Surat Yasin Ayat 77: Musuh yang Nyata Itu Diciptakan dari Air Hina

Kamis, 10 Februari 2022 - 19:02 WIB
loading...
Surat Yasin Ayat 77: Musuh yang Nyata Itu Diciptakan dari Air Hina
Surat Yasin ayat 77 berisi tentang penciptaan manusia dari air mani. (Foto/Ilustrasi: Ist)
A A A
Surat Yasin ayat 77 mengingatkan bahwa manusia hanyalah diciptakan dari mani yang hina, kemudian mereka membangkang. Mengapa kemudian orang-orang musyrik itu tidak lantas berpikir tentang asal mula mereka diciptakan? Allah SWT berfirman:

اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ


Dan tidakkah manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia menjadi musuh yang nyata!” ( QS Yasin : 77)



Menurut al-Wahidi, kata ‘khashiimun mubiin’ adalah perdebatan yang sia-sia dan celaan kepada Nabi Muhammad SAW karena mengingkari hari kebangkitan setelah manusia mati.

Sedangkan Imam al-Baydhawi dalam Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil mengatakan ayat di atas merupakan bentuk ‘penguatan’ bagi Nabi Muhammad SAW yang kedua seperti ayat sebelumnya.

Allah SWT menguatkan Nabi Muhammad SAW bahwa orang-orang yang mengingkari Hari Kebangkitan itu tidak berpikir bahwa mereka hanyalah makhluk yang lemah.

Dalam ayat ini, kata al-Baidhawi, terdapat makna taqbiih baliigh yang artinya sindiran keras karena kesombongan mereka. Padahal betapa mereka hanya diciptakan dari sperma yang hina. Mereka tidak akan pernah berlaku sombong jika mereka berpikir bagaimana mereka pertama kali diciptakan.

Bagi al-Zamakhsyari ayat ini merupakan bentuk ‘celaan’ Allah SWT kepada orang-orang musyrik karena mereka mengingkari Hari Kebangkitan (al-ba’ts). Padahal betapa mudahnya Allah SWT membangkitkan manusia sebagaimana Dia menciptakan manusia dari setetes air mani yang hina. Orang-orang musyrik itu tetap saja mengingkari nikmat Allah SWT.



Tiga Pendapat
Tafsir al-Thabari sebagai salah satu rujukan tafsir tertua meriwayatkan tiga pendapat mengenai siapa mukhatab dari kata al-Insan pada ayat 77 dalam surah Yasin ini. Tiga pendapat yang termaktub dalam Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an adalah berkaitan dengan Ubay bin Khalaf, al-‘Ash bin wa’il, dan Abdullah bin Ubay. Sedangkan al-Suyuti dalam al-Dur al-Mansur menambahkan satu lagi, yakni Abu Jahal.

Redaksi dari riwayat-riwayat tersebut, baik yang menganggap ayat tersebut merespons ulah Ubay bin Khalaf, al-‘Ash bin Wa’il, Abu Jahal bin Hisyam , dan Abdullah bin Salam, semuanya memiliki kemiripan dari segi isinya. Misalnya adalah yang disampaikan oleh Wahbah Zuhaili dalam tafsirnya:

Suatu ketika al-‘Ash bin Wa’il datang menemui Rasulullah SAW dengan membawa sebuah tulang. Lalu ia remukkan tulang itu. Menurut Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar, tulang ini telah lapuk berlumuran debu dan tanah.

Setelah itu al-‘Ash bin Wa’il berkata; Wahai Muhammad, apakah tulang yang remuk ini kelak akan dibangkitkan? Nabi menjawab; Ya, Allah akan membangkitkannya, lalu membunuhmu, membangkitkanmu, dan memasukkanmu ke neraka. Tak lama kemudian turunlah surah Yasin ayat 77. Hal ini sekaligus menjadi sebab nuzulnya.

Wahbah Zuhaili menuturkan bahwa surah Yasin ayat 77 ini berkenaan dengan al-‘Ash bin Wa’il dan Ubay bin Khalaf. Ia mengesampingkan dua orang yang telah disebutkan oleh al-Suyuti dan al-Thabari dalam tafsir keduanya, yaitu ‘Adullah bin Ubay, dan ‘Abu Jahal bin Hisyam. Untuk yang pertama, ada bantahan Ibnu Katsir dalam al-Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim.

Dalam tafsirnya itu, Ibnu Katsir mengatakan bahwa kurang tepat jika ‘Abdullah bin Ubay merupakan orang yang direspons oleh ayat 77 tersebut. Pasalnya ada kontradiksi antara ayat 77 dengan ‘Adullah bin Ubay dari sisi historis. Ayat 77 tergolong katagori makiyah sedangkan ‘ Adullah bin Ubay merupakan pengingkar ketika Nabi telah di Madinah. Maka riwayat tersebut menurutnya memang tidak tepat.



Sedangkan untuk yang kedua, yaitu Abu Jahal, riwayat ini sepertinya memang tidak begitu terkenal di kalangan para mufasir. Riwayat ini hanya ditemukan dalam tafsir karya al-Suyuti. Sedangkan dalam Tafsir Thabari, al-Tafsir al-Munir, Tafsir Ibnu ‘Asyur, Tafsir Ibnu Katsir, maupun Tafsir al-Zamakhsyari tidak ada riwayat yang menceritakan tentang keterkaitan Abu Jahal dalam surah Yasin ayat 77 ini.

