Surat Yasin Ayat 80: Nyala Api, Pohon, dan Hari Kebangkitan
loading...
A
A
A
Surat Yasin ayat 80 adalah lanjutan tafsir sebelumnya, sekaligus penekanan bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah. Pada ayat sebelumnya telah dijabarkan bagaimana jawaban tegas Allah atas keingkaran orang-orang kafir terhadap hari Kebangkitan.
Mereka mempertanyakan kekuasaan Allah yang mampu membangkitkan seluruh manusia yang mati, padahal tubuh mereka telah hancur berbaur dengan tanah.
Allah SWT berfirman:
yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” ( QS Yasin : 80)
Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir mengatakan kalau Surah Yasin ayat 80 ini adalah badal dari redaksi sebelumnya الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ. Keduanya terhubung dengan terulangnya isim maushul (الذى), yang bertujuan untuk memperkuat redaksi yang pertama (ta’kid), dan memperhatikan redaksi kedua (ihtimam).
Artinya ayat ini ditujukan kepada kaum kafir yang tidak mempercayai adanya Hari Kebangkitan, terlebih pada ayat sebelumnya mereka menolak adanya peristiwa tersebut, di mana seluruh umat manusia yang sudah mati sejak zaman dahulu hingga sekarang akan dibangkitkan, di antara caranya adalah mengumpulkan kembali tulang belulang, lalu dihidupkan.
Dalil ini ditolak oleh orang kafir, dan menilai bahwa fenomena itu mustahil terjadi. Sebagai jawabannya, ayat ini dihadirkan untuk menepis anggapan mereka.
Menurut Imam al-Thabari dalam kitab Jami’ al-bayan fi Ta’wil al-Quran sebagaimana mengutip riwayat dari Basyar dari Yazid dari Sa’id dari Qatadah bahwasanya Allah SWT berkuasa untuk menyalakan api dari kayu bakar yang mati, begitu pun Dia berkuasa untuk menghidupkan tulang belulang menjadi manusia kembali.
Dalam kitab tafsir Ma’alim al-Tanzil fi Tafsir al-Quran, Abdullah bin ‘Abbas seorang sahabat yang memiliki gelar ‘turjuman al-Quran’ sebagaimana dikutip Imam al-Baghawi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan al-syajar (pohon) dalam ayat di atas adalah jenis pohon yang memiliki senyawa khusus yang dapat menimbulkan api.
Orang-orang Arab pada zaman itu mengenal dua jenis pohon bernama al-marakh dan al-‘affar yang dipergunakan sebagai bahan bakar untuk menyalakan api.
Ibnu ‘Abbas bercerita bahwa orang yang ingin menyalakan api biasanya memotong bagian dari pohon tersebut sebesar kayu siwak, kemudian jenis kayu ini bisa digesekkan dengan jenis pohon kering apa pun untuk menghasilkan api.
Imam Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa ayat 80 di atas merupakan perumpamaan bagi seorang manusia yang terdiri dari jasad yang fisik dan ruh metafisik yang meliputi jasad. Ruh ini, menurut al-Razi seperti energi panas yang terus menyala meskipun manusia tidak mengetahui bagaimana bentuk dari energi panas yang ada dalam diri manusia (istab’adtum wujud hararatin).
Berbeda dengan penafsiran al-Razi, Jamaluddin al-Qasimi dalam kitabnya Mahasin al-Ta’wil menjelaskan bahwa ayat 80 ini juga mencerminkan proses penciptaan manusia.
Menurut al-Qasimi, Allah SWT adalah Dzat yang menciptakan pohon (al-syajar) dari unsur air hingga menjadi pohon yang kokoh dan hijau yang kemudian bisa berbunga dan berbuah, lalu sebagian dahan dan rantinya kering dan berguguran.
Dari situlah kemudian menjadi bahan baku kayu bakar kering yang dapat menghasilkan api. Mengutip Qatadah, al-Qasimi menerangkan bahwa proses api ini merupakan bentuk kuasa Allah SWT, Dia pun berkuasa untuk menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati.
Sama seperti mufassir-mufassir di atas, Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Marah Labid juga menekankan bahwa ayat 80 ini adalah bentuk perbandingan untuk kaum musyrik Mekah bahwa Allah SWT berkuasa untuk menghidupkan api dari pohon yang hijau, begitu pun Dia berkuasa untuk menghidupkan manusia dari tulang-belulang yang telah hancur.
