Surat Yasin Ayat 80: Nyala Api, Pohon, dan Hari Kebangkitan
loading...
A
A
A
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah mengatakan, ayat ini merupakan argumentasi lain dari Allah perihal kekuasaan-Nya. Jika ayat sebelumnya menerangkan bukti kuasa Allah atas penciptaan dari bahan yang sudah ada, sementara ayat ini menampilkan bukti lain akan kuasa Allah, bahwa Dia mampu menciptakan sesuatu dari bahan yang subtansinya berlawanan. Adalah menciptakan api dari bahan yang justru untuk memadamkannya, yaitu air.
Dalam tafsirnya, Qurthubi juga menegaskan bahwa ayat ini menabihkan ke Esaan Allah Swt, menunjukkan begitu sempurna kudrah-Nya yang kuasa dalam menghidup dan mematikan. Sekaligus menjawab pernyataan dari orag kafir yang meragukan kekuasaan Allah Swt. Mereka berkata, “Dapat diebnarkan, jika setetes mani yang hangat dan lembab membuat kehidupan, sebaliknya sesuatu yang keras, beku, kering, menciptakan kematian. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang kering/keras bisa menciptakan kehidupan?”.
Untuk menjawabnya, pada ayat ini Allah menggunakan kata ‘pohon’ (syajarah) sebagai perumpamaan agar mudah dicerna oleh mereka. Bahwa pohon adalah ciptaan-Nya yang berasal dari air, kemudian tumbuh lebat nan hijau hingga berbuah. Setelah itu kembali menjadi potongan kayu kering yang siap digunakan untuk menghidupkan api. Sebagaimana yang diutarakan oleh Zuhaili dalam al-Munir.
Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar sampai menyebutkan jenis kayu yang ia ketahui mampu menyalakan api, yaitu pohon pinus/tusam. Pohon ini, selain hijau, ia juga berdaun rindang lurus dan mengandung minyak.
Beberapa penduduk kemudian menanam pohon ini secara massal. Selain getahnya yang dapat di ‘takik’ dan mengeluarkan minyak –sebagai penyala api – batangnya yang kering dapat dijadikan kertas. Bahkan, menurut Hamka, batubara yang tersimpan jauh dalam bumi, konon berasal dari pohon-pohon besar purbakala.
Menambah pernyataan Hamka, Quraish mengatakan bahwa, dengan proses asimilasi sinar, tumbuh-tumbuhan mampu menarik kekuatan surya untuk berpindah pada dirinya. Sel tumbuhan yang mengandung zat hijau daun (klorofil) mengisap karbon dioksida dari udara.
Interaksi yang diakibatkan oleh gas karbon dioksida dan air – yang telah diserap dari tanah – kemudian menghasilkan karbohidrat dengan bantuan sinar matahari. Proses ini menjadikan kayu mengandung berbagai komponen, seperti; karbon, hidrogen, dan oksigen, yang bisa dijadikan sebagai bahan bakar bagi manusia. Dan melalui isyarat ilmiah al-Qur’an ini, lahir pula penemuan baru oleh manusia yang dikenal dengan proses fotosintesis yang ditemukan oleh ilmuwan asal Belanda, J. Ingenhouszn pada abad ke 18 M.
Sejatinya, fenomena umum seperti ini sering terulang dalam al-Qur’an, namun memiliki keluasan makna jika ingin direnungi. Misalnya ‘hujan’, bagaimana hujan bisa turun? Apakah sebabnya? Kadang, mengapa ada petir dan guntur yang ikut menyertainya? Apa manfaat hujan? Dan pertanyaaan-pertanyaan lain yang sejatinya mampu menyingkap ketauhidan Allah Swt. Kiranya itulah yang dilakukan para filsuf besar, berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar namun menghasilkan makna yang besar.
Dalam tafsirnya, Qurthubi juga menegaskan bahwa ayat ini menabihkan ke Esaan Allah Swt, menunjukkan begitu sempurna kudrah-Nya yang kuasa dalam menghidup dan mematikan. Sekaligus menjawab pernyataan dari orag kafir yang meragukan kekuasaan Allah Swt. Mereka berkata, “Dapat diebnarkan, jika setetes mani yang hangat dan lembab membuat kehidupan, sebaliknya sesuatu yang keras, beku, kering, menciptakan kematian. Bagaimana mungkin ada sesuatu yang kering/keras bisa menciptakan kehidupan?”.
Untuk menjawabnya, pada ayat ini Allah menggunakan kata ‘pohon’ (syajarah) sebagai perumpamaan agar mudah dicerna oleh mereka. Bahwa pohon adalah ciptaan-Nya yang berasal dari air, kemudian tumbuh lebat nan hijau hingga berbuah. Setelah itu kembali menjadi potongan kayu kering yang siap digunakan untuk menghidupkan api. Sebagaimana yang diutarakan oleh Zuhaili dalam al-Munir.
Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar sampai menyebutkan jenis kayu yang ia ketahui mampu menyalakan api, yaitu pohon pinus/tusam. Pohon ini, selain hijau, ia juga berdaun rindang lurus dan mengandung minyak.
Beberapa penduduk kemudian menanam pohon ini secara massal. Selain getahnya yang dapat di ‘takik’ dan mengeluarkan minyak –sebagai penyala api – batangnya yang kering dapat dijadikan kertas. Bahkan, menurut Hamka, batubara yang tersimpan jauh dalam bumi, konon berasal dari pohon-pohon besar purbakala.
Menambah pernyataan Hamka, Quraish mengatakan bahwa, dengan proses asimilasi sinar, tumbuh-tumbuhan mampu menarik kekuatan surya untuk berpindah pada dirinya. Sel tumbuhan yang mengandung zat hijau daun (klorofil) mengisap karbon dioksida dari udara.
Interaksi yang diakibatkan oleh gas karbon dioksida dan air – yang telah diserap dari tanah – kemudian menghasilkan karbohidrat dengan bantuan sinar matahari. Proses ini menjadikan kayu mengandung berbagai komponen, seperti; karbon, hidrogen, dan oksigen, yang bisa dijadikan sebagai bahan bakar bagi manusia. Dan melalui isyarat ilmiah al-Qur’an ini, lahir pula penemuan baru oleh manusia yang dikenal dengan proses fotosintesis yang ditemukan oleh ilmuwan asal Belanda, J. Ingenhouszn pada abad ke 18 M.
Sejatinya, fenomena umum seperti ini sering terulang dalam al-Qur’an, namun memiliki keluasan makna jika ingin direnungi. Misalnya ‘hujan’, bagaimana hujan bisa turun? Apakah sebabnya? Kadang, mengapa ada petir dan guntur yang ikut menyertainya? Apa manfaat hujan? Dan pertanyaaan-pertanyaan lain yang sejatinya mampu menyingkap ketauhidan Allah Swt. Kiranya itulah yang dilakukan para filsuf besar, berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar namun menghasilkan makna yang besar.
(mhy)