Bantahan Al-Qur'an Tatkala Malaikat Dibilang Anak Perempuan Allah Taala
loading...
A
A
A
Adapun yang implisit, tampak dari cara Al-Qur’an memperlakukan kata “malak” dan “malaikah”.
Dalam bentuk mufrod, kata malak diperlakukan sebagai mudzakkar, misalnya dalam QS Yusuf : 31 disebut “malakun kariim” (ملك كريم), artinya malaikat yang mulia.
Bentuk na’at-man’ut (kata benda yang diiringi kata sifat) ini mudzakkar-mudzakkar.
Tapi ketika jamak, kadang kata malaikah diperlakukan sebagai mudzakkar (laki-laki) dan kadang mu’annats (perempuan).
Dalam QS al-Baqarah : 30-34, dalam kisah Adam, seluruh dhomir (kata ganti) yang merujuk kepada malaikah adalah dhomir jama’ mudzakkar. Misalnya pada kata qaaluu (قالوا) dan dhomir hum (هم) yang berulang-ulang muncul di sana. Ciri serupa muncul di banyak tempat lainnya dalam Al-Qur’an.
Uniknya, ketika kata malaikah didahului oleh fi’il (kata kerja), tiba-tiba dhomir yang dipakai berubah menjadi mu’annats. Misalnya:
فَنَادَتْهُ المَلَائِكَةُ…. — آل عمران : ٣٩
هَلْ يَنْظُرُوْنَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ المَلَائِكَةُ … — الأنعام : ١٥٨
Tapi perlakuan begini ternyata tidak selalu demikian, sebab kadang dhomir pada fi’il-nya juga mudzakkar, misalnya:
فَسَجَدَ المَلَائِكَةُ …. — الحجر : ٣٠
…وَنُزِّلَ المَلَائِكَةُ تَنْزِيْلًا — الفرقان : ٢٥
Kata malak (ملك) sendiri adalah mudzakkar, namun ketika diubah ke bentuk jamak malah menjadi muannats, mala’ikah (ملائكة).
Tampaknya, Al-Qur’an hendak menunjukkan bahwa malaikat tidak bisa disebut laki-laki atau perempuan sebagai lazimnya makhluk dalam persepsi dan nalar manusiawi, sehingga dhomir (kata ganti) yang dipakai pun bisa mudzakkar atau mu’annats.
Mereka diciptakan dalam satu jenis saja, tidak berpasang-padangan, dan jelasnya istilah “jenis kelamin” tidak ada dalam dunia mereka.
Dalam bentuk mufrod, kata malak diperlakukan sebagai mudzakkar, misalnya dalam QS Yusuf : 31 disebut “malakun kariim” (ملك كريم), artinya malaikat yang mulia.
Bentuk na’at-man’ut (kata benda yang diiringi kata sifat) ini mudzakkar-mudzakkar.
Tapi ketika jamak, kadang kata malaikah diperlakukan sebagai mudzakkar (laki-laki) dan kadang mu’annats (perempuan).
Dalam QS al-Baqarah : 30-34, dalam kisah Adam, seluruh dhomir (kata ganti) yang merujuk kepada malaikah adalah dhomir jama’ mudzakkar. Misalnya pada kata qaaluu (قالوا) dan dhomir hum (هم) yang berulang-ulang muncul di sana. Ciri serupa muncul di banyak tempat lainnya dalam Al-Qur’an.
Uniknya, ketika kata malaikah didahului oleh fi’il (kata kerja), tiba-tiba dhomir yang dipakai berubah menjadi mu’annats. Misalnya:
فَنَادَتْهُ المَلَائِكَةُ…. — آل عمران : ٣٩
هَلْ يَنْظُرُوْنَ إِلَّا أَنْ تَأْتِيَهُمُ المَلَائِكَةُ … — الأنعام : ١٥٨
Tapi perlakuan begini ternyata tidak selalu demikian, sebab kadang dhomir pada fi’il-nya juga mudzakkar, misalnya:
فَسَجَدَ المَلَائِكَةُ …. — الحجر : ٣٠
…وَنُزِّلَ المَلَائِكَةُ تَنْزِيْلًا — الفرقان : ٢٥
Kata malak (ملك) sendiri adalah mudzakkar, namun ketika diubah ke bentuk jamak malah menjadi muannats, mala’ikah (ملائكة).
Tampaknya, Al-Qur’an hendak menunjukkan bahwa malaikat tidak bisa disebut laki-laki atau perempuan sebagai lazimnya makhluk dalam persepsi dan nalar manusiawi, sehingga dhomir (kata ganti) yang dipakai pun bisa mudzakkar atau mu’annats.
Mereka diciptakan dalam satu jenis saja, tidak berpasang-padangan, dan jelasnya istilah “jenis kelamin” tidak ada dalam dunia mereka.
(mhy)