Mereka mempertanyakan kekuasaan Allah yang mampu membangkitkan seluruh manusia yang mati, padahal tubuh mereka telah hancur berbaur dengan tanah.
Allah SWT berfirman:
الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ
yaitu (Allah) yang menjadikan api untukmu dari kayu yang hijau, maka seketika itu kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” ( QS Yasin : 80)
Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir mengatakan kalau Surah Yasin ayat 80 ini adalah badal dari redaksi sebelumnya الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ. Keduanya terhubung dengan terulangnya isim maushul (الذى), yang bertujuan untuk memperkuat redaksi yang pertama (ta’kid), dan memperhatikan redaksi kedua (ihtimam).
Artinya ayat ini ditujukan kepada kaum kafir yang tidak mempercayai adanya Hari Kebangkitan, terlebih pada ayat sebelumnya mereka menolak adanya peristiwa tersebut, di mana seluruh umat manusia yang sudah mati sejak zaman dahulu hingga sekarang akan dibangkitkan, di antara caranya adalah mengumpulkan kembali tulang belulang, lalu dihidupkan.
Dalil ini ditolak oleh orang kafir, dan menilai bahwa fenomena itu mustahil terjadi. Sebagai jawabannya, ayat ini dihadirkan untuk menepis anggapan mereka.
Menurut Imam al-Thabari dalam kitab Jami’ al-bayan fi Ta’wil al-Quran sebagaimana mengutip riwayat dari Basyar dari Yazid dari Sa’id dari Qatadah bahwasanya Allah SWT berkuasa untuk menyalakan api dari kayu bakar yang mati, begitu pun Dia berkuasa untuk menghidupkan tulang belulang menjadi manusia kembali.
Dalam kitab tafsir Ma’alim al-Tanzil fi Tafsir al-Quran, Abdullah bin ‘Abbas seorang sahabat yang memiliki gelar ‘turjuman al-Quran’ sebagaimana dikutip Imam al-Baghawi menerangkan bahwa yang dimaksud dengan al-syajar (pohon) dalam ayat di atas adalah jenis pohon yang memiliki senyawa khusus yang dapat menimbulkan api.
Orang-orang Arab pada zaman itu mengenal dua jenis pohon bernama al-marakh dan al-‘affar yang dipergunakan sebagai bahan bakar untuk menyalakan api.
Ibnu ‘Abbas bercerita bahwa orang yang ingin menyalakan api biasanya memotong bagian dari pohon tersebut sebesar kayu siwak, kemudian jenis kayu ini bisa digesekkan dengan jenis pohon kering apa pun untuk menghasilkan api.
Imam Fakhruddin al-Razi dalam Mafatih al-Ghaib menjelaskan bahwa ayat 80 di atas merupakan perumpamaan bagi seorang manusia yang terdiri dari jasad yang fisik dan ruh metafisik yang meliputi jasad. Ruh ini, menurut al-Razi seperti energi panas yang terus menyala meskipun manusia tidak mengetahui bagaimana bentuk dari energi panas yang ada dalam diri manusia (istab’adtum wujud hararatin).
Berbeda dengan penafsiran al-Razi, Jamaluddin al-Qasimi dalam kitabnya Mahasin al-Ta’wil menjelaskan bahwa ayat 80 ini juga mencerminkan proses penciptaan manusia.
Menurut al-Qasimi, Allah SWT adalah Dzat yang menciptakan pohon (al-syajar) dari unsur air hingga menjadi pohon yang kokoh dan hijau yang kemudian bisa berbunga dan berbuah, lalu sebagian dahan dan rantinya kering dan berguguran.
Dari situlah kemudian menjadi bahan baku kayu bakar kering yang dapat menghasilkan api. Mengutip Qatadah, al-Qasimi menerangkan bahwa proses api ini merupakan bentuk kuasa Allah SWT, Dia pun berkuasa untuk menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati.
Sama seperti mufassir-mufassir di atas, Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Marah Labid juga menekankan bahwa ayat 80 ini adalah bentuk perbandingan untuk kaum musyrik Mekah bahwa Allah SWT berkuasa untuk menghidupkan api dari pohon yang hijau, begitu pun Dia berkuasa untuk menghidupkan manusia dari tulang-belulang yang telah hancur.