Dalam Islam, hukum merayakan Tahun Baru Masehi terdapat khilaf di antara ulama. Ada yang membolehkan dan ada yang melarang karena bukan tradisi Islam.
Pertanyaan ini selalu muncul setiap tahun dan menjadi perbincangan hangat. Karena itu, umat Islam harus bijak dalam menyikapinya. Ulama yang membolehkan memiliki argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru Masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan kaum musyrik, maka hukumnya haram.
Tetapi jika tidak ada niat mengikuti ritual orang musyrik , maka tidak ada larangannya. Artinya, jika perayaan tahun baru itu diisi dengan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni anak yatim, membersihkan lingkungan dan sebagainya, maka hal itu dinilai baik.
Adapun ulama yang melarang memiliki argumen bahwa perayaan Tahun Baru Masehi bukanlah hari raya atau hari besar Islam, dan bukan pula tradisi yang dianjurkan. Jika melihat faktanya, tradisi perayaan Tahun Baru Masehi selalu sarat dengan maksiat. Anak-anak muda berpesta semalam suntuk, laki-laki dan perempuan berbaur dan terkadang diisi dengan pesta minuman keras. Na'udzubillahi min dzalik.
Dai lulusan Sastra Arab, Ustadz Farid Nu'man Hasan dalam satu kajiannya mengatakan, umat Islam sangat menghargai adanya perbedaan, dan mengakui perbedaan itu adalah sunatullah kehidupan.
Hal ini sebagaimana disebut dalam Al-Qur'an:
وَلَوْ شاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعاً أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ
Artinya: "Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?" (QS. Yunus ayat 99)
Allah juga berfirman:
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
Artinya: "Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (QS. Al Mumtahanah: 8)
Kata Ustaz Farid Nu'man, Tahun Baru Masehi bukanlah tahun baru bagi umat muslim karena titik tolak sejarah awal tahun Masehi berbeda dengan tahun Hijriyah. Kalender matahari (penanggalan Syamsiyah) dipakai oleh umat Kristiani, sedangkan kalender bulan (Qomariyah) dianut Islam yang dikenal dengan kalender Hijriyah.
Nabi shollallohu 'alaihi wasallam mengajarkan:
إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا عِيدُنَا
Artinya: "Sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya masing-masing, dan hari ini adalah hari raya kita." (HR. Bukhari 952, Muslim, 16/892)
"Setiap umat punya hari raya dan hari besarnya sendiri, silakan berbahagia dan suka cita di hari itu. Umat muslim juga tidak memaksa dan menuntut umat lain mengucapkan selamat atas hari besar Islam," kata Ustaz Farid Nu'man.
Untuk diketahui, Islam memiliki banyak hari raya dan hari-hari istimewa yang telah menjadi budaya dan tradisi bagi kaum muslim untuk mengagungkannya. Dari Anas bin Malik radhiallahu 'anhu, beliau berkata:
"Dahulu orang Jahiliyah memiliki dua hari untuk mereka bermain-main pada tiap tahunnya." Ketika Rasulullah SAW datang ke Madinah, beliau bersabda: "Dahulu kalian memiliki dua hari yang kalian bisa bermain-main saat itu. Allah telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik dari keduanya, yakni hari Fithri dan hari Adha." (HR Abu Daud 1134; An Nasa'i dalam As Sunan Al Kubra 1755; Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 1098)
Dari 'Uqbah bin Amir radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Hari Arafah, hari penyembelihan qurban, hari-hari tasyriq, adalah hari raya kita para pemeluk Islam, itu adalah hari-hari makan dan minum." (HR At Tirmidzi 773)