Namun al-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf memberikan penuturan yang menarik bahwa surah Yasin ayat 77 ini juga berkaitan dengan Abu Jahal. Ia mengatakan bahwa suatu ketika sekelompok orang-orang kafir Quraisy yang terdiri dari Ubay bin Khalaf, Abu Jahal, al-‘Ash bin Wa’il, dan Walid bin Mughirah, sedang berbicang-bincang mengenai dakwah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hari kebangkitan. Mereka adalah para pembesar kafir Quraisy

Di tengah obrolan itu Ubay berkata; Apakah tidak kalian perhatikan ketika Muhammad berkata bahwa sesungguhnya Allah akan membangkitkan orang-orang mati?

Lalu Ubay bersumpah; Demi Lata dan ‘Uzza, aku akan mendebat Muhammad mengenai hal itu. Lalu Ubay mengambil sebuah tulang yang sudah diremukkan dan mendatangi Nabi. Setelah itu terjadi dialog seperti yang sudah dipaparkan di atas.

Agaknya pendapat al-Zamakhsyari ini bisa menjadi jalan tengah di antara perbedaan-perbedaan pendapat di kalangan para mufasir mengenai siapakah orang yang direspons oleh surah Yasin ayat 77. Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Wahbah Zuhaili bahwa para Ulama Ushul Fiqh sepakat menggunakan teori al-‘ibrah bi umum al-lafz la bi khusus al-sabab.

Dengan kata lain, meskipun ayat 77 ini memiliki sebab yang khusus, namun bisa diterapkan kepada semua orang yang ingkar terhadap hari kebangkitan. Maka secara otomatis entah itu Ubay bin Khalaf, al-‘Ash bin wa’il, Abu Jahal dan Abdullah bin Ubay termasuk di dalamnya. Mereka adalah sekawanan pembangkang dakwah Nabi garis keras.

Allah mengkritik orang-orang yang ingkar terhadap dakwah Nabi Muhammad SAW, khususnya terhadap hari kebangkitan, dengan mengemukakan analogi yang sangat tajam. Apakah tidak terbesit sedikitpun dalam benak mereka tentang penciptaanya. Dalam ayat itu secara eksplisit disebutkan bahwa mereka diciptakan dari nutfah. Zuhaili mengaitkan dengan surat as-Sajdah ayat 8, yakni air yang hina.

Air itu dianggap hina karena merupakan sesuatu yang sangat lemah. Buya Hamka mengatakan bahwa air itu terkadang terbuang sia-sia tidak tentu tujuan, mengotori celana dan kain dan lama-lama membusuk. Lalu apa yang ingin disombongkan dari hal itu.

Hanya berkat Rahmat-Nya air yang hina itu menjadi manusia. Sedikti demi sedikit tumbuh dalam rahim, lalu lahir, bertumbuh dan berkembang hingga memiliki akal dan kesadaran. Apakah hal itu tidak pernah terbesit dalam benak mereka yang ingkar itu?



Menurut al-Sabuni kalimat tanya dalam ayat 77 ini termasuk istifham ingkari atau bermakna sebaliknya. Maksudnya adalah memang tidak pernah terbesit dalam pikiran mereka tentang proses penciptaan awal mereka yang begitu hina itu. Dengan congkaknya mereka menyombongkan diri dan memusuhi Allah SWT.

Wahbah Zuhaili dalam al-Tafsir al-Munir mengatakan bahwa kata khasim mubin merupakan sighat mubalagha atau bermakna sangat. Maksudnya adalah mereka secara secara terang-terangan sangat memusuhi Allah Dzat yang memberinya kehidupan dan rizki.

Agar Merek Bersyukur
Al-Biqa’i dalam Nadzm al-Dhurar menjelaskan bahwa kalimat awalam yara berarti tidakkah mereka benar-benar mengetahui (ay ya’lamu ‘ilman) sebagaimana mereka melihat dengan mata kepalanya sendiri. Kata ‘al-insan’ menurut al-Biqa’i menunjukkan bahwa jenis manusia diciptakan Allah SWT dengan luar biasa. Meski demikian mereka berasal dari bahan dasar yang sangat kecil, hina dari air mani yang dikeluarkan oleh kemaluan laki-laki.

Kemudian setelah mereka menjadi manusia yang dapat berpikir, tiba-tiba mereka menjadi pembantah yang tidak tahu diri dan tidak menggunakan akal pikirannya untuk merenungi kebenaran.

Jamaluddin al-Qasimi sebagaimana mengutip dari al-Thaybiy dalam tafsirnya Mahasin al-Ta’wil menjelaskan bahwa ayat 77 ini masih berkaitan erat dengan ayat sebelumnya, ayat 76.

Kedua ayat ini mengisyaratkan kepada makna al-ta’kis, artinya pertanyaan yang menyatakan kebalikan dari kenyataan. Dengan kata lain, menurut al-Qasimi Allah SWT menciptakan manusia agar mereka dapat bersyukur, tetapi sebagian dari mereka belaku ingkar (kufr). Allah SWT menciptakan manusia dari sesuatu yang hina, tetapi sebagian dari mereka malah bersikap sombong.

(mhy)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1783 seconds (0.1#10.140)